Gelar Sunan Kalijodo dan Kultus Invididu Itu

Pemberian gelar yang tidak proporsional merupakan sinyalemen tengah berlangsung kultus individu.

Gelar Sunan Kalijodo dan Kultus Invididu Itu
Kalijodo (The Jakarta Post)

MONDAYREVIEW.COM – Polemik kembali terjadi di masyarakat. Hal itu tak terlepas dari pemberian gelar Sunan Kalijodo kepada Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) oleh Ketua GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas. Bagaimana bisa seorang Ahok disejajarkan dengan para Wali Songo yang telah begitu berjasa bagi penyebaran Islam. Bagaimana bisa seorang non muslim diberi gelar yang identik dengan identitas Islam serta kontribusi yang signifikan dan masif bagi kehidupan umat Islam.

Segala logika yang tidak koheren, mungkin akan lebih tepat menggunakan penjelasan yang lain. Penjelasannya yakni para tokoh membutuhkan sebutan spesial. Sukarno dengan Pemimpin Besar Revolusi, Soeharto dengan Bapak Pembangunan. Gelar tersebut bisa muncul dari diri sang tokoh, ataupun dilekatkan oleh kelompok yang memang ingin mendekatkan diri kepada sosok tersebut.

Demokrasi substansial memberikan ruang lapang bagi berpikir, berpendapat, dan menggunakan rasio. Seorang pemimpin diyakini bisa salah dan keliru dan sebisa mungkin dihindarkan dari praktik kultus individu. Kultus individu inilah yang akan meringkus rasionalitas dan kritik. Kultus individu akan menempatkan sang sosok pemimpin sebagai orang yang maha benar. Sementara itu para pengikutnya “merasional-rasionalkan”, memakaikan landasan teori, memberikan alasan agar sang sosok selalu di posisi kebenaran.

Pada kultus individu inilah ancaman demokrasi akan nyata. Ancaman konflik akan menyata, karena mereka yang mengusik, mengkritisi sang tokoh adalah liyan. Maka dengan narasi itulah pemberian gelar yang tidak proporsional merupakan sinyalemen tengah berlangsung kultus individu. Manakala glorifikasi terhadap sang tokoh membuat mekanisme logika menjadi tumpul dan mereka yang berbeda pandangan adalah si maha salah.