Hadapi Masalah Rumit di Pilpres, Dinilai Sebabkan Prabowo Malas Kampanye
Capres nomor urut 02, Prabowo Subianto dinilai telah malas untuk melakukan kampanye politik untuk Pilpres 2019. Sandi sebagai Cawapres disebut lebih pro-aktif dalam melakukan kampanye ke daerah-daerah ketimbang Capresnya.

MONITORDAY.COM - Capres nomor urut 02, Prabowo Subianto dinilai telah malas untuk melakukan kampanye politik untuk Pilpres 2019. Sandi sebagai Cawapres disebut lebih pro-aktif dalam melakukan kampanye ke daerah-daerah ketimbang Capresnya.
Hal ini dikatakan Ketua DPP Partai Hanura Inas Nasrullah Zubir dalam keterangan tertulisnya, yang dikutip Minggu (14/10). Ia mengatakan, hal tersebut dilatarbelakangi oleh keputusasaan Prabowo sebgai Capres dalam menghadapi Pilpres tahun depan.
"Kita melihat bahwa capres nomor 02 sepertinya sedang mager alias males gerak jadi layaknya jenderal perang yang hanya mengatur dari dalam tenda komando saja tapi ogah turun ke lapangan," tutur Inas.
Menurut dia, ada tiga faktor yang menyebabkan Prabowo cenderung malas untuk berkampanye. Pertama, soal logistik kampanye. Ia mengatakan, Prabowo cenderung menggantungkan soal logistik ini kepada Sandi, namun menurutnya, Sandi juga tidak akan mau menanggung seluruh biaya kampanyenya.
Inas berujar, Sandi hanya mau membiayai proses kampanye, karena sudah menghitung untuk keuntungan di tahun 2024. Menurut dia, Sandi telah berpikir bahwa mengalahkan petahana akan sulit, jadi ia akan fokus untuk pencalonan dirinya untuk pemilu 2024 medatang.
"Sandi akan sangat berhitung bahwa sangat sulit melawan petahana yang sudah bergerak sejak dilantik jadi Presiden hingga sekarang dan pada kurun waktu yang sama Prabowo malahan sibuk main kuda-kudaan, karena itu Sandi kelihatannya sibuk mempersiapkan diri untuk pencitraan 2024 sebagai calon presiden," papar Inas.
Kemudian yang kedua, yaitu faktor ketidak solidan Koalisi Adil Makmur. Menurutnya, hal ini terkait juga dengan adanya mahar Rp500 milyar yang sempat menjadi heboh agar Prabowo memilih Sandi sebagai Cawapres. Menurutnya, mahar ini membuat terjadinya kericuhan di pengurus PAN dan PKS, lantaran hanya dialirkan untuk keperluan pimpinan pusat saja.
"Soal mahar Rp 500 miliar yang digaungkan oleh Andi Arief ternyata isapan jempol belaka, yang justru membuat kader-kader PAN dan PKS menjadi tidak solid karena mereka sangat percaya bahwa DPP partainya mendapat mahar tersebut tapi nggak bagi-bagi ke daerah," ungkapnya.
Sementara yang ketiga, kata Inas, adalah faktor keputusasaan Prabowo sendiri. Hal ini disebabkan oleh keputusasaan kader Gerindra sendiri dalam menatap Pilpres 2019. Menurutnya, hal tersebut bisa dilihat dari ungkapan Sekjen Gerindra Ahmad Muzani yang mengatakan Prabowo tengah dikepung.
"Terungkap dari pernyataan Muzani, Sekjen Gerindra yang merasa terkepung, karena partai-partai yang dulu mendukung Prabowo di 2014 sekarang beralih ke Jokowi, juga kepala daerah yang dulu di 2014 banyak yang mendukung Prabowo, tapi sekarang mendukung Jokowi," ujarnya.
"Semua persoalan tersebut akhirnya bikin Prabowo mager alias males gerak, akibatnya dia bikin argumen yang aneh-aneh layaknya burung dalam sangkar yang bisanya hanya mencuit melulu," inas menyimpulkan.