Deklarasi Minahasa Merdeka, Siapa yang Makar Ahoker atau Umat Islam?
Gerakan Minahasa Merdeka di Provinsi Sulawesi Utara dinilai sebagai gerakan separatisme yang akan menghancurkan NKRI.

MONDAYREVIEW.COM- Keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis 2 tahun penjara kepada terdakwa kasus penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama menyakiti hati para pendukungnya. Gerakan bela Ahok pun terus bermunculan di berbagai daerah oleh para Ahoker.
Namun, ada sebuah gerakan yang menjadi buah pembicaraan berbagai kalangan masyarakat, terutama di sejumlah media sosial yang memberitakan hal tersebut. Yaitu Gerakan Minahasa Merdeka di Provinsi Sulawesi Utara. Gerakan ini dinilai oleh semua pihak sebagai gerakan separatisme yang akan menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Munculnya gerakan separatisme itu tentunya sangat disayangkan oleh semua pihak. Salah satunya Sekretaris Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) sayang miris melihat aksi seperti itu. “Kita cukup menyayangkan aksi seperti itu. Kan semua sudah sepakat untuk menghormati keputusan sidang, lalu sebagian mereka itu terang-terangan mendeklarasikan untuk memisahkan diri dari NKRI, kan bahaya,” kata Fahmi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (17/5).
Fahmi khawatir dengan adanya gerakan seperti ini, maka akan melahirkan gerakan-gerakan serupa di berbagai daerah. Jika hal tersebut terjadi, maka NKRI sedang dalam ujian yang luar biasa.
Selain itu, Fahmi mengungkapkan bahwa munculnya aksi seperti itu secara langsung telah mematahkan tuduhan makar dan antikebhinnekaan yang selama ini dialamatkan kepada aksi-aksi yang dilakukan oleh umat Islam atau aksi bela Islam. Pasalnya, pada kenyataannya para pendukung Ahoklah yang secara terang-terangan mendeklarasikan untuk memisahkan diri dari NKRI.
Lebih lanjut Fahmi mengungkapkan bahwa mereka juga meminta bantuan asing untuk menganulir keputusan sidang. “Sudah intervensi asing itu,” tegasnya.
Dia meminta semua pihak dapat kembali pada kiprahnya masing-masing, yaitu fokus membangun bangsa Indonesia untuk lebih baik dan jangan pernah lagi terjebak pada jargon-jargon yang menyebut 'jika tidak membela Ahok berarti tidak adil, tidak Pancasila'.
"Karena jargon tersebut menyesatkan dan harus segera diluruskan,"tegasnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Hanafi Rais agar semua pihak untuk menghentikan aksi demo dukungan kepada terpidana penista agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Menurut politikus muda PAN hal ini harus segera dihentikan. Apabila ini terus bergulir maka ada oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan situasi ini untuk memecah belah bangsa. Hal itu sudah terjadi di Manado beberapa waktu lalu.
“Siapa pun di Minahasa atau daerah lain, sudah hentikan saja segala bentuk protes-protes terhadap keputusan Ahok,” kata Hanafi di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (16/5).
Baginya, masyarakat yang beradab adalah masyarakat yang menjunjung tinggi hukum dengan menyikapi hasil proses persidangan dengan akal sehat. Dengan menerima hasil keputusan secara legowo. Dan jika merasa keputusan tersebut tidak adil maka bisa diperjuangkan melalui proses hukum yang ada di Indonesia.
Baginya, munculnya gerakan Minahasa Merdeka harus menjadi cerminan bahwa pergerakan massa sangat rentan ditunggangi oleh oknum-oknum yang berkepentingan lain. “Harusnya, terima secara baik-baik daripada nanti ditunggangi kelompok-kelompok yang menginginkan konflik horizontal berbasis identitas,” tutup Hanafi.
Sementara itu, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian secara tegas menyebut gerakan ini sebagai ancaman kepada keutuhan NKRI. Tito secara khusus mengimbau kepada masyarakat untuk tidak lagi mempertentangkan masalah primordialisme kesukuan dan keagamaan.
"Karena para pemimpin pendiri bangsa kita dari 1928-1945 sudah menepikan, meminggirkan, perbedaan itu jadi bangsa yang satu, bangsa Indonesia. Bangsa yang terdiri atas berbagai suku dan bangsa,” tegas Tito di aula Asrama Haji, Jalan WR Supratman, Kota Palu, Sulawesi Tengah, beberapa hari lalu.