Urgensi Moderasi Beragama

Keberagaman merupakan sebuah keniscayaan yang tidak bisa kita tolak, melainkan harus kita terima. Karena sudah menjadi takdir dari Tuhan Yang Maha Pencipta. Indonesia sebagai negara yang multikultural harus mampu bersikap toleran terhadap keragaman yang ada. Menghilangkan sikap fanatik buta terhadap suatu golongan dan merasa paling benar sendiri merupakan salah satu syarat dalam menjaga kerukunan dalam berbangsa.
Biasanya, awal terjadinya konflik berlatar agama ini disulut oleh sikap saling menyalahkan tafsir dan paham keagamaan, merasa benar sendiri, serta tidak membuka diri pada tafsir dan pandangan keagamaan orang lain. Oleh karena itu, perlu kiranya kita memahami makna dan urgensi dalam “Moderasi Beragama” untuk menciptakan kerukunan antarumat beragama.
Definisi Moderasi Beragama
Kata moderasi berasal dari Bahasa Latin moderâtio, yang berarti ke-sedang-an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Kata itu juga berarti penguasaan diri (dari sikap sangat kelebihan dan kekurangan). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyediakan dua pengertian kata moderasi, yakni: 1. n pengurangan kekerasan, dan 2. n penghindaran keekstreman. Jika dikatakan, “orang itu bersikap moderat”, kalimat itu berarti bahwa orang itu bersikap wajar, biasa-biasa saja, dan tidak ekstrem.
Kalau dianalogikan, moderasi adalah ibarat gerak dari pinggir yang selalu cenderung menuju pusat atau sumbu (centripetal). Moderasi beragama kemudian dapat dipahami sebagai cara pandang, sikap, dan perilaku selalu mengambil posisi di tengah-tengah, selalu bertindak adil, dan tidak ekstrem dalam beragama. Moderasi beragama merupakan suatu sikap yang akan menimbulkan kerukunan antarumat beragama serta menguatkan rasa toleransi terhadap perbedaan.
Pentingnya Moderasi Beragama
Mungkin bagi banyak orang akan mepertanyakan apa pentingnya moderasi beragama khusunya bagi bangsa Indonesia? Secara umum, jawabannya adalah karena keragaman dalam beragama itu niscaya, tidak mungkin dihilangkan. Ide dasar moderasi adalah untuk mencari persamaan dan bukan mempertajam perbedaan. Jika dielaborasi lebih lanjut, ada setidaknya tiga alasan utama mengapa kita perlu moderasi beragama
Pertama, salah satu esensi kehadiran agama adalah untuk menjaga martabat manusia sebagai makhluk mulia ciptaan Tuhan, termasuk menjaga untuk tidak menghilangkan nyawanya. Itu mengapa setiap agama selalu membawa misi damai dan keselamatan. Untuk mencapai itu, agama selalu menghadirkan ajaran tentang keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan; agama juga mengajarkan bahwa menjaga nyawa manusia harus menjadi prioritas; menghilangkan satu nyawa sama artinya dengan menghilangkan nyawa keseluruhan umat manusia. Moderasi beragama menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
Kedua, ribuan tahun setelah agama-agama lahir, manusia semakin bertambah dan beragam, bersuku-suku, berbangsa-bangsa, beraneka warna kulit, tersebar di berbagai negeri dan wilayah. Seiring dengan perkembangan dan persebaran umat manusia, agama juga turut berkembang dan tersebar. Teks-teks agama pun mengalami multitafsir, kebenaran menjadi beranak pinak; sebagian pemeluk agama tidak lagi berpegang teguh pada esensi dan hakikat ajaran agamanya, melainkan bersikap fanatik pada tafsir kebenaran versi yang disukainya, dan terkadang tafsir yang sesuai dengan kepentingan politiknya. Maka, konflik pun tak terelakkan. Kompleksitas kehidupan manusia dan agama seperti itu terjadi di berbagai belahan dunia, tidak saja di Indonesia dan Asia, melainkan juga di berbagai belahan dunia lainnya. Konteks ini yang menyebabkan pentingnya moderasi beragama, agar peradaban manusia tidak musnah akibat konflik berlatar agama.
Ketiga, khusus dalam konteks Indonesia, moderasi beragama diperlukan sebagai strategi kebudayaan kita dalam merawat keindonesiaan. Sebagai bangsa yang sangat heterogen, sejak awal para pendiri bangsa sudah berhasil mewariskan satu bentuk kesepakatan dalam berbangsa dan bernegara, yakni Pancasila dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang telah nyata berhasil menyatukan semua kelompok agama, etnis, bahasa, dan budaya. Indonesia disepakati bukan negara agama, tapi juga tidak memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari warganya. (Kemenag RI, 2019)
Moderasi beragama tentunya mempunyai beberapa karakter, dalam sebuah seminar dengan tema “Moderasi Beragama”, Azyumardi Azra memaparkan beberapa karakter Ummatan Wasathiyah diantaranya; bersifat tawasut (berada di tengah), selalu berimbang, bersifat adil, tasamuh (toleransi) dan cinta tanah air. Dari pembahasan diatas, perlunya memahami moderasi beragama secara benar merupakan suatu upaya mencari konvergensi dua kutub dalam beragama.
* Nirwansyah (Aktivis IMM Ciputat)