Ambang Batas Parlemen dan Konsolidasi Demokrasi

MONDAYREVIEW.COM - Makin sulit jalan bagi partai kecil dan partai baru untuk berlaga mendewasakan demokrasi di Indonesia. Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang salah satu isinya adalah besaran ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) besar kemungkinan akan menaikkan ketentuan yang menentukan nasib parpol peserta pemilu.
PT menjadi persyaratan minimal yang harus diperoleh partai politik untuk mendapatkan kursi di parlemen. Partai-partai kecil beralasan bahwa kenaikan PT mempersempit ruang demokrasi, mengembalikan situasi seperti era Orba, dan memberi peluang lebih besar kepada oligarki.
Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan meminta semua kader memperjuangkan ambang batas parlemen tetap 4 persen pada Pemilu 2024
Sementara PKS mengusulkan agar besaran presidential threshold sama dengan ambang batas parlemen, yaitu sebesar 5 persen. Dengan demikian, menurut dia, setiap partai yang lolos ke parlemen dapat mengajukan pasangan calon presiden-wapres.
Politisi PBB Yusril Ihza Mahendra melihat bahwa kenaikan PT akan membuat semakin banyak suara sah pemilih yang terbuang. Ia lebih mendorong opsi Koalisi Partai diperbolehkan maju sebagai peserta pemilu.
Ambang batas parlemen mulai diterapkan pada Pemilu 2009 dengan tujuan untuk menciptakan sistem multipartai sederhana. Pada Pemilu 2009 ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5 persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi DPR, ketentuan tersebut tidak berlaku untuk DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota. 9 partai yang berhasil lolos ambang batas parlemen sebesar 2,5 persen yaitu
Partai Demokrat, Partai Golkar, PDI Perjuangan, PKS, PAN, PKB, PPP, Partai Gerindra, dan Partai Hanura. Pada Pemilu 2014, ambang batas parlemen ditetapkan sebesar 3,5 persen. terdapat 10 partai yang dinyatakan memenuhi ambang batas parlemen 3,5 persen yaitu PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, PKB, PAN, PKS, Partai NasDem, PPP, dan Partai Hanura.
Hal penting yang menjadi catatan dari pelaksanaan Pemilu 2009 dan 2014 adalah adanya kenaikan jumlah partai yang lolos ke parlemen meskipun ambang batas parlemennya meningkat. Padahal yang diinginkan pembuat UU adalah apabila PT dinaikkan maka diharapkan jumlah partai yang lolos ke parlemen akan semakin sedikit. Pada Pemilu 2019, besaran ambang batas parlemen dinaikkan menjadi 4 persen.
Dengan syarat tersebut partai yang berhasil memenuhi parliamentary threshold yaitu sebanyak 9 parpol, dari 16 partai peserta Pemilu 2019. Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilu yang sedang dipersiapkan Komisi II DPR RI untuk dibahas dalam waktu dekat, besaran parliamentary threshold dibuat menjadi 7 persen.
Khusus terkait ambang batas parlemen, disebutkan dalam Pasal 217 bahwa Partai Politik Peserta Pemilu Anggota DPR harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 7 persen dari jumlah suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR.
Partai Golkar mengatakan partainya mengusulkan ambang batas parlemen dalam RUU Pemilu menjadi 7 persen karena sistem presidensial yang efektif dan selaras bisa terwujud kalau DPR menganut sistem multi-partai sederhana. Untuk pemilu ke depan perlu ada kenaikan ambang batas parlemen dan partainya mengusulkan sebesar 7 persen karena diharapkan UU Pemilu yang dihasilkan tidak berubah-ubah tiap lima tahun sekali.
Fraksi lain yang menjadi salah satu pengusul besaran ambang batas parlemen sebesar 7 persen adalah Partai NasDem. Kenaikan ambang batas parlemen berjalan konsisten dari tiap pemilu dengan tujuan untuk merampingkan jumlah partai politik dan memperkuat sistem presidensial. Kemungkinan orang akan bisnis dengan mendirikan partai politik dengan modal Rp50 miliar untuk "jualan" politik.
Namun pembahasan RUU Pemilu khususnya terkait ambang batas parlemen masih dinamis, masih terbuka dialog untuk mendiskusikannya karena ada partai yang mengusulkan 4 persen, 5 persen, dan 7 persen, katanya. Fraksi PKB menyatakan mendukung besaran ambang batas parlemen sebesar 7 persen yang ada dalam RUU Pemilu untuk menciptakan lembaga parlemen yang sederhana dan stabil baik dalam hal pengawasan, anggaran, maupun proses legislasi.
PDI Perjuangan berpendapat bahwa peningkatan secara bertahap ambang batas parlemen merupakan gagasan lama sehingga bukan tiba-tiba dimasukkan dalam RUU Pemilu Gagasan tersebut telah diterima secara akademik dan menjadi semacam kesepakatan di parlemen, sebagai cara untuk menyederhanakan kepartaian di Indonesia. Sistem kepartaian yang sederhana dan jumlah partai yang sedikit telah diakui sebagai prasyarat menuju sistem demokrasi Indonesia yang lebih baik dan lebih mapan. PDI Perjuangan telah memutuskan ambang batas parlemen sebesar 5 persen untuk DPR RI, 4 persen untuk DPRD provinsi, dan 3 persen untuk DPRD kabupaten/kota.