Henny Kristianus, Perempuan Tangguh Pejuang Kemanusiaan
MONDAYREVIEW.COM, Jakarta - Risau Camar memberi kabar bahwa masih banyak anak Indonesia yang hidup dalam kekurangan. Situasi memprihatinkan ini akhirnya menggerakan insan manusia untuk berbagi kepada sesamanya. Ya, dia adalah Henny Kristianus. Tokoh perempuan ini menghibahkan dirinya untuk kemanusiaan.

MONDAYREVIEW.COM, Jakarta - Risau Camar memberi kabar bahwa masih banyak anak Indonesia yang hidup dalam kekurangan. Situasi memprihatinkan ini akhirnya menggerakan insan manusia untuk berbagi kepada sesamanya. Ya, dia adalah Henny Kristianus. Tokoh perempuan ini menghibahkan dirinya untuk kemanusiaan.
Ketidakmerataan pembangunan menyebabkan kesenjangan sosial yang begitu lebar. Kemiskinan dimana-mana. Di kota-kota besar hingga pedalaman, kemiskinan adalah momok yang mudah dijumpai di negeri yang kaya akan sumber daya alam ini.
Banyak orang berteriak-teriak atas nama kemanusiaan, namun minim aksi. Pun sebaliknya, ada orang yang sering melakukan aksi tapi tak pernah berteriak. Itulah yang dilakukan Henny Kristianus beserta Yayasan Tangan Pengharapan. Berbekal tekad dan niatan tulus, Henny dkk kerap melakukan aksi sosial-kemanusiaan tanpa meneriaki siapapun. Lebih baik aksi ketimbang teriak.
Henny Kristianus merupakan perempuan hebat kelahiran Jakarta, 23 Januari 1978. Perjuangan kemanusiaan Henny dimulai ketika dirinya pulang ke Indonesia pada tahun 2006, setelah sebelumnya tinggal di Australia.
Sesampainya di Indonesia, ia melihat banyak anak yang dieksploitasi dan diajak mengemis oleh ibunya di Ibu Kota. Henny pun tak kuasa menahan pedih. Suara hatinya pun berbisik, "kamu harus tinggal disini." Namun ia bergeming dan tak mengerti maksud bisikan itu.
Waktu terus berjalan, dua bulan kemudian Henny diminta oleh suaminya, Yohanes Kristianus untuk kembali pulang ke Negeri Kangguru.
"Saya bertanya, bagaimana kalau tinggal di Indonesia saja? Tentu ini keputusan yang cukup “gila” mengingat di Australia kami sudah mendapatkan Permanent Residence (PR). Hidup kami bisa dibilang mapan, ada rumah, bisnis bagus, keluarga besar di sana juga. Sementara kalau pulang ke Indonesia berarti kami harus memulai semuanya dari nol," tutur Henny.
Mendengar keinginan Henny, Yohanes pun setuju. Tak lama berselang, suaminya ini mendapatkan tawaran pekerjaan dari seorang pengusaha untuk membantu satu gereja di Kota Bandung. Sungguh, bagi Henny hal tersebut merupakan anugerah dari Tuhan.
Di Bandung, lagi-lagi Henny melihat kesenjangan. Anak-anak usia dini tak bersekolah, mereka menemani orang tuanya mencari nafkah dengan mengemis.
Pergolakan batin dalam diri Henny pun terjadi. Ditengah kesedihannya, ia memikirkan nasib anak-anak kecil tersebut. Nah, disinilah ia mulai menolong kaum papa.
Bagi Henny, kepulangan dirinya ke Indonesia ditujukan demi menolong sesama. Mulanya ia mengajak anak-anak yang tidak bersekolah untuk belajar bahasa Inggris dirumahnya.
"Dari lima anak, jumlahnya kemudian berkembang menjadi delapan, kemudian sepuluh hingga lima belas anak," ungkapnya.
Penghasilan suami Henny dijadikan bala bantuan untuk kaum papa. Secara rutin, 30% dari penghasilan Yohanes digunakan untuk membeli sembako. Paket makanan bergizi ini kemudian dibagikan kepada masyarakat tidak mampu.
Tak dinyana, seorang pengusaha yang menggaji Henny dan Yohanes di Indonesia ini kemudian menawarkan mereka untuk kembali pulang ke Australia dalam rangka membantu seorang pendeta yang akan membuka gereja. Saat itu, dua sejoli ini ditawari gaji sebesar 4.000 USD plus rumah dan mobil.
Tapi, Henny dan Yohanes menolaknya. Mereka lebih memilih tinggal di Indonesia, tepatnya di Jakarta.
"Tak lama, saya ditawari sebuah perusahaan yang ingin membuka cabang di Jakarta. Mengetahui passion saya adalah membantu anak-anak jalanan dan anak-anak tidak mampu, mereka pun ikut membantu memberikan dana meskipun tidak full," ucap Henny.
Akhirnya, pada 2007, Henny mendirikan Yayasan Tangan Pengharapan. Yayasan ini lahir untuk melembagakan perjuangan kemanusiaan yang diinisiasikan oleh dirinya. Pendirian yayasan ini tak lepas dari bantuan keluarga, sanak saudara dan teman-teman.
"Sejak awal, karena tidak ingin donasi masuk ke rekening pribadi, maka ada rekening khusus yang bisa diaudit, sehingga semuanya transparan. Pelan-pelan dari sedikit dana yang masuk lama-lama semakin besar. Bahkan 60% donatur itu saya enggak kenal karena memang saya enggak pernah menyebarkan brosur. Dari sinilah saya mulai membuat program untuk Yayasan Tangan Pengharapan," tuturnya.
Di Jakarta, Henny membuka delapan Feeding Center untuk memberi makanan dan pendidikan gratis. Tercatat, sudah ada sekitar 1.028 anak yang dilayani hingga medio Oktober 2007. Pada Maret 2008, program ini dihentikan. Sebabnya, anak-anak yang hidup di jalanan itu merasa mudah mencari makan dijalan sehingga merasa tidak butuh pendidikan. Di sinilah Henny merasa putus asa, ia kemudian pergi ke pelosok negeri yang memang minim bantuan.
Sejak 2008, Henny berkeliling Indonesia. Mulai dari pulau, Jawa, Nusa Tenggara, Papua, Mentawai, Kalimantan, dan masih banyak lagi. Ia menyambangi daerah-daerah tersebut bersama Yayasan Tangan Pengharapan.
Di tempat pelosok tersebut, Henny dan yayasan kembali membuat program Feeding and Learning Center. Anak-anak pun bersuka cita menyambutnya. Ia bisa mendapatkan makanan bergizi dan pendidikan secara gratis. Tak hanya itu, ia juga membangun Children Resque Home. Tujuannya yaitu sebagai rumah perlindungan bagi anak-anak korban tindak kekerasan, anak kurang mampu yang berpestasi, anak yatim piatu, hingga anak pedalaman yang tak memiliki akses pendidikan.
Waktu terus berjalan, Henny dan yayasannya semakin berkembang. Kali ini, tak hanya anak-anak yang diberi perhatian lebih. Di daerah pelosok, ia memberikan modal usaha tanpa bunga bagi masyarakat. Lalu, ada juga pemberian program latihan singkat untuk mengajarkan berbagai keahlian.
"Ada juga pembangunan rumah sehat, pembangunan fasilitas MCK umum dan pengadaan air bersih, pelatihan tanggap bencana hingga sponsorship guru pedalaman," papar Henny.
Menurut dia, daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi perhatian yang paling utama karena daerah ini tergolong sulit.
Meski begitu, Henny tak pernah besar kepala. Ia tak pernah merasa puas untuk terus berbuat baik. Berkat karunia Tuhan, ia bisa melakukan kebaikan ini.
Henny berujar, kedepan akan terus mencari daerah-daerah yang belum terjangkau. Nantinya, ditempat itu akan dibangun sekolah. Bahkan, ia bercita-cita untuk menginjakkan kaki ke seluruh pulau di Indonesia.
Tak banyak orang seperti Henny Kristianus. Semoga Indonesia masih memiliki anak bangsa yang serupa dengannya.
"Orang seringkali dinilai dari agama, status, pendidikan dan keluarganya. Tapi saya melihat orang bisa menjadi baik, tidak ada hubungan dengan semua penilaian itu. Kebaikan lahir dari hati, keputusan dan anugerah Tuhan," demikian kutipan kalimat bijak dari akun Instagram Henny Kristianus.
FAHREZA RIZKY
Tulisan ini disarikan dan dikembangkan dari: tabloidnova.com