Perjuangan Guru di Tapal Batas, Mengajar Saat Covid-19 Kian Ganas
Pengalaman guru di daerah 3T saat pandemi Covid-19 bisa menjadi motivasi untuk para guru di Indonesia.

MONDAYREVIEW.COM – Guru memiliki peran penting dalam pendidikan, dia memegang kendali yang besar bagi mutu dan kualitas pendidikan. Terutama di masa pandemi seperti saat ini. Tidak salah jika dikatakan bahwa kunci keberhasilan sistem pendidikan terdapat dalam sosok guru.
Tak hanya memagang kendali, sejatinya guru juga jadi inspirasi dan sumber motivasi. Tidak saja bagi peserta didik, tapi bagi guru lainnya.
Iwan Syahrial adalah Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), dalam webinar bertajuk Kesiapan dan Adaptasi Kepemimpinan dan Manajemen ekolah Menyongsong ‘New Normal’ dia menyampakan bahwa pengalaman guru di daerah 3T saat pandemi Covid-19 bisa menjadi motivasi untuk para guru di Indonesia.
Acara webinar diselenggarakan oleh Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah (LPPKSPS), Selasa (9/6/2020). Diikuti oleh 150 orang kepala sekolah, 75 orang pengawas sekolah, 25 orang widyaiswara, dan 25 orang dari dinas pendidikan yang mengikutinya melalui aplikasi Zoom serta para penonton yang melihat melalui live streaming di akun YouTube LPPKSPS TV.
Dalam kegiatan tanya jawab antara Dirjen GTK, Iwan Syahril bersama peserta webinar, mendapatkan pertanyaan dari seorang pengawas di kawasan perbatasan di Kalimantan. Penanya tersebut adalah Eny Dewi Kurniawati, Pengawas SMA di Kabupaten Sambas, berbatasan langsung dengan Malaysia Timur. Eny mempertanyakan terkait keterbatasan yang dialami sekolah-sekolah di kawasan perbatasan tersebut.
Eny meminta perhatian pemerintah terkait kondisi para pelajar dan guru di daerah perbatasan, dimana listrik hanya hidup pada pukul 17.00 hingga pukul 6.00 pagi, televisi tidak bisa mengakses saluran televisi Indonesia serta kartu seluler yang susah mendapatkan sinyal.
Terkait hal ini, Iwan mengajak para guru di kawasan 3T untuk melihat juga perjuangan guru-guru di daerah lain yang mengalami kondisi yang sama. Walau terbatas dengan listrik, sinyal kartu seluler, namun bisa tetap melakukan pembelajaran.
“Sebuah catatan pengalaman dari guru 3T mengajar saat Covid bisa jadi motivasi, walau terbatas, bisa kita lakukan pembelajaran, yang penting ada penyesuaian ekspektasi dalam menyesuaikan pembelajaran saat Covid. Tidak bisa sama dengan sebelum Covid. Masih bisa terjadi pembelajaran, meski tidak ada internet dan televisi susah,” kata Iwan.
Dicontohkan Iwan, salah satu yang dilakukan guru adalah membagikan buku atau lembar kerja secara berkala atau kunjungan dan murid dikumpulkan dengan berkelompok. Selain itu, guru juga memanfaatkan kerja sama dengan orangtua atau teman di desa agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik.
“Poin yang saya lihat, kita tidak menyerah, mencari solusi, kalau kita orientasi murid bisa belajar wakaupun bagaimana caranya, tidak secepat sebelumnya, tidak sebanyak sebelumnya, tapi tetap bisa dilakukan. Membutuhkan kreativitas, mungkin kolaborasi untuk bisa menjangkau anak kekurangan, anak tidak ada internet dan televisi, banyak sekali inspirasi membuat kita yakin tetap bisa jalan tapi sesuaikan ekspektasinya. Semoga terus semangat dengan keadaan yang ada,” kata Iwan.
Makna pembelajaran dikatakan berhasil bila siswa mempunyai motivasi dalam belajar sehingga terbentuk perilaku belajar siswa yang efektif. Oleh karena itu, peran seorang guru bukan hanya semata-mata mentransfer ilmu mata pelajarannya kepada siswa, tetapi, guru juga sebagai motivator bagi siswa agar memiliki orientasi dalam belajar.
Guru harus mampu menumbuhkan dan merangsang semua potensi yang terdapat pada siswanya serta mengarahkan agar mereka dapat memanfaatkan potensinya tersebut secara tepat, sehingga siswa dapat belajar dengan tekun untuk mencapai cita-cita yang diinginkan.
Kondisi inilah yang menyebabkan pergeseran makna pembelajaran dari pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher oriented) ke pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student oriented). Di masa pandemi, pergeseran ini harus semakin digiatkan. Karena di masa pandemi, atau kelak di new normal, siswa dituntut mandiri dan melakukan blanded learning.