Haedar Nashir Ajak Pemimpin Agama Ciptakan Suasana Damai dan Keadaban Mulia dalam Berbangsa

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir meminta warga persyarikatan dan umat Islam untuk bijak dan tak berlebihan menanggapi polemik klaim Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj yang menyebut ‘jika imam dan khatib masjid selain NU, salah’.

Haedar Nashir Ajak Pemimpin Agama Ciptakan Suasana Damai dan Keadaban Mulia dalam Berbangsa
Ketua Umum PP Muhammaidyah, Haedar Nashir.

MONITORDAY.COM - Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir meminta warga persyarikatan dan umat Islam untuk bijak dan tak berlebihan menanggapi polemik klaim Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj yang menyebut ‘jika imam dan khatib masjid selain NU, salah’.

“Tetap ciptakan suasana tenang dan ukhuwah, tidak perlu bereaksi melebihi takaran. Tunjukkan warga Persyarikatan cerdas dan dewasa,” terang Haedar saat dihubungi pada Senin (28/1).

Menurut Haedar, lebih baik umat Islam mengedepankan ukhuwah dan mengerjakan agenda-agenda yang positif untuk kemajuan umat dan bangsa. Itu lebih baik, kata dia, ketimbang mempersoalkan pernyataan KH Said Aqil, apalagi ini tahun politik.

“Hendaknya pernyataan Kyai Aqil Siradj jangan jadi polemik di lingkungan umat Islam dan masyarakat, lebih-lebih di tahun politik. Semua pihak diharapkan bijak dan tidak memperpanjang masalah ini. Kita kedepankan ukhuwah dan kerjakan agenda positif untuk kemajuan umat dan bangsa,” ujarnya.

Seperti diketahui, dalam acara Harlah Muslimat NU di Gelora Bung Karno pada Minggu (27/1) kemarin, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj mengatakan bahwa ‘Jika imam dan khatib masjid selain dari NU, maka salah semua’.

Muhammadiyah, kata Haedar, sangat berharap dan berpandangan tegas bahwa negara dan instansi pemerintah Indonesia harus menjadi milik bersama, seperti diamanatkan konstitusi, jangan menjadi milik golongan.

“Pemerintah harus berasaskan meritokrasi atau dasar kepantasan dan karir, jangan di atas kriteria primordilisme atau sekteranisme. Jika Indonesia ingin menjadi negara modern yang maju, maka bangun good governance dan profesionalisme, termasuk di Kementrian Agama,” tegas Haedar.

Lebih lanjut menurut Haedar, negara hangan dibangun berdasarkan kriteria golongan, apalagi dijadikan milik golongan tertentu. Jika primordialisme dibiarkan masuk dan dominan dalam institusi pemerintahan maka akan menghilangkan objektivisme dan prinsip negara milik semua.

“Bahaya jika hal itu dibiarkan, akan menjadi preseden buruk bagi demokrasi, bahkan dapat memicu konflik atau perebutan antargolongan di Indonesia,” tuturnya.

Haedar menegaskan, Indonesia jangan didominasi oleh satu golongan apalagi bermazhab golongan tertentu. Apalagi jika pandangan golongan itu menagasikan komponen bangsa lainnya, dengan menganggap diri paling benar. Hal itu, kata Haedar, merupakan bentuk dari fanatisme dan menjurus ke radikalisme. Bila sudah begitu, kata Haedar, mau dikemanakan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika?

Haedar lalu menghimbau, hendaknya semua tokoh umat dan bangsa penting mengedepankan ukhuwah secara autentik untuk merajut kebersamaan nan tulus dan tidak mengedepankan egoism golongan.

“Di tahun politik ini, bahkan jauhi ujaran-ujaran yang berpotensi menumbuhkan keretakan di tubuh umat dan bangsa, jika ingin Indonesia rukun dan utuh sebagaimana sering disuarakan dengan penuh gelora,” pungkas Haedar.

Para pemimpin agama semestinya, kata Haedar, dapat menampilkan uswah hasanah dan tidak menebar resah agar umat makin santun dan bijaksana.

“Mari ciptakan suasana damai dan keadaban mulia dalam berbangsa,” seru Haedar.