Cuan Pertamina Di tengah Triple Shock Pandemi

MONITORDAY.COM - Mencetak laba saat kondisi perekonomian global terpuruk bukanlah perkara mudah. Keberhasilan Pertamina memperoleh laba di atas 1 miliar dolar AS atau sekitar Rp14 triliun pada 2020 di tengah pandemi COVID-19 dinilai tak lepas dari strategi bisnisnya yang tepat.
Rendahnya harga minyak dunia pada tahun lalu memberi berkah terhadap kinerja PT Pertamina (Persero) di sektor hilir hingga akhir tahun lalu. Penjualan produk BBM menjadi penopang keuangan Pertamina meskipun terdapat penurunan konsumsi karena pandemi Covid-19. Saat harga minyak dunia sedang murah, Pertamina melakukan pembelian dan disimpan, setelah harga mulai naik mereka bisa melakukan penjualan.
Kinerja keuangan Pertamina pada 2020, berdasarkan laporan belum diaudit (unaudited), perseroan mencatatkan laba sebesar US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun. Apa yang telah dicapai oleh Pertamina merupakan suatu hal yang luar biasa. Strategi bisnisnya dinilai para pengamat tepat. Strategi Pertamina dalam rangka menghadapi tripple shocks saat pandemi terbukti menguntungkan.
Kendati Pertamina juga dibayangi oleh gugatan salah satu perusahaan AS Anadarko Pteroleum Corporation senilai Rp 39,5T. Gugatan tersebut diduga diakibatkan adanya pembatalan perjanjian impor LNG 1 juta ton (MTPA) pertahun dalam jangka waktu 20 tahun dari Mozambik pada Februari 2019. Kalangan DPR menilai Pertamina telah gagal memperhitungkan kebutuhan gas dalam negeri.
Pada semester I 2020, keuntungan Pertamina sempat anjlok dengan mencatatkan kerugian hingga Rp11 triliun penyebabnya BUMN Migas ini mengalami tripple shocks yakni menurunnya harga minyak dunia, menurunnya permintaan, dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar.
Namun dengan strategi bisnis yang tepat, Pertamina berhasil melakukan rebound, sehingga akhir 2020 bisa membukukan keuntungan. Ada sejumlah faktor pendorong yang menyebabkan Pertamina mengalami rebound dalam segi keuntungan, yakni berhasil melakukan efisiensi dengan memangkas biaya produksi.
Pertamina berhasil melakukan pekerjaan skala prioritas dengan pekerjaan mana saya yang bisa dikerjakan dan pekerjaan yang bisa bisa ditunda sementara waktu. Kemudian, perusahaan Migas dalam negeri ini berhasil meningkatkan produksi di tengah harga minyak mentah (crude oli) dunia terkoreksi.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan produksi minyak di semester sebelumnya. Selanjutnya, konsumsi BBM di dalam negeri mengalami peningkatan dibandingkan dengan semester I.
Terakhir, Pertamina berhasil meningkatkan pendapatannya dari luar core bisnisnya sektor migas. Ini sangat membantu Pertamina. Dirut Pertamina Nicke Widyawati terbukti mampu mendongkrak revenue perusahaannya, salah satunya dengan melakukan storage, ketika harga minta dunia naik Pertamina melakukan penjualan yang berdampak signifikan terhadap pendapatan.
Pembayaran utang Pemerintah sebesar Rp 45T tersebut menjadi stimulus bagi Pertamina bisa memperoleh keuntungan lebih baik. Fahmy menilai target laba US$2 miliar yang dibuat perusahaan pelat merah itu menjadi realistis untuk dicapai apabila kondisi harga BBM masih stabil dan tidak terjadi penurunan.
Kontribusi dari sektor hulu masih kecil lantaran Pertamina diperkirakan tidak mampu menaikkan lifting, apalagi permintaan minyak dunia masih rendah akibat pandemi Covid-19 belum berakhir. Pengamat menilai target laba Pertamina tahun ini masih realistis. Pasalnya, dalam kondisi normal, realisasi laba Pertamina berada pada kisaran Rp30 triliun.