Manuver Politik Habib Rizieq
Sosok Habib Rizieq Shihab (HRS) menjadi tokoh nasional yang patut diperhitungkan setelah berhasil mengumpulkan massa pada Aksi Bela Islam 212.

MONDAYREVIEW.COM – Sosok Habib Rizieq Shihab (HRS) menjadi tokoh nasional yang patut diperhitungkan setelah berhasil mengumpulkan massa pada Aksi Bela Islam 212. Aksi tersebut merupakan wujud aspirasi umat Islam untuk mengadilli mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang didakwa melakukan penistaan agama. Aksi tersebut berhasil menjebloskan Ahok ke penjara yang sekarang sudah bebas kembali dan menjadi Komisaris Utama BUMN Pertamina. HRS yang pada awalnya adalah tokoh FPI mulai diperhitungkan sebagai tokoh nasional.
Sepak terjang HRS selama ini dikenal sebagai sosok yang getol menyuarakan formalisasi syariat Islam dan melakukan sweeping tempat maksiat. Hal ini menyebabkan dirinya identic dengan kelompok Islam radikal serta pro terhadap kekerasan. Citra itu membuat tokoh-tokoh bangsa yang lebih inklusif dan nasionalis kurang simpatik kepada beliau. HRS pernah masuk penjara pada masa pemerintahan SBY karena kasus kekerasan yang dilakukan anggota FPI terhadap anggota Aliansi Kebangsaan dan Kebebasan Beragama yang bentrok saat sama-sama melakukan aksi damai di Monas.
Pasca berhasil menjebloskan Ahok ke penjara, HRS dituduh melanggar UU Pornografi karena kedapatan melakukan chat mesum dengan Firza Husein. Kasus ini masih diperdebatkan otentisitasnya, namun sudah dituntut secara hukum. Akhirnya HRS memilih untuk Umroh ke Arab Saudi yang ternyata beliau menetap di sana sampai tiga tahun lamanya. Selain kasus pornografi, HRS juga dilaporkan karena penghinaan terhadap salam sampurasun dan penghinaan terhadap Yesus. Hal ini menambah laporan hukum yang harus dihadapi HRS.
Salah satu alasan HRS menetap di Mekkah dan tidak mau pulang ke Indonesia adalah di Indonesia dirinya akan berhadapan dengan kasus-kasus tersebut. Pada akhirnya HRS pulang ke Indonesia pada 10 November 2020. Para pengikutnya yang sangat banyak beramai-ramai menjemputnya di bandara Soekarno Hatta. Hal ini menyebabkan euphoria kembali di kalangan pengusung Islam politik terhadap kepulangan HRS. HRS menyatakan pasca kembali ke Indonesia, dia akan memimpin revolusi akhlak, bahkan bersedia bergabung dengan pemerintah jika menyetujui gagasan revolusi akhlak miliknya.
Namun HRS juga meminta para tahanan dari kelompok Islam seperti Bahar bin Smith, Abu Bakar Baasyir, juga dari kelompok oposisi seperti Jumhur Hidayat, Syahganda Nainggolan agar segera dibebaskan pemerintah. Hal ini menjadi syarat HRS jika pemerintah ingin melakukan rekonsiliasi dengan dirinya. Pihak Polda Jabar pun menyatakan bahwa kasus HRS mengenai sampurasun dan penistaan agama Kristen telah dihentikan. Menanggapi hal tersebut, Moeldoko Kepala Kantor Staf Presiden menyatakan tidak ada hal yang perlu direkonsiliasikan dengan HRS. Para pendukung Jokowi yang anti HRS pun menuntut agar proses hukum terhadap HRS harus terus berjalan.
Sampai hari ini masih ada dua scenario pilihan yang mungkin akan dijalankan ke depan. Yang pertama adalah pemerintah mengabulkan tuntutan HRS dan terjadi rekonsiliasi, yang kedua adalah pemeirntah tidak mengabulkan tuntutan HRS dan HRS kembali menjadi oposisi. Bahkan boleh jadi proses hukum terhadap HRS akan terus dilanjutkan. Jika scenario kedua yang terjadi, maka kubu oposisi akan mendapatkan angin segar dengan ketokohan HRS untuk bergabung dalam oposisi rezim saat ini. Mari kita lihat bagaimana perkembangan ke depannya.