Bukan Sekedar Bikin Kartu : Esensinya Layanan Publik
Banyaknya kartu yang diterbitkan Pemerintah Joko Widodo untuk mendorong rakyat yang membutuhkan bantuan dan dukungan dalam akses layanan dasar menuai kritik dari berbagai fihak. Polemik berkisar bukan pada esensi di balik penerbitan kartu namun pada ranah teknis dimana jumlah kartu yang banyak dinilai merepotkan dan tidak efisien.

MONDAYREVIEW.COM – Banyaknya kartu yang diterbitkan Pemerintah Joko Widodo untuk mendorong rakyat yang membutuhkan bantuan dan dukungan dalam akses layanan dasar menuai kritik dari berbagai fihak. Polemik berkisar bukan pada esensi di balik penerbitan kartu namun pada ranah teknis dimana jumlah kartu yang banyak dinilai merepotkan dan tidak efisien.
“Esensinya adalah kebijakan di balik terbitnya kartu itu. Soal integrasi data dalam e-ktp sebagai kartu untuk mengakses seluruh layanan itu adalah soal lain yang secara realistis membutuhkan waktu untuk mengintegrasikannya, “ kata Koordinator Balad Jokowi, M. Muchlas Rowie pada Sabtu (6/4/2019)
Layanan dasar bagi publik menjadi tanggung jawab Pemerintah. Pendidikan dan Kesehatan, misalnya, menjadi prioritas yang niscaya untuk dibenahi. Pajak yang dipungut dari kantong rakyat harus dikembalikan dalam bentuk layanan publik.
Divisi Riset Balad Jokowi juga membuat kajian yang menyimpulkan bahwa kebijakan Pemerintah dengan Program Indonesia Pintar, Program Indonesia Sehat, dan Program Keluarga Harapan relatif efektif dan tepat sasaran. Disamping pungutan biaya pendidikan yang relatif sudah ditiadakan di sekolah-sekolah negeri, maka bantuan untuk meringankan biaya personal pun diperlukan untuk memastikan bahwa peserta didik bisa membeli buku, punya uang saku dan uang transpor untuk pergi ke sekolah, dan keperluan lainnya.
Sebagai contoh adalah Program Indonesia Pintar melalui KIP (Karti Indonesia Pintar). Anggaran pendidikan yang mencapai 20% dari APBN memberi ruang fiskal yang cukup bagi Pemerintah untuk mendorong penyelenggaraan pendidikan yang murah bagi rakyat. Tak terkecuali dukungan bagi peserta didik yang berasal dari keluarga tidak mampu. Kebijakan Kartu Indonesia Pintar menjadi jalan bagi Pemerintah untuk memberdayakan warga negara yang sedang menuntut ilmu di sekolah dasar dan menengah.
Program Indonesia Pintar (PIP) melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP) adalah pemberian bantuan tunai pendidikan kepada anak usia sekolah (usia 6 - 21 tahun) yang berasal dari keluarga miskin, rentan miskin dalam hal ini pemilik Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), peserta Program Keluarga Harapan (PKH), yatim piatu, penyandang disabilitas, korban bencana alam/musibah. PIP merupakan bagian dari penyempurnaan program Bantuan Siswa Miskin (BSM).
Dalam situs Program Indonesia Pintar telah dipaparkan sasaran utama program tersebut. Peserta didik pemegang KIP, peserta didik dari keluarga miskin/rentan miskin dengan pertimbangan khusus, peserta didik SMK yang menempuh studi keahlian kelompok bidang Pertanian, Perikanan, Peternakan, Kehutanan, Pelayaran, dan Kemaritiman.
PIP merupakan kerja sama tiga kementerian yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Sosial (Kemensos), dan Kementerian Agama (Kemenag).
PIP dirancang untuk membantu anak-anak usia sekolah dari keluarga miskin/rentan miskin/prioritas tetap mendapatkan layanan pendidikan sampai tamat pendidikan menengah, baik melalui jalur pendidikan formal (mulai SD/MI hingga anak Lulus SMA/SMK/MA) maupun pendidikan non formal (Paket A hingga Paket C serta kursus terstandar).
Melalui program ini pemerintah berupaya mencegah peserta didik dari kemungkinan putus sekolah, dan diharapkan dapat menarik siswa putus sekolah agar kembali melanjutkan pendidikannya.
PIP juga diharapkan dapat meringankan biaya personal pendidikan peserta didik, baik biaya langsung maupun tidak langsung. Mengapa harus ada Kartu Indonesia Pintar (KIP? KIP diberikan sebagai penanda/identitas penerima bantuan pendidikan PIP. Kartu ini memberi jaminan dan kepastian anak-anak usia sekolah terdaftar sebagai penerima bantuan pendidikan.