Inisiasi Petani Milenial Ikatan Dinas

Inisiasi Petani Milenial Ikatan Dinas
Ilustrasi foto/MMG.

MONITORDAY.COM - Dahulu Indonesia disebut banyak orang sebagai negara agraris. Cerita tersebut diabadikan oleh group musik Koes Plus yang berdendang “tanah kita tanah surga-tongkat kayu jadi tanaman”. Namun saat ini ceritanya berubah. Kini negeri ini sedang sulit mencari Generasi Penerus Petani yang mengelola negara agraris tersebut. Indonesia berpotensi kehilangan profesi petani pada beberapa saat ke depan. Penyebabnya karena pekerja pada sektor pertanian kian hari kian berkurang.

Petani merupakan salah satu profesi dari pendidikan vokasi yang tidak dirindukan oleh generasi milenial saat ini. Pemicunya adalah faktor kesejahteraan profesi petani yang masih belum terlihat baik. Ditambah lagi dengan banyaknya tontonan yang disuguhkan kepada generasi milenial saat ini berupa tontonan gaya hidup hedonis dan cenderung materialistik. Padahal Founding Father Negara ini telah menempatkan profesi petani sebagai profesi penting dalam negara Indonesia. Bapak Ir. Soekarno bahkan telah memberikan kepanjangan PETANI : PEnyangga TAtatan Negara Indonesia.

Impor pangan yang berlebihan meninabobokkan negeri ini. Padahal negeri ini dianugerahi oleh Yanga Maha Kuasa sebuah Surga Dunia yang tidak dimiliki negara lain. Karenanya urgensi melakukan regenerasi profesi petani Indonesia mendadak menjadi penting dan harus menjadi perhatian serius pemerintah mengingat bahwa kurun waktu 10-15 tahun mendatang, Indonesia diperkirakan akan mengalami krisis jumlah petani. Tentu saja hal tersebut akan menganggu kemandirian pangan Indonesia.

 Krisis Regenerasi Petani

Trend penurunan jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan terus berlangsung dari waktu ke waktu. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Bank Dunia menunjukkan bahwa proporsi penduduk yang bekerja sebagai petani menyusut secara tajam sejak tahun 2010 tinggal 28,5% pada 2019 yang lalu. Namun jika kita lihat trend data pada tahun 1990-1993 pernah mencapai jumlahnya mencapai 55,5% dari total angkatan kerja Indonesia. Lain halnya trend pada sektor-sektor lain, justru malah meningkat. Contohnya sektor industri yang mengalami peningkatan mulai dari 15,2% pada 1991 menjadi 22,36% pada 2019. Bahkan terjadi kenaikan lebih cukup signifikan terjadi pada sektor jasa dari 29,3% menjadi 49,1%.

Profesi petani di Indonesia dikonotasikan sebagai profesi orang tua/manula bukan profesi kalangan anak muda milenial. Hal itu seperti yang ditunjukkan dalam grafik dari data jumlah petani menurut kelompok umur pada data tahun 2013 dibandingkan 2018 yang dikeluarkan oleh BPS di bawah ini.

Profesi petani didominasi oleh petani pada kelompok usia produktif 45 tahun ke atas sedangkan petani pada kelompok usia produktif di bawah 45 tahun justru mengalami penurunan. Hal ini menunjukan bahwa secara individual petani usia muda pun cenderung berkurang.

Peluang Petani Milenial

Minat anak muda milenial untuk menjadi petani sangat rendah. Hal ini dipicu oleh buruknya pendapatan para petani. Sebagian besar profesi petani didominasi oleh kelompok petani dengan pendapatan yang rendah. Merujuk pada data BPS per Agustus 2020, diketahui bahwa rata-rata upah pekerja di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan hanya sebesar Rp 1,92 juta per bulannya, terendah dari 17 sektor yang ada di Indonesia. Lebih jauh lagi jika dilihat dari pendapatan petani padi, misalnya jika dalam setahun ada tiga kali musim panen, maka pendapatan yang diterima petani padi setiap satu hektare sawah per bulannya hanya sekitar Rp 1,25 juta. Akan tetapi pendapatan riil mereka hanya berkisar Rp 800 ribu per bulan. Hal ini karena rata-rata petani padi di Indonesia hanya menguasai lahan seluas 0,66 hektare.

Namun demikian di tengah suramnya masa depan profesi petani, masih ada secercah sinar harapan dari petani milenial Indonesia masa kini. Petani milenial adalah sebutan bagi petani yang berusia antara 19-39 tahun. Biasanya kriteria petani milenial ini ditandai dengan adanya peningkatan penggunaan serta keakraban mereka dengan teknologi komunikasi, media, dan juga teknologi digital. Indonesia sebenarnya memiliki potensi Petani Milenial yang sangat besar. Hal ini terbukti dari data dapodik kemdikbud diketahui bahwa pada tahun 2021 terdapat generasi milenial memilih Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) bidang keahlian pertanian sebagai jalan profesinya. Jumlahnya cukup signifikan yaitu sebanyak 217.790 orang.

Petani Milenial lulusan SMK telah membuktikan bahwa profesi petani juga mampu membawa kesuksesan yang luar biasa dan bahkan bisa menjadi pemicu semangat bagi petani melenial lainnya. Sederetan petani milenial lulusan SMK diantaranya Dede Koswara, Petani Milenial Lulusan SMK yang Sukses Lewat Bertani Labu Acar. Dede mantap menekuni profesi sebagai petani labu acar. Karena terinspirasi oleh orang tuanya yang juga seorang petani. Berbekal lahan 100 tumbak (1.400 meter) hasil pemberian orang tuanya, maka pada tahun 2010, ia mulai giat bertani dengan menanam berbagai sayuran. Petani milenial ini memiliki etos kerja yang tinggi, terbukti bahwa dede selain giat bertani, dede juga mempelajari bagaimana proses distribusi komoditas. Keberhasilan pertaniannya mulai terlihat pada 2016, ketika ia berhasil menjual labu acar serta membuka pasar di daerah Tangerang. Selanjutnya dede berhasil menjadi pemasok utama labu acar, khususnya di Pasar Induk Kemang dan Pasar Induk Tanah Tinggi, Tangerang. Hal itu masih berjalan hingga saat ini. Saat ini, Dede sudah sukses memperluas jangkauan bisnis labu acarnya. Dede dan timnya saat ini dipercaya oleh Bank BRI dalam program inkubator dengan mendapatkan kucuran modal sebesar 400 juta Rupiah. Hasil jerih payah Dede juga sangat manis. Melalui usahanya ini, ia berhasil membeli rumah seharga 2,5 miliar Rupiah dilengkapi dengan beberapa mobil mewah dan memberikan kehidupan yang layak bagi keluarganya. Selain itu, hasil kerja keras Dede sebagai petani labu acar juga mengharumkan nama kampung halamannya, Ciwidey, yang kini menjadi salah satu pemasok labu acar setelah Lembang.

Kemudian cerita sukses petani milenial lulusan SMK datang dari Raga, Petani Millenial Lulusan SMK SPP Tasikmalaya. Raga terjun ke dunia pertanian pada akhir tahun 2012, dengan menanam cabe tumpangsari dengan bawang merah. Namun selain itu raga melirik potensi permintaan labu madu di Jawa Barat. Maka dengan  bermodal awal secara swadaya sebesar Rp.15 jt, raga bertani labu madu dan mendapatkan penghasilan bersih Rp. 10 jt – 15 jt - sekali panen. Kesuksesan demi kesuksesan terus berlanjut, saat panen berikut-berikutnya Raga akhirnya mampu memproduksi 3,5 ton labu madu dari 1000 pohon dengan harga berkisar Rp. 35 ribu – Rp. 45 ribu/kg. Kompetensi bertani raga juga diimbangi dengan kompetensi penjualan. Raga tidak khawatir terkait dengan penjualan hasil pertaniannya. Dia telah melakukan kerjasama dengan beberapa swalayan di wilayah Tasikmalaya dan sekitarnya telah menjamin akan menampung hasilnya produksinya. Saat ini Raga tidak bekerja sendiri, namun bersama dengan 6 orang pemuda lainnya mencoba untuk mengembangan usaha labu madunya. Raga konsisten untuk memperbaiki cara bertani mulai dari proses budidaya hingga pasca panen  dengan harapan dapat mempertahankan kualitas dari labu yang diproduksinya. Satu lagi yang kuat dalam diri raga adalaha dia tidak berhenti untuk belajar dari petani milenial  lainnya atau dari petani yang lebih senior dari dirinya.

Cerita sukses petani milenial lainnya pun berlanjut kini cerita sukses itu datang dari petani milenial di luar jawa. Umar Dani, salah satu lulusan SMK-PP Banjarbaru Kalimantan Selatan tahun 1999 yang sukses budidaya bibit jeruk di Kabupaten Barito Kuala. Dani memproduksi bibit-bibit jeruk baru pada lahan seluas lebih kurang 3 hektar. Bibit jeruk tersebut selanjutnya akan dipasarkan ke daerah-daerah yang ada di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Selain itu buah jeruk hasil budidayanya dikirim ke pulau jawa dengan daerah penjualan ke Surabaya, Semarang, Yogyakarta, bahkan juga dikirim ke Jakarta Dan Bandung. Omset dani dari hasil usaha pembibitan dan budidaya jeruk mencapai 20 juta per bulan.

Selain umar dani, Petani milenial di luar jawa ada juga Eko Purwadi lulusan SMK Pertanian Aceh. Eko Purwadi ikut merantau bersama orang tua dan berdomisili di Desa Lancang Kuning Kecamatan Bintan Utara Kabupaten Bintan Kepulauan Riau. Eko melakukan budidaya tomat tumpangsari dengan sayuran lainnya pada lahan 0,25 hektar. Dari musim tanam pertama, ia meraup keuntungan ± Rp 100 juta dengan menjual hasil panennya ke pengumpul dengan harga Rp. 9.000 - 10.000/kg

 

SMK siap mencetak 217.790 petani milenial

Kriteria petani milenial tidak cukup dengan usia muda saja, namun harus memahani ilmu dan penerapan teknologi pertanian sebagai bekalnya. Indonesia memiliki potensi Petani milenial yang sangat besar, dimana sejak awal anak milenial memang sudah bersungguh-sungguh untuk menjadi petani profesional. 

 Indonesia memiliki 1.898 SMK Pertanian dengan proporsi sekolah negeri 37% atau sebanyak 693 sekolah sedangkan sisanya sekolah swasta 63% atau sebanyak 1.205. Kemudian  terdapat 217.790 anak muda generasi milenial sebagai peserta didik SMK pertanian tersebut dimana 45.467 orang sebagai peserta didik di sekolah negeri, sedangkan sisanya sebanyak 172.323 orang sebagai peserta didik di sekolah swasta.

Adapun bidang keahlian yang digeluti oleh generasi milenial tersebut yakni Pertama, Agribisnis Pengolahan Hasil Pertanian didalamnya membekali generasi milenial tentang Agribisnis Pengolahan Hasil Pertanian, Agroindustri, dan Pengawasan Mutu Hasil Pertanian.

Kedua, Agribisnis Tanaman didalamnya membekali generasi milenial tentang Agribisnis Organik Ekologi, Agribisnis Tanaman, Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura, Agribisnis Tanaman Perkebunan, Lanskap dan Pertamanan, Pemuliaan dan Perbenihan Tanaman, Produksi dan Pengelolaan Perkebunan.

Ketiga, Agribisnis Ternak didalamnya membekali generasi milenial tentang Agribisnis Ternak, Agribisnis Ternak Ruminansia, Agribisnis Ternak Unggas,dan  Industri Peternakan.

Keempat, Kehutanan didalamnya membekali generasi milenial tentang Kehutanan, Teknik Inventarisasi dan Pemetaan Hutan, Teknik Konservasi Sumber Daya Hutan, Teknik Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan dan Teknologi Produksi Hasil Hutan.

Kelima, Kesehatan Hewan didalamnya membekali generasi milenial tentang Keperawatan Hewan, Kesehatan dan Reproduksi Hewan dan Kesehatan Hewan. Terakhir Teknik Pertanian didalamnya membekali generasi milenial tentang Alat Mesin Pertanian, Otomatisasi Pertanian dan Teknik Pertanian.

Pemerintah Perlu Mendorong Program Afirmasi Petani Milenial Ikatan Dinas

Indonesia tidak pernah kekurangan supply petani milenial jika dilihat dari data peserta didik SMK pertanian yang di atas, belum lagi jika ditambah dari data Mahasiswa Perguruan Tinggi bidang pertanian.

Permasalahan mendasar dari regenerasi petani milenial ini adalah tidak seimbangnya antara supply dan demand potensi petani milenial. Pemerintah gencar menyiapkan supply generasi petani milenial tapi ketika mereka sudah selesai menjalani pendidikan vokasi tidak ada demand yang seimbang. Akhirnya banyak lulusan yang sudah dibekali dengan ilmu pertanian tidak jadi petani dan hanya beberapa yang benar-benar jadi petani. Hal ini terjadi karena demand diserahkan pada kekuatan pasar.

Sudah saatnya Pemerintah wajib turun tangan melakukan rekayasa terbentuknya ekuilibirum  supply dan demand agar tercipta petani milenial masa depan Indonesia. Karena tanpa turut campur pemerintah sangat mustahil permasalahan regenerasi petani ini dapat diselesaikan. Karena menjadi petani adalah pekerjaan paling beresiko. Cibiran dan pesimistis sering mengiringi. Apalagi modal yang dibutuhkan dan resiko yang dihadapi cukup besar. Unpredictible dan uncertainty yang selalu mengiringi. Terkait kondisi alam dan kondisi pasar yang seringnya tidak menentu.  Harga barang bukan petani yang menentukan.

Turut campur Pemerintah dalam rekayasa terbentuknya ekuilibirum supply dan demand petani milenial sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh negara-negara di dunia seperti Amerika Serikat dengan program Farm Service Agency, Iowa Agricultural Development Division dan Farm Credit. Australia dengan program Young Farmer Finance Scheme. Uni Eropa dengan program The Young Farmers Scheme. Jepang dengan program Farm Succession Aid Programme dan Young People Employed by Farms. Thailand dengan program new farmer development

Pemerintah Indonesia perlu melakukan inisiasi program Petani Milenial Ikatan Dinas. Program Ikatan Dinas ini mampu menarik generasi milenial untuk menjadi Petani. Program Ikatan Dinas ini diberikan kepada lulusan SMK Bidang Pertanian dan Perguruan Tinggi bidang pertanian untuk menjadi Petani Milenial dengan menggarap lahan-lahan tidur pemerintah. Skema ikatan dinas diberikan sampai petani milenial tersebut mandiri dengan pendampingan dari Pemerintah, dan Ikatan Dinas bersifat bergulir yang selanjutnya dapat diberikan pada calon petani milenial selanjutnya. Agar berjalan sukses program ini harus dikuti dengan afirmasi pemerintah dengan membeli produk-produk hasil pertanian mereka yang diukur sesuai dengan staandar dalam rangka mengisi kebutuhan logistik pangan negara dan bahkan dapat dikomersialkan dengan harga pasar nantinya oleh BUMN. Adapun skema ekuilibirum  supply dan demand dijelaskan pada grafik dibawah ini

Pendanaan Petani Milenial Ikatan Dinas dapat diambilkan dari porsi pengembangan Dana Abadi Pendidikan. Selama ini Dana Abadi dikelola oleh LPDP sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2019 tentang Dana Abadi Pendidikan. Dana Abadi Pendidikan dapat dikembangkan dalam bentuk investasi jangka pendek dan/atau jangka panjang pada surat berharga maupun nonsurat berharga di dalam dan/atau di luar negeri. Dalam menjalankan tugas pengembangan dana, LPDP dapat bekerjasama dengan pihak ketiga, dengan tetap mengedepankan praktik bisnis yang sehat dan risiko yang terkelola, serta memperhatikan prinsip tata kelola yang baik.

Program Petani Milenial Ikatan Dinas diharapkan akan terwujud berlangsungnya alih generasi petani Indonesia dalam rangka kemandirian pangan Indonesia masa depan. (AWK)