Dampak PSBB Jakarta, Mandiri Institute: Ekonomi Kian Mangkrak

Penerapan PSBB Jakarta memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi nasional yang bisa minus 2% year on year (yoy) pada akhir tahun 2020.

Dampak PSBB Jakarta, Mandiri Institute: Ekonomi Kian Mangkrak
Head Research Mandiri Institute Teguh Yudo Wicaksono / Istimewa

MONITORDAY.COM - Head Research Mandiri Institute Teguh Yudo Wicaksono  memperkirakan dampak Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) di DKI Jakarta akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi nasional yang bisa minus 2% year on year (yoy) pada akhir tahun 2020.

Menurutnya, DKI Jakarta akan menerima konsekuensi PSBB yang diberlakukan mulai 14 September 2020 yang bakal tercermin dari penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini akan menjadi batu sandungan ekonomi nasional. Sebab kontribusi ekonomi DKI Jakarta terhadap ekonomi nasional sekitar 16%.

"meski ekonomi Jakarta tidak akan kontraksi sedalam kuartal II-2020 yang minus 8,22% yoy, tapi kebijakan itu akan menurunkan tren aktivitas ekonomi yang sudah pulih pada Juli dan Agustus lalu," ungkap Teguh di Jakarta, senin (14/9/2020). 

Dalam penelitian Mandiri Institute yang bertajuk Ritel dan Restoran dalam Dinamika Kenormalan baru mengungkapkan perbaikan ekonomi nasioanal yang direpresentasikan di delapan kota besar pada Juli-Agustus 2020.

Penelitian yang menggunakan metode live tracking dari 5.968 lokasi toko dan 7.531 restoran di Jabodetabek, Makasar, Medan, Surabaya, dan Denpasar, menemukan dalam dua bulan terakhir terjadi kenaikan kunjungan ke pusat belanja dan restoran lebih dari 50% terutama sejak PSBB transisi dibanding saat PSBB pertama kali diberlakukan secara nasional. 

Kenaikan kunjungan ke pusat belanja umumnya didorong oleh pekerja yang mulai bekerja dari kantor dan keinginan konsumen untuk mendapatkan entertainment setelah berakhirnya PSBB.

Kenaikan dine-in restoran didorong oleh restoran kategori general. Hal ini disebabkan karena menu makanan yang lebih beragam dan selera yang lebih sesuai dengan kelompok masyarakat kelas menengah. 

Sementara itu, konsumen kelas menengah atas tampaknya masih ragu-ragu untuk dine-in di restoran, terlihat dari kunjungan specialty restaurant yang masih di bawah 50%.

Dinamika kunjungan akan sangat bergantung dengan kebijakan PSBB. Pemberlakuan PSBB akan cenderung menurunkan anka kunjungan.

Menerapkan protokol kesehatan yang ketat di pusat belanja dan restoran terutama dalam hal dine-in dapat menjadi jalan tengah antara pencegahan infeksi Covid-19 dan menjaga konsumsi ekonomi di dua sektor tersebut.

PSBB Jakarta, bagi Teguh akan berdampak luas. Selain ke dunia usaha seperti ritel dan restoran, juga ke pekerjanya. Dus, konsumsi sebagian masyarakat tersebut akan turun seiring dengan penuruna omzet.

Teguh menilai, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta seharusnya bisa lebih mengintervensi konsumsi para pekerja dengan kebijakan seperti bantuan langsung tunai (BLT). 

Sebab, tidak sedikit pekerja di restoran dan pusat perbelanjaan bukan merupakan pekerja paruh waktu, tidak terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan, dan memiliki gaji di bawah Rp 5 juta sebulan. Faktanya, mereka tidak mendapatkan insentif subsidi gaji dari pemerintah pusat yang saat ini sudah berlangsung.

“Memang masalahnya data, tapi data bisa diajukan oleh pengusaha restoran dan mall, mereka mengajukan ke Pemprov DKI Jakarta, kemudian Pemprov lapor ke pemerintah pusat untuk mendapatkan subsidi gaji,” katanya.

Teguh berharap, PSBB di Jakarta dapat dijalankan maksimal dan bisa mengatasi penyebaran virus. Sehingga, turunnya aktivitas ekonomi tidak sia-sia, karenanya semakin lama PSBB maka ekonomi makin tertekan. 

Makanya, agar kebijakan efektif, seyogyanya Pemprov DKI Jakarta menggunakan basis evaluasi atas pelaksanaan PSBB yang dijalankan pada Maret-Juni lalu. 

“Memonitoring apa yang terjadi yang bolong-bolong di PSBB yang pertama, sehingga PSBB yang sekarang lebih efektif,” jelasnya.