Diberi Kekuasaan, Sahabat Nabi Ini Malah Menolak

Miqdad adalah orang ketujuh yang menyatakan keislamannya.

Diberi Kekuasaan, Sahabat Nabi Ini Malah Menolak
Ilustrasi foto/Net

DIANTARA rombongan orang-orang yang masuk islam lebih awal, nama Miqdad bin Amr mungkin jarang kita adengar. Namun tahukah wahai para pecinta Rasulullah, Miqdad adalah orang yang punya banyak keistimewaan.

Selain dikenal sebagai orang pertama yang menunggang kudanya dalam perang di jalan Allah, Miqdad juga dikenal sebagai sahabat yang memiliki pikiran yang cemerlang dan hati yang tulus. Semua itu tercermin dari prinsip-prinsip hidupnya yang lurus dan ucapannya yang berbobot.

Begitulah Miqdad, hidup dengan keberanian para ksatria dan keberuntungan para pengikut setia Rasulullah. Abdullah bin Mas’ud, sahabat Rasulullah lainnya, mengatakan, ‘Aku telah menyaksikan perjuangan Miqdad, sehingga aku lebih suka menjadi sahabatnya daripada segala isi bumi ini.”

Satu hal lagi yang melekat dari orang ketujuh yang menyatakan keislamannya ini adalah tidak haus akan jabatan.

Ceritanya, suatu ketika Rasulullah saw. mengangkat Miqdad sebagai Amir di suatu daerah. "Bagaimanakah pendapatmu tentang menjadi amir," tanya Rasulullah, saat Miqdad baru saja kembali dari tugasnya.

Lalu dengan spontan, Miqdad mengatakan bahwa dia tidak ingin meneruskan menjadi amir. Sebab, menurut dia dengan menjadi pemimpin kedudukannya berada di atas dari orang lain. Dia pun tak menghendaki hal itu.

"Anda telah menjadikanku menganggap diri berada di atas semua manusia. Demi yang telah mengutus Anda membawa kebenaran, sejak saat ini aku tidak berkeinginan lagi menjadi pemimpin sekalipun untuk dua orang untuk selama-lamanya," ucap Miqdad, dikutip dari buku Kisah Seru 60 Sahabat Rasul karangan Ummu Akbar.

Sejak menjadi Amir, Miqdad memang diliputi kemegahan dan puja-puji dari warganya. Miqdad pun menyadari keadaan seperti itu. Karena itu, ia berketetapan hati untuk menghindari jabatan dan menolak diangkat sebagai Amir lagi.

Namun, bukan berarti Miqdad berkurang rasa cintanya terhadap Islam. Dia hanya tidak ingin terlena dengan apa yang diperoleh dengan menjadi seorang pemimpin. Ia juga berusaha menghindari tipu daya musuh maupun kekeliruan dengan sahabat yang lain.

Sungguh, sikap yang sangat berbeda dari kecenderungan banyak orang saat ini. Dimana kekuasaan menjadi sesuatu yang diperebutkan dan jadi tujuan. Bahkan apa pun dilakukan untuk mendapatkan kekuasaan tersebut.

[Mrf]