INDEF : Mengurai Kalutnya Rencana Pembelian Alutsista dan Anggaran Pertahanan 

INDEF : Mengurai Kalutnya Rencana Pembelian Alutsista dan Anggaran Pertahanan 
kapal selam adalah salah satu alutsista penting bagi INdonesia sebagai negara kepulauan/ goodnewsfromindonesia

MONITORDAY.COM - Urusan pertahanan dan keamanan bukan hanya menjadi domain TNI dan POLRI sebagai aktor utamanya. Namun hal tersebut menjadi urusan publik atau rakyat yang berkepentingan atas terjaminnya rasa keamanan.  Sehingga penentuan kebijakan dan anggaran pertahanan juga harus dijelaskan kepada publik. 

Kebijakan pertahanan tak berdiri di ruang kosong. Ada banyak pendekatan misalnya Defence Capability Based, ada pula yang menggunakan pendekatan Threat Assesment dengan melihat dinamika lingkungan. Setidaknya hal itulah yang diungkapkan Al A'raf selaku Ketua Centra Initiative dan Anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan dalam Webinar bertajuk Kalutnya Rencana Pembelian Alutsista Rp1,7 Kuadriliun yang diselenggarakan oleh INDEF (9/6/2021) dalam platform zoom dan disiarkan melalui Youtube. 

Lebih lanjut Al Araf mengkritisi liberalisasi pertahanan yang mengakibatkan terhambatnya offset bagi industri pertahanan dalam negeri. Sektor swasta kini berhak menjadi lead integrator dan memiliki posisi yang sama dengan industri pertahanan.  

Mekanisme defence offset dalam pengadaan persenjataan pertahanan telah dilakukan dengan tiga jenis offset: pembelian lisensi, coproduction, dan codevelopment, akan tetapi mekanisme offset belum cukup mampu menopang kebutuhan alat pertahanan di Indonesia,disebabkan karena jenis persenjataan dan alat pertahanan yang memanfaatkan mekanisme defence offset tidak secara spesifik pada kebutuhan mendesak, seperti pesawat tempur, kapal frigat, tank, dan lain sebagainya. Demikian dikutip dari tulisan Muradi dalam Praktik-praktik Defense Offset di Indonesia. 

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menegaskan bahwa seluruh anggaran pertahanan dapat dipenuhi hanya dengan utang. Ada yang masuk dalam Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah Khusus Tahun 2020-2024 yakni sebesar USD 32.505.274.686. 

Adnan juga mengkritisi besarnya biaya kontijensi, perawatan dan pemeliharaan yangs etara dengan 41% harga pembelian alutsista mengingat dalam praktiknya ada 5 tahun masa asuransi dari produsen senjata. Disamping itu bunga yang dibayarkan juga lebih mahal karena skema pengadaan untuk 5 renstra diadakan sekaligus dalam 2,5 tahun (2020-2024).  

Sementara Direktur Riset INDEF Berly Martawardaya menegaskan bahwa menilai apabila pemerintah ingin menaikkan anggaran pertahanan, maka lebih baik untuk menaikkan rasio penerimaan pajak atau tax ratio terlebih dahulu.

Jika dibandingkan dengan Korea Selatan dan Filipina yang memiliki tax ratio lebih tinggi, maka Berly menilai wajar apabila lebih banyak anggaran di negara tersebut yang dapat dialokasikan ke sektor pertahanan. Baca Juga : Stafsus Menkeu Balas Rizal Ramli, Soal Tax Ratio & Tax Amnesty II. 

Menurut Berly kalau penerimaan [pajak] lebih tinggi, maka lebih banyak yang bisa dialokasikan untuk semua item termasuk ke defense atau alutsista. Sehingga, tahapan yang umum yaitu naikkan dulu penerimaan, baru lebih banyak dialokasikan lagi ke sektor-sektor yang dianggap prioritas atau tertinggal. 

Dalam publikasi jelang diskusi INDEF memaparkan bahwa Pemerintah telah mencanangkan kebijakan Minimum Essential Force (MEF) sejak tahun 2007, yang terbagi dalam tiga fase yaitu fase pertama 2010-2014, fase kedua 2015-2019, dan fase ketiga 2020-2024. Pencapaian MEF didukung oleh anggaran pertahanan di APBN yang cenderung meningkat setiap tahunnya. 

Baru-baru ini beredar di publik tentang kebutuhan anggaran untuk masterplan modernisasi alutsista pada kisaran Rp1.750 triliun. Sektor pertahanan penting bagi negara yang besar dan pada lokasi strategis seperti Indonesia, pada sisi lain transparansi dan akuntabilitas anggaran alutsista juga sangat dibutuhkan sehingga masyarakat yakin bahwa anggaran yang tidak kecil tersebut tepat sasaran khususnya di masa pandemi dan pemulihan. 

Untuk membahas hal tersebut secara komprehensif, INDEF akan menyelenggarakan diskusi daring dengan tema “Kalutnya Rencana Pembelian Alutsista Rp1,7 Kuadriliun”.