Jelang Musim Hoax (Lagi), Perkuat Literasi Media

Berita palsu dan tayangan yang jauh dari prinsip adil dan bermartabat semakin mudah ditemukan dari hari ke hari. Serangan informasi dan konten media yang merugikan publik sering bersembunyi di balik celah kebebasan pers, kebebasan berekspresi, bahkan kebebasan berfikir. Literasi media bukan hanya urusan jurnalistik. Ia juga menjadi tanggungjawab publik secara bersama-sama.

Jelang Musim Hoax (Lagi), Perkuat Literasi Media
sumber foto : k12.thoughtfullearning.com

MONDAYREVIEW (Jakarta)- Editorial Daily Eastern News.com tanggal 8 Januari 2018 memuat tentang pentingnya literasi media untuk dipraktekkan. Media ini mengutip USA Today yang merilis publikasi Jajak pendapat  Marist yang menemukan bahwa 23 persen orang Amerika percaya bahwa  fake news atau berita palsu adalah frase kedua yang paling menyebalkan yang digunakan dalam percakapan biasa pada tahun 2017. Dan Presiden  Donald Trump termasuk yang paling sering menggunakan istilah ini dalam pernyataannya.

Masyarakat sekarang dihadapkan pada situasi gamang dalam menerima informasi dari media baik berupa berita maupun non-berita. Berita palsu (fake news) alias hoax berseliweran detik demi detik. Kegelisahan pada materi tayangan televisi  dan konten media online pun terus muncul dalam masyarakat. Kemudahan akses informasi menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat. Disamping berbagai regulasi yang bersifat mecegah dan membatasi kemungkinan penyalahgunaan media maka upaya yang lebih komprehensif dalam membangun literasi media pun perlu dikampanyekan secara berkelanjutan.

Kementerian Komunikasi dan Informasi menjadi salah satu instansi yang memiliki kewenangan dan tupoksi untuk menangani  hal ini. Lembaga Negara non-pemerintah juga telah dibentuk untuk menangani siaran, hak informasi publik dan berbagai aspek terkait. Berbagai forum literasi media diselenggarakan di berbagai tempat.   

Masyarakat dinilai belum sepenuhnya menyadari pentingnya literasi media. Berbagai keluhan dan kritik terhadap tayangan media sering diungkapkan terutama melalui media sosial. Namun demikian publik masih menyuarakan berbagai kritik secara sporadis dan tidak menguat menjadi sebuah gerakan yang memiliki daya tawar pun juga tidak memiliki kemampuan menekan para pihak yang memproduksi dan menyiarkan tayangan yang berseberangan dengan norma yang dipegang masyarakat tersebut.

Literasi media adalah kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan mendekonstruksi pencitraan media. Kemampuan untuk melakukan hal ini ditujukan agar pemirsa sebagai konsumen media menjadi sadar tentang cara media dikonstruksi dan diakses  

Dulu literasi merujuk pada kemampuan menulis dan membaca semata. Kini dengan perkembangan teknologi, literasi mencakup berbagai bentuk. Literasi media adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisa, mengevaluasi, dan menciptakan media. Remaja dan Orang dewasa sebaiknya lebih memahami pesan-pesan yang kompleks yang disiarkan melalui televisi, radio, internet, Koran, majalah, buku, papan reklame, video games, music, dan berbagai bentuk media.

Kemampuan literasi media dapat membantu remaja dan orang dewasa. Inilah 10 hal yang terkait literasi media sebagaimana diungkap dalam medialiteracyprojects.org :

  1. Kemampuan mengembangkan daya kritis
  2. Memahami bagaimana pesan media membentuk kultur dan masyarakat kita
  3. Mengidentifikasi strategi target pemasaran
  4. Memahami apakah keinginan pencipta media terhadap kita, tentang apa yang harus kita yakini atau lakukan
  5. Menyebutkan penggunaan teknik untuk mempengaruhi atau mempersuasi orang lain
  6. Membedakan bias, spin atau pemelintiran pesan, misinformasi, dan kebohongan
  7. Menggali bagian-bagian kisah yang tidak terungkap
  8. Mengevaluasi pesan media berdasarkan pengalaman, keterampilan, keyakinan, dan nilai-nilai
  9. Menciptakan dan mendistribusikan pesan media kita sendiri
  10. Mengadvokasi keadilan media atau media berkeadilan

 

Dengan 10 butir terkait literasi media di atas memberi gambaran lebih rinci kepada public sehingga semakin banyak inisiatif-inisiatif yang konstruktif bisa dilakukan untuk kepentingan bersama. Iklan yang tidak mendidik, tayangan yang tidak menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila, dan berbagai konten media yang tidak berkeadilan dan bermartabat bisa dicegah, dieliminasi, bahkan mungkin tidak diberi tempat lagi dalam seluruh kanal serta platform yang ada di masa kini dan mendatang.