Hadapi Radikalisme Beragama, Akademisi UNJ Usung Literasi Khazanah Islam Kontemporer

Memahami secara berlebihan terhadap agama atau keyakinan tertentu sehingga literasi yang sejatinya rasional harus terbelunggu melahirkan pandemi beragama. 

Hadapi Radikalisme Beragama, Akademisi UNJ Usung Literasi Khazanah Islam Kontemporer
Akademisi UNJ, Dr. Andy Hadiyanto (dok : monitorday.com)

MONITORDAY.COM - Radikalisme dapat terjadi pada tataran pemikiran atau pada tingkat praktikal. Berjalan di tempat umum dengan membawa senjata tajam dan mengancam semua orang adalah perbuatan radikal yang membahayakan.

Tapi, pada level pemikiran, radikalisme bisa sangat diperlukan. Bagi seorang akademisi dan peneliti, pemikiran radikal diperlukan untuk menguji, membantah, atau memperbarui teori-teori yang sudah ada.

Namun apa jadinya, memahami secara berlebihan terhadap agama atau keyakinan tertentu sehingga literasi yang sejatinya rasional harus terbelunggu melahirkan pandemi beragama. 

"Manusia saat ini berada pada puncak peradaban, kemajuan ilmiah, dan rasionalitas yang senantiasa dijunjung tinggi. Parahnya, hembusan radikalisme yang salah merasuk di setiap sudut logika. Semoga memahami agama bukan karena tak da logistik, kemudian logika beragama pun tak jalan," ujar Akademisi UNJ, Dr. Andy Hadiyanto sambil menikmati Kopi  kesukaannya,  Senin (2/11/2020).

Agama tampil sebagai pelopor

Agama yang seharusnya tampil sebagai pelopor peradaban dan keberadaban, justru berubah menjadi beringas dan tidak beradab. 

Mirisnya lagi,  pengusung teologi radikal seringkali terlihat ‘sholeh’ dan selalu mengaku diri sebagai pembela agamanya.

Beragama, tidak hanya narasi tapi literasi

Berkaitan dengan itu, radikalisme beragama dengan unsur kepentingan pun kini mewarnai dinamika kebangsaan saat ini.  Hal ini dapat dipahami karena yang cakap memberikan narasi-narasi mantra teologis tampaknya mulai mendapatkan ruang.  

Kentalnya ilmu beragama itu pada kapasitas dan literasi produktif yang terbangun dalam bingkai kemanusiaan yang bertumpu pada nilai-nilai yang filosofis yang universal dan tidak membentuk pribadi yang gamang, bukan sebaliknya.

Kegamangan kaum awam di atas seharusnya tidak boleh terjadi bagi guru-guru agama, mengingat mereka adalah pengawal dan penjaga umat agar tidak terjerumus dalam tipudaya doktrin kaum radikal. 

Guru-guru agama perlu ditingkatkan literasi keagamaannya sehingga dengan mudah mendekteksi dan menemukan nilai pemikiran dan propaganda kaum radikal. 

Salah satu upaya peningkatan literasi tersebut dengan membuka akses bagi guru untuk membaca berbagai tulisan ulama dunia kontemporer yang concern dalam penguatan moderasi Islam dan kontra radikalisme.

Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan dasar-dasar keterampilan membaca kitab kontemporer, dasar-dasar kemahiran menerjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia, dan pemahaman terhadap konsep-konsep radikalisme sebagaimana tercantum dalam buku ini. Output dari pelatihan adalah diperolehnya bahan ajar tentang karakteristik radikalisme Agama.

Lebih janut,mengubah paradigma keislaman yang cenderung teologis induktif maka diperlukan sebuah  program literasi kitab-kitab klasik dan kontemporer, dengan harapan setelah guru-guru PAI mampu membaca dan menerjemahkan, mereka dapat menggali informasi dan argumen baru tentang radikalisme sehingga dapat menyikapi dengan tepat fenomena radikalisme beragama.

Pelaksanaan Pelatihan ini terbagi menjadi dua bagian yaitu sesi teori dan sesi praktek. Metode yang digunakan dalam sesi teori adalah ceramah, diskusi, tanya-jawab, dan sharing pengalaman. 

Sesi praktek dilakukan melalui sesi wokshop di mana peserta dibagi menjadi beberapa kelompok, dan masing-masing kelompok diminta untuk membaca dan menerjemahkan Kitab Al-Insaniyah Qabla at-Tadayyun karya Habib Ali Zainal Abidin al-Jufri seorang ulamat moderat dari UEA. 

Kitab tersebut merupakan kumpulan tulisannya di berbagai media yang berisi kritik dan perenungan terhadap realita umat islam yang terjebak kutubisasi sekuler dan radikal. Moderasi islam menurut Habib Ali Al-Jufri adalah beragama yang berorientasi kepada kemanusiaan dan menampik segala bentuk radikalisme sekuler maupun agama.

Kegiatan ini mendapat antusias yang sangat baik dari para pesertanya. Hal ini dibuktikan dengan hasil penilaian dan pemberian kesan pesan oleh peserta melalui kuesioner yang dibagikan.