HTI di Mata BIN

HTI adalah gerakan trans-nasional yang ingin mengganti NKRI dan Pancasila menjadi sistem khilafah.

HTI di Mata BIN
Istimewa

MONDAYREVIEW.COM -  Keputusan pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) merupakan langkah yang sangat tepat. Pasalnya HTI merupakan gerakan politik, bukan gerakan dawah seperti organisasi keagamaan lainnya.

HTI dinilai sangat berambisi untuk menggantikan dasar negara Indonesia dengan Daulah Islamiyah. "HTI adalah gerakan trans-nasional yang ingin mengganti NKRI dan Pancasila menjadi sistem khilafah," kata Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Jenderal Budi Gunawan, seperti dilansir RMol  Jumat, (12/5).

Budi menegaskan pelarangan HTI tidak hanya terjadi di Indonesia. Banyak negara yang melarang kehadiran HTI. Baik di negara-negara demokrasi, negara Islam maupun negara yang berpenduduk mayoritas muslim.

"Antara lain Arab Saudi, Belanda, Malaysia, Turki, Perancis, Tunisia, Denmark, Yordania, Jerman, Mesir, Spanyol, Uzbekistan, Rusia, Pakistan, dan lain-lain," jelasnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Mantan Wakil kepala Badan Intelijen Negara (BIN) KH As'ad Said Ali. Menurutnya HTI sangat berambisi mengganti dasar negara dengan Daulah Islamiyah.

Kendati demikian Wakil Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengingatkan agar pembubaran HTI harus lepas dari tendensi politik. Wacana pembubaran harus berdasarkan niat tulus untuk menjaga Negara Kesatuan Negara Indonesia (NKRI).

"Kalau membubarkan harus berdasarkan ketulusan, demi NKRI bukan karena politik," jelasnya.

Lebih lanjut dia menegaskan bahwa HTI tidak mendapatkan tempat dan izin di semua negara Islam.  Namun yang mengherankan HTI malah berkembang di negara yang bukan mayoritas berpenduduk Islam. Antara lain di Amerika dan Inggris.

"Hanya di Amerika dan Inggris, Hizbut Tahrir mempunyai izin dan dibiarkan berkembang dengan baik,” ujarnya.

Melihat hal tersebut Alumnus Fisipol UGM Yogyakarta memiliki asumsi keberadaan HTI ini bisa menjadi corong negara-negara barat untuk 'mengobok-obok' negara Islam atau negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam.

"Keberadaan paham ala barat yang menjunjung tinggi individualisme dan mengebiri kebersamaan, dan ini merupakan masalah besar yang lebih berbahaya ketimbang terorisme," demikain KH As'ad Said Ali.

Sementara itu Juru Bicara HTI Muhammad Ismail Yusanto menolak keras tudingan pemerintah bahwa organisasinya bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Terlebih wacana pembubaran tersebut tidak ada tindakan persuasif semacam teguran tertulis maupun diskusi.

Ismail mengungkapkan selama 20 tahun berdiri di Indonesia HTI sejalan dengan pemerintah. Dakwah HTI yang  sudah tersebar di 33 provinsi dan lebih dari 300 kota dan kabupaten tidak pernah ada niatan dan ajakan untuk memecah belah kesatuan bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila.