Ilmuwan Jepang : Jika CCL17 Kurang dari 100 Pikogram, Rawat Inap

Salah satu masalah di tengah keterbatasan fasilitas kesehatan adalah menentukan pasien Covid-19 yang harus mendapat layanan rawat inap. Meski kini pasien Covid-19 di Indonesia diharuskan menjalani isolasi di fasilitas yang disediakan pemerintah bukan tidak mungkin ada lonjakan jumlah pasien yang membuat otoritas kesehatan harus memilih prioritas pasien yang harus menjalani rawat inap.

Ilmuwan Jepang : Jika CCL17 Kurang dari 100 Pikogram, Rawat Inap
ilmuwan jepang/ kyodo news

MONDAYREVIEW.COM – Salah satu masalah di tengah keterbatasan fasilitas kesehatan adalah menentukan pasien Covid-19 yang harus mendapat layanan rawat inap. Meski kini pasien Covid-19 di Indonesia diharuskan menjalani isolasi di fasilitas yang disediakan pemerintah bukan tidak mungkin ada lonjakan jumlah pasien yang membuat otoritas kesehatan harus memilih prioritas pasien yang harus menjalani rawat inap.

Ada berita baik datang dari Negeri Matahari Terbit. Para peneliti Jepang mengembangkan tes darah yang menurut mereka  bisa saja dijadikan sebagai sistem peringatan dini kasus parah COVID-19, dan mengerahkan 500 mesin prototipe untuk menguji keampuhannya secara nasional.

Tes darah dilakukan untuk membaca serum. Peneliti dari Pusat Nasional Medis dan Kesehatan Global yang sebelumnya menguji lima senyawa dalam darah 28 pasien, menemukan bahwa pembacaan serum CCL17 yang rendah menjadi prediksi dari infeksi serius COVID-19. Hasil itu menunjukkan bahwa tes awal untuk serum dapat membantu menentukan pasien mana yang memerlukan rawat inap rumah sakit.  

Ada parameter yang menujukkan keseriusan infeksi virus Corona yang mengakibatkan penurunan serum tertentu dalam darah. Jika CCL17 lebih kecil dari 100 pikogram per milimeter, kemudian kami meminta mereka untuk dirawat inap, namun jika di atas dari 400, pasien dapat tinggal di hotel atau rumah mereka dan diperiksa setiap tiga hari. Demikian kata kepala peneliti Masaya Sugiyama kepada Reuters, Jumat.

Menurutnya, data lain diperlukan guna memastikan hasil dari riset mikro tersebut, kata Sugiyama. Namun sejak uji coba 28 pasien, kelompok tersebut telah bermitra dengan sebuah perusahaan Jepang untuk mengembangkan mesin uji prototipe untuk serum.

Hampir 500 perangkat kini digunakan di negara tersebut, yang memberikan hasilnya dalam waktu 20 menit. Kelompok peneliti bersiap mencari persetujuan regulasi untuk perangkat tersebut di Jepang dan sedang memeriksa opsi lisensi dan ekspor untuk pasaran di luar negeri, menurut Sugiyama, yang menolak menyebutkan nama perusahaan yang dimaksud.

Siapa yang akan berkembang menjadi (potensi) kasus kematian atau mereka yang tanpa gejala sangat penting untuk diklarifikasi. Metode ini akan tersedia di seluruh dunia, dan jika mereka mengujinya, maka (penentuan) akan sangat mudah dipahami.

Pemerintah Jepang telah menyusun pedoman sementara tentang vaksin virus corona. Draf tersebut menunjukkan bahwa profesional medis dan lansia akan menjadi yang pertama dirawat. Dikatakan petugas medis berisiko lebih tinggi terkena infeksi dan orang lanjut usia lebih mungkin mengembangkan gejala serius.

Draf mencatat bahwa diskusi lebih lanjut akan diadakan mengenai sejauh mana wanita hamil dan penyedia perawatan untuk lansia harus diprioritaskan. Dikatakan bahwa pemerintah pusat akan mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa pemerintah daerah tidak harus menanggung beban keuangan untuk vaksin.

Draf tersebut mengatakan pemerintah akan menerapkan langkah-langkah bantuan untuk efek kesehatan negatif yang dapat disebabkan oleh vaksin. Pemerintah juga akan menyiapkan pengaturan hukum untuk memberi kompensasi kepada perusahaan farmasi atas kerugian yang mungkin mereka alami karena efek negatif tersebut.

Pemerintah akan menyelesaikan kebijakan dasar setelah memutuskan hal-hal seperti apakah akan meminta orang yang berharap akan divaksinasi untuk membayar suntikan, siapa lagi yang harus diprioritaskan, dan bagaimana cara mendistribusikan dosis.