Dicari Pemimpin Masa Depan

Kaderisasi parpol dinilai masih lemah. Banyak partai menggaet tokoh di luar partai. Apakah hal serupa terjadi pada Pilpres 2019?

Dicari Pemimpin Masa Depan
Jokowi dan Prabowo

MONDAYREVIEW- Tak lama lagi, Prabowo Subianto akan mendeklarasikan dirinya sebagai calon presiden untuk Pilpres 2019. Persaingan politik pun kembali terulang seperti pada tahun 2014 Prabowo lawan Jokowi. Yang membedakan siapa yang mendampingi mereka, sebagai cawapres.

Siapakah cawapres Prabowo?

Belum ada jawaban pasti. Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra Ahmad Muzani mengaku, partainya sudah mengantongi 12-15 nama calon wakil presiden yang akan mendampingi Prabowo Subianto sebagai calon presiden dalam Pemilu 2019. Mereka berasal dari berbagai latar belakang.  “Capres dari parpol sekitar tujuh. Dari militer ada, tokoh Islam ada, kalangan perempuan juga ada satu sampai dua orang," kata Muzani.

Menurut Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR ini, nama-nama cawapres diambil dari nama-nama yang bermunculan dan menjadi perbincangan publik. Partai yag berkoalisi dengan Gerindra saat ini baru Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Kesuksesan di Pilkada DKI diharapkan kembali diukir dalam Pilpres 2019.

Akankah PKB bergabung dengan koalisi Gerindra PKS, seperti Pilkada Jawa Timur?

Sampai saat ini PKB belum memastikan akan bergandengan satu perahu melawan Jokowi dalam Pilpres. PKB rupanya masih menunggu sinyal dan komitmen politik untuk menjadikan Muhaimin Iskandar sebagai cawapres, baik dari Jokowi maupun Prabowo. 

Namun, Prabowo tak mungkin mengenyampingkan komitmen politik dengan PKS, yang sudah menyodorkan kader-kadernya sebagai cawapres. Ada sembilan nama  yang disodorkan PKS, ada Ahmad Heryawan, Hidayat Nur Wahid, Anis Matta, Irwan Prayitno, Sohibul Iman, Salim Segaf Al Jufri, Tifatul Sembiring, Muzammil Yusuf, dan Mardani Ali Sera.

Pengamat politik Indria Samego menilai, Prabowo bakal lebih sulit memilih calon wakil presiden dari PKS ketimbang partai lain. "Karena dari sembilan nama yang diusung, tak ada tokoh yang paling dominan," kata Samego.

Pilihan lain, bisa saja koalisi Gerindra PKS mengusung wapres dari tokoh nasional non partai. Yang saat ini mencuat, ada Gatot Nurmantyo, Mahfud MD, Tuan Guru Bajang Zainul Majdi, Din Syamsuddin, Said Aqil Siraj dan Anies Rasyid Baswedan. Namun, nama-nama ini belum bisa meyakinkan mendongkrak elektabilitas Prabowo.

Prabowo Gatot sulit diterima publik, karena sama-sama berasal dari unsur militer. Bersanding dengan Anies pun belum menjadi jaminan. Kesuksesan Anies belum teruji sebagai gubernur DKI Jakarta. Memilih Din Syamsuddin (berasal dari Muhammadiyah) atau Said Aqil (dari NU) memiliki kelemahan, karena berasal dari ormas Islam besar, yang bisa saling menegasikan dalam perolehan suara rakyat.

Yang paling kecil resikonya, Prabowo memilih Mahfud MD atau TGB Zainul Majdi. Mahmud MD, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi dan Menteri Pertahanan era Presiden Gus Dur, cukup dikenal publik. Meskipun berasal dari NU, bisa diterima di kalangan Muhammadiyah dan kelompok islam lainnya. Ia dikenal sebagai sosok yang bersih, intelektual dan memiliki visi kebangsaan.

Sementara TGB Zainul Majdi Gubernur NTB dua periode ini, kini mulai dikenal masyarakat. Keberhasilan sebagai gubernur dan sebagai tokoh ulama, diharapkan bisa menggaet massa Islam lebih luas lagi. TGB saat ini rajin berkeliling ke berbagai pesantren NU di Jawa, dan bertemu para kyai untuk mendapat restu. Tokoh muda ini digadang-gadang sebagai pemimpin masa depan.

Untuk mengusung salah satu dua tokoh ini, mungkin akan tersandung dari partai koalisi. PKS yang sudah berkeringat dan memiliki mesin politik lebih solid, tak mungkin dikesampingkan. Karena, PKS sebenarnya punya kader-kader hebat tapi masih minim publikasi.

Ahmad Heryawan, atau Aher misalnya. Jika dibandingkan dengan TGB Zainul Majdi, sama-sama pernah menjabat gubernur dua periode. Bahkan, Aher saat menjabat Gubernur Jawa Barat ini, pernah meraih penghargaan lebih banyak daripada TGB. Mereka sama-sama  memiliki pemahaman keislaman yang luas.  Aher lulusan LIPIA (cabang dari Universitas Imam bin Saud, Riyadh di Jakarta) dan TGB dari Al Azhar Mesir. Yang membedakan, Aher kader partai dari PKS, sedangkan TGB bukan kader politik dan tidak memiliki mesin politik partai meskipun dicalonkan Demokrat untuk periode kedua sebagai Gubernur NTB

Lalu, bagaimana dengan Jokowi? Siapa cawapres yang bakal dipilihnya?

PDIP kini sedang mencari pendamping yang cocok sebagai cawapres Jokowi. Sebelum memilih orang, partai berlambang banteng itu telah menyiapkan kriteria cawapres pendamping Jokowi.

Salah satu syaratnya, menurut Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP, dia harus sosok yang rajin turun ke masyarakat. "Ciri kepemimpinan adalah dia bergerak ke bawah. Dia harus memahami siapa yang dipimpinnya," katanya. Kedua, PDIP mempertimbangkan cawapres berasal dari kalangan partai politik. Alasannya, parpol berhasil menjalankan fungsi kaderisasi kepemimpinan. Cawapres dari kalangan parpol juga memiliki kekuatan kolektif yang akan memperkuat kekuatan riil kepemimpinan Jokowi.

Untuk kaderisasi partai, Puan Maharani sempat dimasukan dalam bursa cawapres mendampingi Jokowi. Sebagai mantan ketua Badan Pemenangan Pemilihan Umum (Bappilu) PDI Perjuangan pada Pemilu 2014, Puan dianggap sangat layak mendampingi Jokowi sebagai cawapres. Puan Maharani sudah terbukti kiprahnya dalam kesuksesan PDIP memenangkan Jokowi pada 2014.

Kaderisasi pemimpin menjadi persoalan serius hampir di semua partai. Untuk memenangkan pilkada, banyak partai meminang dari kalangan TNI/Polri, tokoh masyarakat bahkan artis. Hal serupa mungkin terjadi pada Pilpes 2019.

Pilpres merupakan momentum strategis untuk mempersiapkan kaderisasi kepemimpinan di masa depan. Namun, untuk kepentingan pragmatis, partai politik tetap  harus realitis.  Jadi, mau memilih kader parpol atau tokoh nasional..?