Terus Bicara Soal Utang, Prabowo Dinilai Tak Paham Ekonomi

Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin menilai Prabowo tidak paham ekonomi karena menyundir Menteri Keuangan dan menyebutnya sebagai menteri pencetak utang.

Terus Bicara Soal Utang, Prabowo Dinilai Tak Paham Ekonomi
Foto: Istimewa

MONITORDAY.COM - Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin menilai Prabowo tidak paham ekonomi karena menyindir Menteri Keuangan dan menyebutnya sebagai menteri pencetak utang.

Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf, Abdul Kadir Karding mengatakan bahwa utang dalam sebuah pemerintahan merupakan hal yang wajar, dan tidak ada negara di dunia yang tidak mempunyai utang. 

"Utang dalam sebuah negara merupakan hal yang lazim. Indonesia sudah berutang sejak 1946. Negara mana di dunia yang tidak utang? Yang terpenting bukan soal kita berutang atau tidak tapi untuk apa kita berutang," kata Karding, dalam keterangan tertulis, Senin (28/1). 

Lagipula, kata Dia, utang pemerintah selama ini ditujukan untuk hal-hal yang bersifat produktif. Mulai dari belanja pegawai hingga pembangun infrastruktur di berbagai daerah. Infrastruktur ini penting untuk menggerakkan roda ekonomi dari pusat ke daerah dan sebaliknya. Sehingga ketimpangan ekonomi bisa diperkecil dan kesejahteraan bisa diratakan.

"Pak Prabowo sebaiknya berhenti memprovokasi rakyat dengan ucapan-ucalan yang agresif. Jangan hanya karena ingin merebut kekuasaan rakyat kemudian dicekoki kebencian. Sebab yang akan rugi adalah seluruh bangsa ini," tuturnya. 

Karena itu, Karding berujar, bahwa apa yang dilakukan oleh Capres 02 itu bisa dikategorikan sebagai bentuk penghinaan terhadap lembaga negara. Sebab Kementerian Keuangan sebagai institusi pemerintah merupakan nomenklatur yang dilindungi oleh undang-undang. 

Politisi Partai PKB ini menambahkan, bahwa perkataan Prabowo itu tidak saja melukai seorang menteri keuangan, tapi juga menyakiti puluhan ribu pegawai kementerian keuangan dan keluarganya di seluruh Indonesia. "Seolah-olah apa yang telah mereka lakukan selama ini bukannya menyelesaikan masalah negara tapi justru menambah beban negara," ungkap Karding.