Cegah Corona, Muliakan Tetangga
Meski sederhana, tapi sesungguhnya gerakan muliakan tetangga bisa menumbuhkan ‘sense of community’ di tengah pandemi. Mari bantu dan muliakan tetangga!

KASUS Corona yang dialami satu keluarga di Sawah Besar, Jakarta Pusat sempat jadi sorotan. Pasalnya dua anak berusia 10 dan 13 tahun harus menjalani isolasi tanpa ditemani orangtuanya. Baik ayah maupun ibunya sama-sama dirawat di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet.
Awalnya, warga sekitar tak tahu menahu soal derita yang dialami keluarga tersebut. Hingga akhirnya, ketua RW dan warga sekitar berinisiatif mendatangi rumahnya.
Ketua RW bersama warga kaget luar biasa, jika di rumah tersebut hanya ada tiga orang anak. Kedua orangtuanya dirawat.
Malangnya, sang ayah yang lebih dulu dinyatakan positif Covid-19 tak bisa melewati masa kritis, ia pergi meninggalkan istri dan anak-anaknya ke alam baka. Sementara sang istri, yang diketahui bernama Christin masih dalam perawatan dokter.
Setelahnya, ketiga anak itu diminta ikut tes Covid-19. Hasilnya, dua diantara anak tersebut dinyatakan positif corona. Ketiganya lalu diisolasi di rumahnya dan kebutuhannya disediakan warga.
Tak lama setelah itu, kabar baik datang. Sang ibu dinyatakan sembuh dari virus corona dan pulang kembali pada Sabtu (18/4/2020) siang. Kesembuhan ibu dari tiga anak tersebut disambut sukacita oleh warga di sekitar tempat tinggalnya.
Kedatangannya langsung disambut hangat oleh tepuk tangan para tetangga yang berdiri di depan teras-teras rumah. Beberapa dari mereka meneriakan kata semangat untuk Christin.
“Semangat, kamu bisa!” kata salah dua tetangga.
Tentu saja, kisah pilu namun juga haru ini secara tak langsung menampar lakon orang-orang yang selama ini melakukan penolakan terhadap jenazah korban covid-19 maupun yang mengucilkan para tenaga medis maupun keluarga korban yang notabene tetangga sendiri. Tetangga masa gitu?
Padahal, tetangga adalah sosok yang akrab dalam kehidupan kita sehari-hari. Tak jarang, tetangga lebih tahu keadaan kita ketimbang kerabat kita yang tinggal berjauhan. Saat kita sakit dan ditimpa musibah, tetanggalah yang pertama membantu.
Tetangga memang dahsyat, punya kekuatan untuk mengubah peradaban. Ketika Jepang datang ke tanah Jawa, dan mengalami kesulitan ketika mengantisipasi mata-mata, maka mulailah dikembangkan Tonarigumi, serupa dengan Goningumi. Kelompok lima sampai sepuluh rumah tangga.
Jepang yang berideologi fasis tahu betul bila kekuatan tetangga bisa merasukkan kuasa sampai ke lapisan terbawah. Terbatasnya militer jepang dari tentara ke Jawa tentu membutuhkan strategi lain. Dan tonarigumi adalah pilihan tepat.
Jika Fasis saja melihat tetangga begitu dahsyat, tentu Islam lebih dashyat lagi. Sebagaimana disabdakan Muhammad saw., bahwa Islam begitu menekankan kepada kita untuk berbuat baik kepada tetangga.
Tetangga adalah sosok yang akrab dalam kehidupan sehari-hari. Tak jarang, tetangga lebih tahu keadaan ketimbang kerabat yang tinggal berjauhan. Saat kita sakit dan ditimpa musibah, tetanggalah yang pertama datang dan membantu.
Kepada tetangga, Islam juga mengajarkan kita untuk saling memberi kenyamaanan. Bahkan, Rasululah saw. mengaitkan kesempurnaan keiamanan seseorang kepada Allah Swt. dan hari akhir dengan sikap memuliakan tetangga. (HR. Bukhari No.6019).
Dalam konteks ibadah puasa dan pandemi Covid-19, penting kiranya menumbuhkan ‘sense of community. Lalu, karena kebijakan physical distancing tak memungkinkan interaksi yang lebih luas, maka yang paling memungkinkan adalah di jejaring rukun tetangga/RT.
Rasulullah saw. sesungguhnya telah memberi anjuran kepada ummatnya untuk menyegerakan untuk berbuat baik pada tetangga dan tidak menyakitinya sedikit pun. Dalam Islam, akhlak mulia adalah kunci pertama dan utama.
Memuliakan tetangga adalah bentuk lain dari bukti keimanan seorang muslim dalam menjalani hidupnya. Kebaikan tak sekadar kepada Allah, melainkan juga mencakup hubungan sesama; tetangga.
Suatu ketika, Rasul pernah memerintahkan Abu Dzar dan istrinya agar saat memasak memperbanyak kuahnya sehingga tetangga dapat ikut merasakannya. Kata Rasulullah, tidak beriman seseorang yang tidur dalam keadaan kenyang sementara tetangganya meringis kelaparan.
Di masa pandemi, memuliakan tetangga tentu amat penting. Karena isolasi selama covid -19 menuntut kita untuk lebih bayak di dalam rumah ketimbang keluyuran.
Meski begitu, perlu diingat bahwa isolasi sejatinya bukan berarti putus kontak. Melainkan tetap menjaga kontak dengan keluarga dan kolega melalui telpon ataupun media sosial. Terutama mereka yang sedang terganggu kesehatan dan tinggal seorang diri.
Dr. Carla Perissinotto, professor di Geriatrics Division of the University of California-San Francisco’s Departement of Medicine bilang, “kita tetap menjalankan physical distancing, tapi bukan berarti terisolasi dari dunia luar. Karana karantina dalam jangka panjang bisa memicu kesepian dan depresi.”
Cara-cara sederhana bisa dilakukan, mulai dari menyapa dan menanyakan kabar tetangga semasa isolasi atau berbagi makanan kepada mereka yang membutuhkan.
Bisa juga dengan membeli makanan yang dibuat tetangga atau warung tetangga walaupun makanan itu belum tentu kita perlukan tetapi bisa diberikan kepada saudara atau tetangga yang kita anggap dekat.
Meski sederhana, tapi sesungguhnya bisa menumbuhkan ‘sense of community’ di tengah pandemi. Mari bantu dan muliakan tetangga!