Ganyang Malaysia, Masih Relevankah?

Bukankah lebih baik “mengganyang” secara sportif dan fair play di arena olahraga?

Ganyang Malaysia, Masih Relevankah?
Sea Games 2017 (new strait times)

MONDAYREVIEW.COM – Perhelatan Sea Games 2017 menjadi kontroversi tersendiri dalam relasi Malaysia-Indonesia. Terdapat insiden kesalahan pencetakan bendera RI di buku panduan Sea Games 2017. Hal tersebut membuat warga Indonesia marah dan tersinggung. Di samping itu ingatan sejarah terminologi ‘Ganyang Malaysia’ pun kembali mengapung di perbincangan.

Terminologi ‘Ganyang Malaysia’ pada tahun 1960-an dikarenakan Presiden Sukarno menganggap Malaysia adalah boneka Inggris.

"Sukarno memandang federasi Malaya adalah proyek imperialisme Inggris di wilayah Asia Tenggara. Itu tak sejalan dengan cita-cita Sukarno terutama sejak pelaksanaan KAA 1955," kata sejarawan Bonnie Triyana seperti dilansir BBC Indonesia.

Sukarno melancarkan politik konfrontasi dengan istilah yang dikenal sebagai Dwi Komando Rakyat (Dwikora), yang komando keduanya yakni 'bantu perlawanan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sarawak, Sabah, dan Brunei,' untuk membubarkan negara Malaysia. Sukarno pun mempopulerkan slogan konfrontasi sebagai: Ganyang Malaysia.

Terminologi ‘Ganyang Malaysia’ untuk kemudian terus membahana ketika terjadi persinggungan antara Indonesia dan Malaysia baik itu terkait ranah seni budaya, olahraga, politik, ekonomi.

“Ganyanglah” di Arena Olahraga

Jika menilik pada perolehan medali sementara Sea Games 2017, tampak Malaysia melenggang melejit sendirian di pucuk klasemen. Sementara Indonesia tercecer di peringkat ke-5. Indonesia sendiri tercatat dalam sejarah sebagai negara paling sering menjadi juara umum Sea Games yakni sebanyak 10 kali (1977, 1979, 1981, 1983, 1987, 1989, 1991, 1993, 1997, dan 2011). Dari catatan tersebut 9 kali juara umum diraih ketika Indonesia berada di era Orde Baru. Selepas Orde Baru menjadi tantangan tersendiri untuk menjadikan Merah Putih paling sering berkibar di arena Sea Games.

Dalam sebuah wawancara di televisi pelatih Rahmad Darmawan yang kini melatih T-Team di Malaysia Super League (MSL) berbagi pengalamannya. Ia menyatakan bahwa secara pengaturan kompetisi lebih baik di Malaysia Super League dibandingkan Liga Indonesia. Sosok yang akrab dipanggil RD ini juga menyatakan adanya kompetisi berjenjang di Malaysia dan para pemain Malaysia telah semenjak muda dibiasakan dengan pengenalan taktik. Memang secara talenta di Indonesia lebih melimpah, namun dengan perencanaan melalui kompetisi berjenjang dan para pemain yang telah dikenalkan taktik sedari muda, maka tim sepak bola Malaysia pun menjadi cukup disegani di Asia Tenggara.

Pun begitu dengan pembinaan olahraga di Malaysia yang membuat negeri Jiran ini dapat meraih banyak medali di Sea Games kali ini. Pembinaan dan pengelolaan olahraga hendaknya perlu menjadi perhatian dari pemerintah dan berbagai pihak di Indonesia. Bukankah lebih baik “mengganyang” secara sportif dan fair play di arena olahraga?