Harga Saham Bank Digital vs Nasib Karyawan

MONITORDAY.COM - Mengapa bank-bank digital tumbuh dan sahamnya laku keras? Bank digital tumbuh setidaknya karena 3 alasan. Pertama, besarnya populasi masyarakat Indonesia yang belum memiliki rekening bank (unbanked population). Jumlahnya mencapai 52 persen atau sekitar 95 juta orang. Kedua, lebih dari 47 juta penduduk dewasa tidak memiliki akses memadai pada kredit, investasi dan asuransi. Ketiga, penetrasi smartphone di Indonesia mencapai hingga 70-80 persen. Fakta ini mengkonfirmasi masyarakat Indonesia secara infrastruktur sangat siap untuk perbankan digital.
Saham bank digital masih menarik walaupun sudah cukup mahal. Ini membuat harga saham bank digital sangat atraktif. Bank-bank digital lebih dilihat valuasi berdasarkan pertumbuhan nasabah atau penggunanya (users). Namun, mungkin agak tertahan kenaikannya karena rata-rata bank harus melakukan rights issue. Selain pertumbuhan user atau pengguna faktor lain yang perlu diperhatikan dalam melihat prospek bank digital adalah potensi ekosistem dan bagaimana manajemen bank mengeksekusi rencana digitalnya.
Ada sejumlah persoalan mendasar di balik gemerlapnya saham-saham bank digital yaitu soal manajemen risiko, daya serap tenaga kerja, masa depan karier para bankir dan kesejahteraan karyawan yang bekerja di dalamnya.
Dengan menggunakan Digital Maturity Assessment for Bank (DMAB), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut tingkat maturitas bank digital di Indonesia dari segi manajemen risiko baru mencapai 43%. Sementara berdasarkan Survei Nasional Literasi Keuangan yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2019, indeks inklusi keuangan mencapai 76,19%. Tetapi, indeks literasi keuangan baru di angka 38,03% (selisih 38,16%).
Lalu, transformasi layanan digital di sektor perbankan mengakibatkan pengurangan jumlah karyawan pada bank konvensional. Menurut OJK tak kurang dari 2.593 kantor cabang yang ditutup karena sudah tidak diperlukan lagi keberadaannya. Atau setidaknya sudah dianggap tidak efisien. Sementara pemangkasan jumlah karyawan terus terjadi. Sebagai ilustrasi bank BTPN memangkas 5.500 karyawannya. Sementara jumlah eks karyawan bank konvensional yang terserap oleh bank digital relatif sedikit.
Salah satu dampak digitalisasi adalah efisiensi. Job desk karyawan akan lebih fokus kepada penyelesaian masalah yang tidak dapat ditangani oleh layanan digital. Disamping berkurangnya jumlah karyawan yang tergantikan oleh teknologi dan segala pirantinya, kinerja karyawan juga digenjot maksimal. Ukuran produktivitas lebih menonjol daripada jam kerja. Sementara itu gaji atau upah karyawan masih banyak dikeluhkan. Bahkan menurut salah satu pegiat Serikat Pekerja masih ada karyawan bank yang menerima imbalan lebih rendah daripada karyawan minimarket.
Seluruh pemangku kepentingan dalam ekosistem perbankan digital harus memikirkan faktor peluang kerja, masa depan, karir, dan upah para bankir atau pekerja di sektor perbankan. Keseimbangan baru antara keuntungan para pengusaha dan nasib pekerja tidak mungkin dinafikan. Prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia jangan sampai dikhianati atas nama digitalisasi.