DPR: Sanksi Pidana Ketenagakerjaan Tidak Dibahas Dalam RUU Ciptaker
Sanksi pidana terkait dengan UU Ketenagakerjaan tetap seperti di UU eksisting. Apakah disetujui?.

MONITORDAY.COM - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bersama Pemerintah dan DPD menyepakati bahwa sanksi pidana yang sudah ada dalam UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tidak akan dimasukkan dalam Daftar Inventarisir Masalah (DIM) di Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan.
"Sanksi pidana terkait dengan UU Ketenagakerjaan tetap seperti di UU eksisting. Apakah disetujui?," kata Ketua Baleg DPR RI, Supratman Andi Agtas dalam Rapat Panitia Kerja RUU Ciptaker di Jakarta, Sabtu (26/9).
Setelah itu anggota Baleg bersama perwakilan pemerintah dan DPD RI menyatakan setuju dihapusnya Daftar Inventarisir Masalah (DIM) terkait sanksi pidana dalam klaster ketenagakerjaan di RUU Ciptaker.
Dalam UU Ketenagakerjaan, sanksi pidana diatur dalam Pasal 183 hingga Pasal 189.
Lebih lanjut, Supratman mengatakan dalam Raker tersebut juga disepakati bahwa semua DIM yang berhubungan dengan Putusan MK mengenai UU Ketenagakerjaan akan disesuaikan.
Menurut Supratman, karena telah menjadi kesepakatan semua fraksi dan pemerintah bahwa terkait semua Putusan MK wajib diikuti, bukan hanya terkait klaster ketenagakerjaan namun semua klaster yang ada dalam RUU Ciptaker.
"Sesuai masukan Taufik Basari (anggota Baleg DPR RI) bahwa sedapat mungkin tidak hanya terkait dengan amar putusan MK namun juga pertimbangannya. Karena itu saya tawarkan tetap dibahas (DIM yang berhubungan dengan Putusan MK mengenai UU Ketenagakerjaan)," ujarnya.
Ada sejumlah Putusan MK atas berbagai pasal dalam UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Putusan MK itu antara lain tentang perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), upah, pesangon, hubungan kerja, pemutusan hubungan kerja (PHK), penyelesaian perselisihan hubungan industrial, dan jaminan sosial.
Supratman mengatakan, telah disepakati bahwa upah minimum padat karya akan dikeluarkan dari DIM RUU Ciptaker setelah terjadi keputusan tripatrit dan itu merupakan kabar baik dan harapan bagi para pekerja.
Menurut dia, setelah mendengar penjelasan pemerintah melalui forum informal bersama Menteri Tenaga Kerja (Menaker) bahwa upah minimum kabupaten tetap ada, mempertahankan aturan yang ada dalam UU Ketenagakerjaan dengan persyaratan tertentu.
"Karena ada poin 'persyaratan tertentu' maka akan tetap dibahas dalam RUU Cipta Kerja," ujarnya.
Dia juga mengatakan telah disepakati bahwa penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) tetap ada sesuai dengan ketentuan UU Ketenagakerjaan namun ada penambahan terkait klaster keimigrasian dalam RUU Ciptaker.
Sedangkan, Supratman mengatakan aturannya dibuat bahwa terhadap calon investor dan orang yang akan menjadi pengurus perusahaan dalam posisinya sebagai komisaris maupun direksi, harus mengikuti aturan ketentuan yang telah diputuskan dalam UU Keimigrasian.