Suramnya Kondisi Ketenagakerjaan di Tengah Pandemi

Penurunan pertumbuhan ekonomi yang disebabkan pandemi mempengaruhi kondisi ketenagakerjaan di Indonesia. Pandemi menyebabkan munculnya pengangguran-pengangguran muda baru di Indonesia.

Suramnya Kondisi Ketenagakerjaan di Tengah Pandemi
Sumber gambar: antaranews.com

MONDAYREVIEW.COM – Penurunan pertumbuhan ekonomi yang disebabkan pandemi mempengaruhi kondisi ketenagakerjaan di Indonesia. Pandemi menyebabkan munculnya pengangguran-pengangguran muda baru di Indonesia. Para fresh graduate yang baru lulus saat Covid-19 melanda harus menghadapi kenyataan bahwa para perusahaan sedang berjuang menghadapi kelesuan ekonomi akibat Covid-19.

Hal ini membuat para perusahaan memperlambat rekrutmen pegawai baru pada tahun ini. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) mengumumkan bahwa tahun ini angka pengangguran dapat mencapai yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir. Diperkirakan angka pengangguran bisa meningkat sebesar 9,2% di akhir tahun 2020 atau berjumlah 13 juta orang menganggur.

Sebelum pandemi, organisasi buruh internasional ILO menempatkan angka pengangguran muda di Indonesia (15-24 tahun) sebagai salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara (17,04%) setelah Brunei Darussalam (30.,4%). Persentase tinggi ini cukup stagnan selama dua dekade terakhir, dan belum pernah turun di bawah 15% sejak krisis ekonomi 1998. Menurut Tifani Husna kandidat Doktor Ekonomi Waseda University, pandemi membuat keadaan pengangguran muda menjadi lebih buruk dari sebelumnya.

Ada tiga hal yang membuat kondisi ketenagakerjaan menjadi lebih buruk di masa pandemi. Pertama, persaingan pasar tenaga kerja menjadi semakin ketat. Kedua level pendapatan bisa menurun sampai beberapa tahun ke depan. Ketiga, kandidat yang minim pengalaman semakin sulit untuk masuk dunia kerja. Para pencari kerja baru akan lebih sulit memasuki dunia kerja karena harus bersaing juga dengan tenaga kerja lama yang terkena PHK.

Aturan ketenagakerjaan di Indonesia juga membuat perusahaan tidak fleksibel untuk melakukan rekrutmen baru. Dalam hal ini jika omnibus law berhasil disahkan, perusahaan bisa lebih fleksibel merekrut tenaga kerja dan tingkat pengangguran bisa diturunkan. Namun sampai hari ini omnibus law masih mendapatkan banyak penolakan dari berbagai kelompok masyarakat.

Sebuah studi dari Institute of Labour Economics (IZA) tahun 2016 di Jerman, misalnya, menemukan bahwa pencari kerja muda yang berupaya memasuki pasar kerja yang kaku dalam suatu resesi berkemungkinan besar untuk terjebak dalam pengangguran. Untuk yang berhasil mendapatkan pekerjaan pun kondisi tidak akan lebih baik dari sebelum pandemi. Ada kemungkinan mereka akan mendapatkan dampak finansial jangka panjang dibanding yang mendapatkan pekerjaan sebelum pandemi.

Penurunan pendapatan tenaga kerja selama pandemi hasil riset yang dilakukan oleh Universitas Toronto pada tahun 2012. Disebutkan bahwa individu yang mendapatkan pekerjaan selama resesi akan mendapatkan pendapatan yang lebih rendah selama 10 tahun sebelum harus mengejar ketertinggalan mereka.

Menurut Hizkia Polimpung peneliti dari Universitas Bhayangkara, para pencari kerja di masa pandemi dipaksa untuk menerima pekerjaan dengan gaji di bawah standar yang seharusnya mereka terima. Mereka juga dipaksa untuk masuk sektor informal dengan kontrak kerja yang rentan dan kondiri kerja yang buruk.

Apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi suramnya kondisi ketenagakerjaan di atas? Pemerintah perlu memberikan stimulus pada ekonomi melalui subsidi dan insentif finansial - terutama untuk usaha kecil dan menengah (UKM) - sangat penting untuk meredakan dampak buruk pandemi terhadap pasar kerja. Pemerintah telah menganggarkan Rp 70,1 triliun untuk di antaranya melonggarkan pajak dan kredit mikro kepada bisnis yang paling terdampak akibat pandemi.

Kondisi hari ini bisa dibilang lebih parah dari krisis 98. Pada tahun 1998, sektor UMKM menjadi buffer [penyangga] krisis yang terjadi, sementara sekarang, sektor UMKM juga tak luput dari dampak krisis ini. Dengan melindungi kapasitas ekonomi mereka, pemerintah dapat membantu UKM untuk tetap melakukan rekrutmen pegawai dan meredakan syok pada pasar kerja.