Dinamisnya Politik Indonesia dengan Meneropong PAN
Koalisi yang tersaji hari ini bisa jadi akan berbeda menjelang hari-H pemilu 2019.

MONDAYREVIEW.COM – Partai Amanat Nasional (PAN) pada event Pemilihan Presiden 2014 berada di Koalisi Merah Putih (KMP). Ketika itu pasangan Prabowo Subianto dipasangkan dengan Hatta Rajasa yang merupakan Ketua Umum PAN sebagai kandidat capres-cawapres 2014. Lalu, pasangan Prabowo-Hatta ini dikalahkan oleh kandiat Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Dalam ajang pemilihan Ketua MPR, Zulkifli Hasan terpilih. Terpilihnya Zulkifli Hasan dikarenakan sokongan dari Koalisi Merah Putih. Untuk kemudian bersamaan dengan waktu, terjadilah perubahan konstelasi politik. Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) meluruh seiring dengan bergabungnya sejumlah partai ke jantung kekuasaan. PAN merupakan salah satu partai yang ikut membantu pemerintahan Jokowi-JK melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Asman Abnur.
Seperti laiknya sifat politik yang dinamis, perbedaan jalan pun secara benderang ditempuh partai berlambang Matahari terbit ini ketika menyikapi UU Pemilu. PAN bersama tiga partai non-pemerintah, yakni Gerindra, Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memilih keluar ruang rapat paripurna dalam pembahasan UU Pemilu. Keempat partai tersebut tidak setuju dengan Paket A terkait lima isu krusial, terutama besaran presidential threshold yang mencapai 20%.
Tak ayal perbedaan sikap PAN tersebut menimbulkan reaksi dari partai koalisi pemerintah, terutama PDIP yang nampak keras mengkritisi. Rupanya sikap PAN bisa jadi berlanjut dengan sinyalemen membuka opsi untuk tidak memajukan Joko Widodo di pemilihan presiden tahun 2019.
"Kami enggak tersandera partai manapun atau dengan Jokowi. Enggak ada kata harus kami dukung Jokowi, enggak. Untuk peluang dengan Jokowi juga masih ada, tapi kalau harus juga enggak," kata Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto di Karawaci, Tangerang, Sabtu (22/7) seperti dilansir Kompas.
Yandri mengatakan, sifat politik yang dinamis memungkinkan pada 2019 nanti partainya tak lagi mendukung Jokowi. PAN membuka kemungkinan merapat ke oposisi atau mengajukan poros baru.
"2019 PAN bisa ke Jokowi bisa tidak, atau kami memajukan poros baru," ujarnya.
Dari rangkaian peristiwa terkait Partai Amanat Nasional tersebut sesungguhnya merupakan replika dari politik Indonesia yang sifatnya dinamis. Kultur politik di negeri ini praktis fluid antara oposisi dan memerintah. Dengan lanskap seperti itu, jikalau presidential threshold 20% gagal digugat di Mahkamah Konstitusi, maka sesungguhnya sifat dinamis dan enigma dari politik Indonesia masih akan terhampar. Fakta hari ini bisa jadi akan berbeda dengan menjelang hari-H pemilu 2019. Koalisi yang tersaji hari ini bisa jadi akan berbeda menjelang hari-H pemilu 2019.