Jokowi Little Soeharto?
Konsep otoriter tidak dibangun dalam sehari, namun melalui proses berkelanjutan dimana front-front nilai demokrasi semakin runtuh tiap kalinya.

MONDAYREVIEW.COM – Seiring dengan keputusan pemerintah yang memutuskan untuk membubarkan dan melarang kegiatan yang dilakukan oleh organisasi kemasyarakatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), rekan saya di Facebook menautkan artikel dari Jakarta Post berjudul Jokowi’s hidden side as ‘little Soeharto’. Tulisan bertarikh 7 Mei 2016 tersebut ditulis Kornelius Purba.
Dikisahkan dalam tulisan tersebut bagaimana Jokowi menempatkan para elite politik dan kelompok berada di bawah pengawasannya. Tipikal Jawa juga terlihat yakni low profile dan menghindari konfrontasi. Namun, jika waktunya dirasa telah tiba, seperti Soeharto, Jokowi pun tak segan menggunakan dan menunjukkan kekuatannya.
Sosok Murah Tersenyum
Jika ditelaah memang nampak ada beberapa kemiripan antara Jokowi dan Soeharto. Soeharto dahulu dikenal sebagai The Smiling General. Jokowi? Ia terkenal sebagai sosok yang tak segan tersenyum. Vlog, dialog terbuka dengan Jokowi memperlihatkan bagaimana murah senyumnya sosok ini.
Agama dan Politik
Dalam pandangan agama dan politik, Jokowi meminta agar dipisah betul antara agama dan politik.
“Dipisah betul, sehingga rakyat tahu mana yang agama, mana yang politik,” kata Jokowi saat meresmikan Tugu Titik Nol Peradaban Islam Nusantara di Kecamatan Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Jumat (24/3), seperti dilansir Antara.
Soeharto merupakan sosok abangan, paling tidak itu terlihat hingga di tahun 1990-an yang dianggap sebagai era saat Soeharto mendekat ke kalangan Islam dan makin religius. Di tahun 1990-an, itu terlihat dari berdirinya ICMI, terbitnya koran Republika, berdirinya bank Muamalat, serta Soeharto yang naik haji.
Sementara itu pada tahun 1980-an adalah masa ketika represi terhadap umat Islam sedang keras-kerasnya. Dan boleh dibilang sinyal-sinyal represi terhadap umat Islam semakin terlihat di era pemerintahan Jokowi. Narasi yang dibangun pun mirip-mirip dengan di era Soeharto, tuduhan makar, anti Pancasila.
Pembubaran HTI Indonesia mengingatkan bagaimana misalnya cikal bakal PKS melalui gerakan Tarbiyah di tahun 1980-an yang harus berjibaku di antara stigma gerakan radikal, anti Pancasila.
Kultus Individu
Yang terakhir adalah kultus individu. Soeharto merupakan sosok yang begitu dipuja pada masanya. Gelar Bapak Pembangunan merupakan contohnya. Sedangkan Jokowi memiliki die hard lovers yang kukuh untuk mendukung Jokowi apa pun perkataan dan tindakannya. Jokowi diprediksi akan maju sebagai calon presiden 2019 dan modal elektabilitas itu telah terlihat paling tidak di media sosial melalui para pendukungnya yang kukuh.
Musim boleh berganti, namun siklus perilaku dapat terulang kembali. Dalam hal ini tiap-tiap dari kita sebagai warga negara bisa mengambil perannya dengan menyuarakan apa yang dirasa tidak sesuai dengan nilai-nilai demokrasi. Konsep otoriter tidak dibangun dalam sehari, namun melalui proses berkelanjutan dimana front-front nilai demokrasi semakin runtuh tiap kalinya.