Geliat Ekspor Komoditas Pertanian dan Peternakan
Komoditas pertanian Indonesia semakin menunjukkan potensinya untuk bersaing secara global.

MONDAYREVIEW- Saat ini sektor pertanian Indonesia dari sisi produksi merupakan sektor kedua paling berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, setelah industri pengolahan. Kopi, kakao, kelapa sawit, dan karet menjadi andalan Indonesia. Komoditas peternakan seperti domba juga memiliki potensi yang bagus untuk mendongkrak kinerja ekspor.
Indonesia merupakan penghasil kakao no 3 di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Produksinya terus tumbuh rata-rata 3,5% per tahun, pada tahun 2014 pemerintah berkomitmen untuk mengalahkan kedua Negara tersebut untuk menduduki peringkat pertama sebagai penghasil kakao terbesar di dunia. Pada tahun 2010 produksi kakao Indonesia mencapai 574 ribu ton atau menyumbang 16% produksi kakao dunia, sedangkan Pantai Gading di peringkat pertama dengan 1,6 juta ton, atau menyumbang sebesar 44%.
Indonesia menempatkan diri sebagai produsen minyak sawit mentah terbesar di dunia. Pada tahun 2011 Indonesia menguasai pasar minyak sawit mentah dunia sebesar 47% mengungguli Malaysia di tempat ke 2 dengan 39%. Ekspor kelapa sawit mampu menyumbang devisa Negara sebesar USD 14 miliar pada tahun 2010 dan diperkirakan akan terus meningkat secara signifikan dari tahun ketahunnya.
Presiden RI Joko Widodo mengapresiasi capaian ekspor produk hasil peternakan dan pertanian. Jokowi menilai lompatan ekspor seperti yang terjadi pada komoditas pertanian harus dicontoh. “Capaian ini sejalan dengan Kebijakan Kementerian Pertanian untuk mewujudkan Indonesia pada Tahun 2045 menjadi Lumbung Pangan di Dunia,” kata Jokowi saat mengunjungi Indo Livestock 2018 Expo & Forum di Jakarta Convention Centre, sebagaimana dikutip Kompas pada Jumat (6/7/2018).
Tantangan yang menghadang di depan mata adalah perang dagang antara AS dan Tiongkok yang efektif berlaku sejak pemberlakuan tarif impor pada 6 Juli 2018 ini. Tempo melaporkan bahwa rencana pengetatan impor Amerika Serikat terhadap produk tanah air diprediksi membuat angka ekspor Indonesia ke AS semakin anjlok.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menduga harga barang ekspor Indonesia akan menjadi kurang kompetitif dan omset eksportir ke AS menurun tajam. Ekonom tersebut mengemukakan bahwa Persaingan dengan produsen lain pun bisa makin ketat. Misalnya soal tekstil, dari sisi Revealed comparative advantages (RCA) Indonesia nilainya 5,07 sementara Vietnam 5,5.
Indonesia yang sudah di bawah Vietnam dari sisi daya saing makin tertinggal jika Presiden AS Donald Trump benar-benar menaikan tarif produk asal Indonesia. Pemerintah perlu mengupayakan agar daya saing Indonesia meningkat dan mampu menandingi para pelaku di pasar global. Ekspor beras premium dari Papua khususnya Merauke, Sanggau Ledo (Kalimantan), dan Tasikmalaya menunjukkan daya saing sektor pertanian kita. Ekspor komoditas peternakan dalam hal ini domba juga menunjukkan tren yang sangat positip.