Isu Independensi dalam Pro-Kontra Revisi UU Bank Indonesia

Seperti diketahui, revisi (UU) Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI) memunculkan kembali pembentukan dewan moneter. Usulan itu tertuang pada Pasal 7 ayat 3 yang berbunyi penetapan kebijakan moneter dilakukan oleh dewan moneter.

Isu Independensi dalam Pro-Kontra Revisi UU Bank Indonesia
tangkapan layar youtube diskusi daring INDEF/ net

MONDAYREVIEW.COM - Seperti diketahui, revisi (UU) Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI) memunculkan kembali pembentukan dewan moneter. Usulan itu tertuang pada Pasal 7 ayat 3 yang berbunyi penetapan kebijakan moneter dilakukan oleh dewan moneter.

Juga disebutkan dewan moneter yang terdiri dari lima anggota akan dikepalai oleh Menteri Keuangan. Susunannya, yakni menteri keuangan, satu orang menteri yang membidangi perekonomian, gubernur BI, deputi gubernur senior BI, dan ketua dewan komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Ekonom Senior Indef Fadhil Hasan menyebut bahwa fungsi BI seperti terkait dengan kebijakan moneter, sistem pembayaran, dan makro prudensial, tidak boleh dibatasi atau diintervensi. Hal itu diungkapkannya dalam Diskusi Daring INDEF  dengan tema "Revisi UU BI & Perppu Reformasi Keuangan: Mau Dibawa Kemana Independensi Bank Sentral?" Kamis, 1 Oktober 2020 menghadirkan Faisal H Basri, MA Ekonom Senior INDEF, M. Fadhil Hasan, PhD, Eko Listiyanto, MSE. dan Ekonom UNDIP FX Sugiyanto. 

Bank Indonesia total telah membeli SBN lebih dari Rp230 triliun dengan mekanisme burden sharing. Tentunya hal ini bisa jadi akan berpengaruh terhadap neraca keuangan Bank Sentral yang berpotensi defisit Rp21 triliun.

Di sisi yang lain, Pemerintah dan DPR masing-masing menyiapkan Perppu Reformasi Keuangan dan Revisi UU BI. Banyak pihak melihat hal ini akan berpengaruh terhadap indepedensi dan kredibilitas Bank Sentral. Lantas kemana arah Bank Sentral akan dibawa?

Diskusi dimulai dengan paparan Direktur Eksekutif Next Policy Fithra Faisal Hastiadi, PhD. Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Next Policy Fithra Faisal Hastiadi mengatakan kajian reformasi sistem keuangan tidak tepat jika dilakukan saat ini karena persoalan utama ada pada penanganan Covid-19.

Dari simulasi yang  dilakukan Next Policy, rebound [ekonomi] akan sangat bergantung pada faktor kesehatan. Menurutnya, pemerintah berniat mengeluarkan Perppu reformasi sistem keuangan karena kebutuhan pembiayaan akan sangat besar untuk ekonomi bisa kembali pulih. Pembiayaan yang besar memang perlu dilakukan, namun kata Fithra, tidak aka efisien jika penanganan Covid-19 oleh pemerintah masih belum membaik.

Sementara Guru Besar Ilmu Ekonomi UNDIP Prof. Dr. Fx Sugiyanto menyebutkan, setidaknya ada dua hal yang dinilainya menjadi latar belakang perlunya ada revisi UU BI, yaitu independensi dan koordinasi. Berdasarkan UU BI yang berlaku saat ini, BI tidak memiliki tujuan terkait pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Sementera menurutnya, BI mestinya turut andil dalam pertumbuhan ekonomi Tanah Air.

Kalau di dalam undang-undang yang berlalu sekarang tujuan Bank Indonesia tidak dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi. Sugiyanto berpandangan bahwa apapun yang mau dicapai Bank Indonesia harus mengacu kepada tujuan ekonomi secara keseluruhan.

FX Sugiyanto menekankan pada konsep pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sebagai tujuan dari BI. Dimana ia menilai, stabilisasi harga merupakan bagian dari upaya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Sugiyanto menekankan tentang konsep berkelanjutan, maka sebetulnya didalamnya tentu sudah terkait dengan bagaimana kualitas pertumbuhan itu harus dicapai. Jadi rencana pasal 7 itu mengenai tujuan Bank Indonesia perlu memasukkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sebagai acuan BI dalam rangka mencapai tujuan untuk pengendalian harga.

Berbeda dengan Sugiyanto ekonom Senior Faisal Basri menilai terjadi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) di balik revisi Undang-undang Bank Indonesia (BI) yang saat ini sedang digodok.

Faisal menilai pemerintah ingin mencengkeram kekuasaan lebih dengan masuknya Kementerian Keuangan ke dalam dewan moneter. Faisal kuatir jika pemerintah bisa 'mengutak-atik' independensi BI, ke depannya akan ada titipan tugas atau kepentingan pemerintah yang dibebankan ke bank sentral.