Di SMK Ini, Semua Anak Bisa Dipermak Jadi Juara

Bagi SMK Wikrama, setiap anak adalah pribadi yang istimewa. Mereka bisa menjadi juara. Kuncinya adalah kepiawaian manajemen untuk mendidik anak dengan hati dan teknologi.

Di SMK Ini, Semua Anak Bisa Dipermak Jadi Juara
SMK Wikrama Bogor/Foto dari twitter Wikrama.
SMK membutuhkan kepiawaian manajemen. Diperlukan orang-orang yang memiliki kompetensi khusus. Yang tak bisa digantikan oleh mesin atau computer.

SIAPA PUN yang  berkunjung ke SMK Wikrama, kesan pertamanya pasti terkejut dan kaget, setengah tidak percaya. Karena pengunjung harus menelusuri jalan sempit nan padat. Rumah-rumah penduduk, deretan toko, sungai yang cukup deras menjadi hiasan utama.

Bila menggunakan kendaraan roda empat, jangan heran bila terkadang kita harus mundur dahulu dan memberi kesempatan pengendara lain untuk lewat. Pribahasa ‘malu bertanya, sesat di jalan’ betul adanya. Karena beberapa kali kita harus melewati persimpangan yang sempit.

Setelah melewati jalan sempit sekitar 1 kilometer, barulah kita akan sampai di SMK Wikrama. Setiba di gerbang sekolah, maka keraguan itu pun segera terobati. Karena Wikrama seolah oase di tengah gurun pasir. Ia melegakan, setelah sebelumnya tersesat dan hampir mati kehausan.

Ya, Wikrama memang surga bagi para pencari kesejatian hidup dan ilmu pengetahuan. Yang dibangun dengan semangat dan kesungguhan. Ia tak sekadar sekolah, namun juga rumah kehidupan.

Dari sisi prestasi, Wikrama merupakan sekolah dengan segudang piala. Sekolah yang pertama kali didirikan pada tahun 1993 ini terkenal dengan sebutan sekolah teknologi berwawasan lingkungan. Wikrama pernah mendapatkan penghargaan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan sebagai sekolah Adiwiyata pada tahun 2010 dan 2012.

Untuk tingkat internasional, Wikrama berhasil menarik minat Unesco untuk ikut mengapresiasi dan menjadikan sekolah ini sebagai salah satu dari 12 sekolah internasional lainnya sebagai sekolah berwawasan lingkungan. Dengan konsep pendidikan karakter di dalamnya dan beragam keunggulan lainnya, sekolah ini juga mampu menyerap lebih dari 1800 siswa, atau sekitar 600 siswa dalam setahun.

Jika di luar sana SMK seringkali disebut sebagai penyumbang utama pengangguran, maka di Wikrama, justru penyumbang tenaga kerja utama. Bahkan sebelum siswa didik Wikrama lulusm mereka sudah dibooking oleh berbagai perusahaan besar di Indonesia.

Bagi para milenial pecinta stand up comedy, mungkin taka sing dengan sosok Rahmat Hidayat atau Rahmet Ababil. Selain sering tampil di layar kaca, Rahmet juga membuat sebuah channel youtube tentang pengalaman para alumni SMK yang gemar tawuran di era 90-an.

Ya, SMK terutama di tahun 1990an, memang lebih dikenal sebagai tukang tawuran ketimbang penyumpang tenaga kerja. Ketika itu bahkan muncul fenomena barisan siswa (basis) yang terdiri atas 10-40 siswa. Mereka bersama-sama pergi dan pulang sekolah naik bus umum. Basis-basis itu muncul karena adanya hantu atau ancaman bahwa sekolah mereka akan diserang.

Melihat fenomena itu, Itasia Dina Sulvianti dan suaminya Agus Lelana, pasangan yang berprofesi sebagai dosen ini merasa sangat prihatin. Mereka lalu tergerak untuk mengubah citra SMK atau STM dan SMEA ketika itu. sampai akhirnya mendirikan SMK Wikrama Bogor.

“Saya ingin berbuat sesuatu untuk bangsa, namun tidak yang muluk-muluk. Ketika itu, saya hanya melihat kondisi sekolah-sekolah swasta yang memperihatinkan,” kenang Itasia ketika ditemui di Jalan Raya Wangun, Tajur Bogor, Kamis (22/8/2019).

Bagi ibu dari 4 orang anak ini, SMK sejak dulu sebetulnya sudah sangat menarik. Dan berpotensi untuk maju. Namun menurut dia, ada gap yang membuat SMK tidak kunjung maju. Satu sisi user dari SMK adalah mereka yang secara sosial-ekonomi berada di bawah. Namun di sisi lain, SMK memerlukan cost yang tinggi.

Itulah mengapa, kata dia, SMK membutuhkan kepiawaian manajemen. Diperlukan orang-orang yang memiliki kompetensi khusus. Yang tak bisa digantikan oleh mesin atau computer. Dalam konsep Wikrama, pendidikan harus dikelola dengan teknologi dan juga hati. Keduanya tidak bisa dipisahkan.

Selama ini, menurut Itasia, telah terjadi perceraian yang serius antara teknologi dan hati manusia. Sehingga tidak heran bila ada banyak lulusan sekolah yang baik secara skill, namun tidak memiliki kepribadian. Pintar namun tidak bermoral.

Di Wikrama, kata Itasia, kedua komponen tersebut berusaha dikawinkan kembali. Ia sangat ingin, kelak anak-anak yang lulus dari Wikrama bisa menjadi manusia seutuhnya. Terampil, namun juga berkarakter. 

Hal penting lain yang ada di Wikrama kata Itasia, bahwa sesungguhnya setiap anak itu istimewa. Karena itu, tidak ada seleksi masuk di sekolah ini. Yang ada adalah interview untuk memastikan kesungguhan si anak.

Bagi Wikrama, tidak ada anak yang bodoh atau pintar. Yang diperlukan oleh mereka adalah kesempatan yang sama. Karena itu, ketika anak mulai masuk Wikrama, yang pertama kali dilakukan adalah menata hati dan penampilannya. Setelah itu, barulah pembelajaran bisa dimulai. Hasilnya, tentu bisa dibuktikan.  Minimal lewat prestasi yang telah diraih Wikrama. Mereka mampu jadi juara!