Jaksa Agung Nilai Tragedi Semanggi I dan II Bukan Pelanggaran HAM Berat

Ada hasil rapat paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat.

Jaksa Agung Nilai Tragedi Semanggi I dan II Bukan Pelanggaran HAM Berat
Foto tragedi Semanggi II. (Dok: konfrontasi)

MONITORDAY.COM - Jaksa Agung, S.T. Burhanuddin mengatakan tragedi Semanggi I dan II bukan merupakan pelanggaran HAM berat dalam rapat paripurna DPR RI. Menurutnya, rapat paripurna yang mengesahkan hasil kerja Panitia Khusus Peristiwa Semanggi I dan II serta Tragedi Trisakti pada (09/07/2001). Pansus menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa tersebut bukan pelanggaran HAM berat dan bisa diadili di pengadilan umum.

 

"Ada hasil rapat paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat," kata Burhanuddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, (16/01/2020).

 

Selain itu, Burhanuddin juga membeberkan sejumlah kendala yang dihadapi lembaganya dalam penanganan kasus HAM berat masa lalu. Menurutnya, penanganan dan penyelesaian berkas hasil penyelidikan peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu menghadapi kendala terkait kecukupan alat bukti.

 

"Komnas HAM belum dapat menggambarkan atau menjanjikan minimal dua alat bukti yang kami butuhkan," ucapnya.

 

Terkait rekomendasi Pansus DPR yang menuai kritik. Presiden ketika itu, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur pun menilai peristiwa tersebut tak bisa dianggap sebagai kriminal murni.

 

Menurut Komnas HAM, dalam tiga peristiwa itu telah terjadi praktik kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity) yaitu praktik pembunuhan, perbuatan tidak berperikemanusiaan yang berlangsung sistemik, meluas, dan ditujukan kepada masyarakat sipil.

 

Kasus Trisakti, Semanggi I dan II diduga melibatkan aparat keamanan dan menewaskan sejumlah mahasiswa. Kasus Trisakti terjadi pada Mei 1998, ketika sejumlah mahasiswa Universitas Trisakti tewas ditembus peluru saat berunjuk rasa menuntut Presiden Soeharto mundur.

 

Sedangkan kasus Semanggi I berlangsung saat Sidang Istimewa MPR, November 1998, ketika ribuan mahasiswa di Jakarta long march untuk menduduki Gedung DPR/MPR. Saat itu mereka menolak pemerintahan Presiden Habibie dan menuntut dibentuknya pemerintahan transisi.

 

Mahasiswa dihadang aparat militer dan polisi di depan Universitas Katolil Atmajaya, kawasan Semangi, Jakarta. Peristiwa serupa terjadi ketika mahasiswa di Jakarta menolak UU Penanggulangan Keadaan Bahaya.