Gagalnya Kaderisasi Parpol
Partai Politik meminang para perwira TNI-Polri yang masih aktif untuk menjadi calon pemimpin daerah dalam Pilkada 2018. Apakah ini bukti minimnya kader pemimpin dari partai politik?

MONDAYREVIEW, Jakarta – Fenomena partai politik yang mengusung calon kepala daerah dari anggota militer dan kepolisian di gelaran Pilkada 2018, menunjukkan lemahnya kepercayaan diri parpol. Kaderisasi di tubuh parpol dianggap tak berjalan baik.
“Ada kegagalan kaderisasi di tubuh parpol. Mereka yang seharusnya melahirkan kader sipil potensial demi tegaknya supermasi sipil justru memberikan ruang ke TNI dan Polri,” kata Deputi Direktur Riset ELSAM, Wahyudi Djafar di Kantor KontraS, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Selasa (9/1/2018).
Menurutnya, fenomena ini harus jadi masukan instansi TNI-Polri terkait proses karir anggota. Sehingga diharapkan tidak ada celah bagi anggota untuk terjun ke ruang politik yang seharusnya jadi ruang konsolidasi sipil. “Kalaupun ingin terlibat setelah pensiun,” imbuhnya.
Di sisi lain, Wahyudi mengatakan masuknya militer ke politik merupakan cerminan kelambatan proses konsolidasi demokrasi sipil. Pada sisi tertentu, katanya, publik masih percaya watak satria yang tertanam dalam diri perwira. “Artinya supremasi sipil belum terlalu menjiwai publik kita. Dan memahami bahwa tugasnya tentara menjaga pertahanan dan kedaulatan, sedangkan Polri menjaga keamanan,” jelasnya.
Semantara, Ketua Bidang Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Arip Yogiawan memandang ada dua kegagalan parpol. Pertama peran kaderisasi karena gagal menghadirkan kader yang militan dan mumpuni. Kedua, gagal memainkan peran pendidikan politik kepada kader maupun anggota yang mendaftar kepada parpol.
Arip menjelaskan, Parpol semestinya memahami regulasi Pilkada dan Undang-Undang TNI-Polri terkait kontestasi politik, karena merekalah yang membuatnya di DPR. Jika memang ada anggota TNI maupun Polri aktif mendaftar jadi anggota parpol sudah seharusnya mereka memastikan status kemundurannya “Tapi ini tidak, yang dilakukan terima pendaftaran, ikutkan proses seleksi internal partai bahkan sudah melakukan sosialisasi, konsolidasi dan membentuk simpul-simpul pendukung secara terbuka,” jelasnya.
Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian sendiri memang tidak mempermasalahkan anggotanya ikut Pilkada 2018. “Semua punya hak yang sama untuk menjadi kepala daerah, baik dari TNI, Polri, maupun sipil, why not?” kata Tito kepada wartawan di Mabes Polri 29 Desember silam.
Menurut Tito, justru anggota TNI-Polri memiliki keunggulan lebih jika dilihat dari pengalaman birokrasi para jenderal. Status mereka yang kini masih aktif di kepolisian tak menghalangi keikutsertaan mereka dalam pilkada 2018. Di sisi lain, Tito Karnavian berkomitmen bahwa Polri tetap netral dalam mengawal pelaksanaan kontestasi Pilkada serentak 2018. Polri siap menegakan aturan hukum yang berlaku saat Pilkada.
Netralitas polisi dan tentara memang harus diuji. Masyarakat harus ikut terlibat mengawasi.nya Demokrasi di negeri ini harus tetap dijaga, jangan kembali lagi ke masa lalu, saat polisi dan militer ikut mengendalikan kekuasaan. Sementara, rakyat dibuat tidak berdaya. (Suandri Ansah)