Hanura: Seharusnya PKB Dukung Kebijakan Lima Hari Sekolah, Bukan Malah Ancam Presiden
Sebagai partai pendukung pemerintah, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tidak pantas mengancam Presiden Jokowi.

MONDAYREVIEW.COM – Sebagai partai pendukung pemerintah, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tidak pantas mengancam Presiden Jokowi. Seharusnya malah mendukung kebijakan Joko Widodo dalam upaya penguatan pendidikan karakter.
Demikian disampaikan Sekretaris Fraksi Partai Hanura, Dadang Rusdiana dalam keterangan tertulisnya seperti dilansir Republika.co.id, Kamis (10/8).
Sebelumnya, PKB melalui Wakil Sekretaris Jenderal Maman Imanulhaq mengancam tidak akan kembali mencalonkan Joko Widodo dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mendatang jika presiden tidak segera mencabut kebijakan sekolah 8 jam 5 hari.
Menurut Dadang langkah yang telah dilakukan PKB akan mempengaruhi hubungan antarpartai pendukung pemerintah. Kendati demikian, politikus Partai Hanura ini menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden Joko Widodo untuk menilai langkah PKB yang telah mengungkapkan pernyataan berupa ancaman tersebut.
"Dari etika berkoalisi tidak pantas ancam mengancam. Tapi, soal mereka (PKB) harus keluar dari koalisi atau tidak itu bukan wewenang kami. Presidenlah nanti yang akan menilainya," paparnya.
Anggota Komisi X DPR ini mengingatkan kepada seluruh partai-partai koalisi pemerintah tetap menjaga keutuhan dan kekompakan. Kemudian juga harus sejalan dalam mengamankan seluruh kebijakan yang sudah ditetapkan oleh presiden, termasuk kebijakan sekolah 8 jam 5 hari.
Terkait kebijakan sekolah 8 jam 5 hari, menurut Dadang Rusdiana, dimaksudkan untuk menguatkan karakter anak didik bangsa Indonesia. Di samping memperhatikan nasib dan kesejahteraan guru. Dengan lima hari belajar, maka guru tidak perlu mencari tambahan mengajar ke sekolah lain untuk mengejar target 24 jam pengajaran sebagai syarat pemenuhan sertifikasi.
"Guru berada di sekolah itu, dan membuat perencanaan dan evaluasi dihitung sebagai aktivitas pemenuhan 24 jam pelajaran. Jadi, dari segi gagasan itu baik," terang Dadang Rusdiana.
Kemudian lima hari belajar juga tidak menghilangkan kesempatan anak didik belajar di madrasah. Bahkan madrasah diniyah menjadi bagian yang terintegrasi dengan kegiatan di sekolah formal. Sehingga belajar di madrasah menjadi keharusan. Jadi, sama sekali tidak akan meniadakan madrasah.
Maka dari itu, kata Dadang Rusdiana, akan dibuat Perpres yang mengatur lima hari belajar, bukan fullday school. Sehingga segalanya lebih jelas dan terintegrasi, agar kedudukan madrasah diniyah yang selama di bawah pembinaan Kemenag pun peran dan kedudukannya jelas.
"Berlebihan kalau urusan lima hari belajar "di-bargaining-kan" dengan usungan presiden. Kalau Hanura sendiri karena perintah Rapimnas dan dinyatakan berkali-kali oleh Ketum maka tidak ada pengkhianatan dari Hanura. Kita diperintahkan oleh Ketum dan Rapimnas untuk mendukung dan mengusung Jokowi tanpa syarat-syarat seperti itu," tutup Dadang Rusdiana.