Jalanan Sunyi Tanpa Polusi di Agats

Satu-satunya kendaraan bermotor yang bisa ditemui di Agats adalah motor listrik.

Jalanan Sunyi Tanpa Polusi di Agats
Foto: Suandri/Monitorday

Satu-satunya kendaraan bermotor yang bisa ditemui di Agats adalah motor listrik. Kendaraan listrik dipilih untuk menghindari pencemaran lingkungan. Sulitnya mencari BBM juga jadi faktor motor bermesin bensin dilarang. Jasa cas motor menjamur di sini, kisaran harganya Rp20.000 per jam.

Kasie Perhubungan Darat Kabupaten Asmat, Norbertus Kamona mengatakan, larangan motor bensin juga tertuang dalam Peraturan Daerah. "Itu ada di Perda. Ada Perda tentang lingkungan hidup," katanya.

Ditinjau dari  topografinya, memang tidak banyak pilihan untuk berkendara. Berada di pesisir pantai dan di atas rawa membuat warga hanya dapat berpegang pada transportasi air, motor listrik bahkan berjalan kaki.

Pantauan di lokasi, motor listrik ramai ditemui di Jalan Yos Sudarso yang berkonstruksi beton. Motor tersebut berlalu lalang menjadi angkutan setia masyarakat Agats. Angkutan pribadi, jasa transportasi, hingga membawa barang.

Motor listrik tersebut memiliki beragam bentuk dan gaya. Mulai bergaya matic hingga motor bergaya "laki". Kebanyakan motor listrik digerakkan dengan sumber tenaga aki. Kapasitasnya beragam, ada yang 26 ampere, 20 ampere dan 18 ampere.

Kendaraan bermotor ini memiliki kode nomor plat berbeda dari kendaraan pada umumnya di Indonesia. Nomor plat yang terpasang adalah nomor identitas untuk kewajiban retribusi berdasar Perda nomor 8 tahun 2011. Namun, banyak pemilik tidak memasangnya.

Plat kendaraan terdiri dari dua jenis, plat kuning dan plat hitam. Plat kuning digunakan untuk jasa transportasi, sedangkan plat hitam milik pribadi. Kecepatan motor listrik paling banter 40 kilometer per jam.

Norbertus menambahkan, jumlah motor listrik yang terdata saat ini ada sekitar 1.797 motor. Ada juga kendaraan yang menggunakan mesin. Hanya saja, kendaraan tersebut digunakan dalam situasi darurat.

Penggunaan motor listrik juga berimbas pada tingkat kebisingan kota. Meskipun banyak kendaraan berseliweran, tetapi bisa di bilang jalanan di Agats adalah jalanan paling sunyi. Tak ada suara bising dari tarikan gas pengendara. Jika tak hati-hati, pejalan kaki bisa bertabrakan dengan pengendara.

"Permisi" Sebagai Tanda Klakson

Ada semacam peraturan tidak tertulis dalam kegiatan berlalu lintas di Agats. Mereka tidak boleh membunyikan klakson untuk menyingkirkan orang atau kendaraan yang ada di depannya. "Permisi" adalah bunyi klakson yang umum digunakan di sini.

Menurut rekan jurnalis yang tinggal di Papua, warga Agats tidak suka mendengar bunyi klakson. Bunyi "Tiiin" bisa dianggap sesuatu yang menyebalkan.

Saya berkali-kali mendengar kata "Permisi" jika saya atau rekan jurnalis berjalan hingga ke tengah jalan, menghalangi laju kendaraan mereka. Boleh diimajinasikan, apa jadinya jika kebijakan ini diterapkan di ibu kota Jakarta.

[Suandri]