Kala BI Terancam Kehilangan Independensi

Beberapa waktu ini, muncul wacana revisi Undang-undang BI. Salah satu poin revisi yang dibahas adalah pembentukan Dewan Moneter yang terdiri dari unsur pemerintah dan BI.

Kala BI Terancam Kehilangan Independensi
Sumber gambar: antaranews.com

MONDAYREVIEW.COM – Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang memiliki independensi. Independensi artinya BI berhak menetapkan kebijakannya sendiri tanpa campur tangan dari pemerintah. Kewenangan BI adalah menetapkan kebijakan moneter seperti penentuan suku bunga, menerbitkan sertifikat Bank Indonesia sebagai surat utang, penentuan cadangan wajib perbankan dll. Bank Indonesia dipimpin oleh Gubernur Bank Indonesia. Bank Indonesia pernah mempunyai fungsi pengawasan terhadap perbankan. Namun fungsi ini diambil alih OJK yang berpisah dari BI.

Beberapa waktu ini, muncul wacana revisi Undang-undang BI. Salah satu poin revisi yang dibahas adalah pembentukan Dewan Moneter yang terdiri dari unsur pemerintah dan BI. Hal ini mengancam independensi BI. Terlihat bahwa pemerintah ingin terlibat dari persoalan ekonomi moneter di Indonesia. Tujuan pembentukan Dewan Moneter adalah untuk membantu pemerintah dan Bank Indonesia dalam merencanakan dan menetapkan kebijakan moneter. Selain itu, Dewan Moneter mempunyai fungsi memimpin, mengoordinasikan, dan mengarahkan kebijakan moneter sejalan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.

Berdasarkan draf perubahan ketiga UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Pasal 9A dinyatakan Dewan Moneter ditetapkan sebanyak lima anggota yang terdiri dari Menteri Keuangan, Menteri bidang Perekonomian, Gubernur BI, Deputi Senior BI, serta Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lebih lanjut, pada pasal 9B ayat 3 dinyatakan bahwa Dewan Moneter diketuai oleh Menteri Keuangan. Adapun, Sekretariat Dewan Moneter diselenggarakan oleh BI. Selain kelima anggota tersebut, pemerintah dapat menambah beberapa orang menteri sebagai anggota penasehat jika merasa diperlukan.

Dewan Moneter diwajibkan melakukan sidang minimal dua kali sebulan atau sesuai kebutuhan jika ada situasi mendesak.Dalam pasal 9C ditetapkan bahwa keputusan Dewan Moneter diambil dengan musyawarah mufakat bila Gubernur BI tidak bisa memufakati hasil musyawarah Dewan Moneter. Dalam hal ini, Gubernur BI dapat mengajukan pendapatnya pada pihak pemerintah.Dengan itu, BI akan menjadi lembaga negara independen yang berkoordinasi dengan pemerintah dalam melaksanakan tugas dan wewenang. BI juga akan bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal yang diatur dalam UU.

Rencana ini menimbulkan banyak kritik dari berbagai pihak. Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai rencana pembentukan kembali Dewan Moneter adalah kemunduran bagi bank sentral di Indonesia. Pembentukan Dewan Moneter dinilai bisa menghancurkan sistem moneter Indonesia dan mengganggu independensi Bank Indonesia. Menurutnya, koordinasi kebijakan moneter, fiskal, dan sistem keuangan sudah diwadahi dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Didik J Rachbini, mengingatkan hal serupa bahwa pembentukan kembali Dewan Moneter akan mengancam stabilitas sistem moneter dan keuangan Indonesia. Hal itu karena kepercayaan pelaku pasar keuangan akan ikut tergerus seiring pelemahan fungsi pengawasan oleh bank sentral.

Didik menilai keterlibatan perwakilan pemerintah dalam Dewan Moneter akan berpotensi mengembalikan fungsi pengawasan bank sentral seperti di era Orde Baru. Hal ini tentu akan berdampak negatif pada independensi BI.

Sementara itu, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri terdapat landasan pemikiran yang keliru atas rencana pembentukan Dewan Moneter dalam memberi respons atas krisis yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19. Ia menegaskan sektor keuangan masih berada pada kondisi yang baik di tengah pandemi Covid-19.

Ia menegaskan semakin cepat pemerintah memberi kepastian terkait berakhirnya Covid-19 maka akan semakin cepat juga masyarakat menggunakan uang untuk melakukan konsumsi. Ia menyebutkan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan masih sangat tinggi yaitu 8 persen yang mengindikasikan bahwa masyarakat lebih banyak menabung untuk berjaga-jaga daripada melakukan konsumsi.

Di dalam bahan materi revisi UU BI yang disiarkan secara online, Baleg menghapus Pasal 9 mengenai UU BI dan menggantinya dengan Pasal 9A terkait dewan yang membantu bank sentral. Namun demikian, berbeda dengan naskah sebelumnya di mana pihak yang membantu bank sentral disebut dengan Dewan Moneter, di naskah yang baru disebut dengan Dewan Kebijakan Ekonomi Makro. Namun demikian, tugas, kewenangan, dan fungsi dari Dewan Kebijakan Ekonomi Makro tersebut sama seperti Dewan Moneter.