Jilbab dan Merdeka

Jilbab dan Merdeka
Presiden Jokowi dan pembawa baki Paskibraka 2021, Ardelia Muthia Zahwa (Foto: Istimewa)

MONITORDAY.COM - Peringatan HUT RI, 17 Agustus 2021 di masa pandemi tetap berjalan khidmat. Selain rasa haru-biru menyelimuti seluruh peserta yang hadir di Istana Presiden Jl merdeka barat  Jakarta, tampak istri Presiden Joko Widodo, Wapres Makruf amin, sejumlah istri pejabat hingga pembawa baki  Paskibraka 2021 kompak mengenakan jilbab. 

Istri  Presiden Jokowi misalnya,  Hj. Iriana yang  tampak anggun dengan jilbab, mengenakan busana nasional berwarna gading dilengkapi kain songket. 

Begitupun dengan Istri Wakil Presiden, Hj. Wury yang juga kenakan jilbab biru dengan kebaya bersulam warna biru polos dengan bawahan kain jarik putih bermotif batik khas Sunda yang biasa disebut sarung kebat atau sinjang bundel.

Soal keangguanan jilbab, penampilan pembawa baki Paskibraka 2021 asal sumatra utara, Ardelia Muthia Zahwa yang berjilbab juga mencuri perhatian publik.

Diketahui, Presiden Joko Widodo selalu mengenakan pakaian adat di setiap acara kenegaraan. Lantas bagaimana dengan jilbab? Bagi Jokowi, jilbab itu bagian dari khasanah budaya yang memiliki nilai spritual.

Terbukti, Ibu negara kini lebih mengenakan jilbab, tentu tidak ada tendensi persepsi yang mesti dilontarkan. Sebagai seorang muslimah, Ibu Negara merasa nyaman dengan jilbab.

Oleh karena itu, Presiden Jokowi tidak mempermasalahkan soal busana berjilbab. Akan sangat berbeda di era sebelumnya, apalagi di orde baru. 

Di pengujung 1970 hingga akhir 1980-an, memakai jilbab di Indonesia bagi para pelajar putri butuh nyali tersendiri. Mereka harus menghadapi diskriminasi tak cuma dari kepala sekolah dan guru-guru (khususnya guru olah raga), juga rekan-rekannya sesama pelajar.

Pelajar berjilbab akan dipandang aneh karena berpenampilan beda dari pada umumnya. 

Melihat jilbab kini seperti menjadi bagian dari gaya hidup kaum muslimah. Para desainer pun membuat rancangan jilbab aneka rupa guna memikat dan nyaman bagi pemakainya. 

Tak cuma perempuan biasa, mereka yang aktif di lingkungan Polri dan TNI pun sekarang sudah diizinkan berjilbab. Sedangkan para perempuan yang mengenakan cadar di sana-sini bebas bergaul tanpa hambatan, bahkan ada yang membentuk komunitas-komunitas.

Pada prinsipnya, kita menginginkan aspirasi yang setara bagi siapa saja dalam memenuhi hak-hak dasarnya. 

Advokasi berbusana, termasuk berjilbab menunjukkan bahwa kebijakan berperspektif gender sangat mungkin untuk dilakukan, asal berdasar kajian terhadap analisis kondisi khas dan pengalaman perempuan.

Sebaliknya, masyarakat pun perlu belajar untuk membaca secara lengkap kajian ilmiah dari sebuah kebijakan agar tidak perlu buang-buang tenaga untuk debat-debat yang tak produktif. 

Sudah sepatutnya, Indonesia yang beraneka ragam budaya, perlu menjaga kebinekaan.

Terlebih di HUT RI ke 76, adalah hal yang wajar untuk memberikan ruang kepada mereka yang berjilbab sebagai pertanda bahwa kemerdekaan tidak hanya soal wilayah yang merdeka, juga berbusana, termasuk berjilbab.