Buah Kesabaran Menghindari Maksiat

MONITORDAY.COM - Suatu ketika seorang lelaki terkesan dengan cerita Nabi Muhammad Saw. Nabi bercerita tentang seorang dermawan yang diterima ibadahnya. Latar belakang diterima ibadahnya itu, lantaran dermawan itu bila bersedekah, ia memberikannya kepada orang yang tercela sifatnya (sampah masyarakat) dan kepada orang kaya juga.
Dermawan itu, tidak putus-putusnya bersedekah. Setiap kali dermawan itu akan bersedekah selalu didahului dengan niat pada malam sebelumnya. Niat bersedakah itu diungkapkan secara berurutan dimulai dengan niat bersedekah kepada para pencuri, pencopet, perampok pelacur, dan kepada orang kaya.
Ketika orang itu memberikan sedekah sesuai dengan niat yang sudah diungkapkan pada malam harinya. Maka, setelah dermawan itu bersedakah baik kepada pencuri, pencopet, perampok, maupun kepada para pelacur timbul reaksi masyarakat dengan ungkapan-ungkapan yang emosionil, seperti: “orang jahat kok di baik-baikin”, “orang gila pelacur kok diberi sedekah”. Meskipun, dermawan itu mendengar reaksi dari masyarakat yang diungkapkan dengan perkataan yang tidak layak. Setiap selesai bersedekah dia selalu mengatakan “terpujilah nama Alloh bagi percuri, pencopet, perampok, dan pelacur”.
Suatu saat dermawan itu pun bersedekah kepada orang kaya. Kabar itu tersebar ke masyarakat dan masyarakat tambah tidak mengerti dan geleng-geleng kepala sambil mengumpat”orang kaya kok diberi sedekah”. Seperti biasa ucapan yang tidak nyaman dari masyarakat itu tidak ia hiraukan dan setelah bersedekah dermawan itu tetap mengatakan “terpujilah Allah bagi orang kaya”.
Kata nabi mengenai dermawan itu, ketika beliau berada di hadapan para sahabat dan umat yang berkumpul di mesjid “Kelak, akan terdengar suara gaib dalam pengadilan Tuhan, sedekahmu diterima seluruhnya”. Mengapa demikian?
Nabi melanjutkan, pernyataannya:”Karena dengan bersedekah kepada para pencuri, pencopet, perampok, ia berharap mereka akan berhenti mencuri, merncopet, atau merampok. Sedangkan bersedekah kepada para pelacur, ia berharap mereka akan berhenti melakukan zina. Adapun sedekah terhadap orang kaya dimaksudkan supaya mereka mau menafkahkan sebagian hartanya untuk bertderma seperti yang dilakukannya”.
Laki-laki yang mendengar cerita Nabi itu adalah seorang penjahat kambuhan. Dari sejak kecil ia belum pernah berbuat baik. TetapI setelah mendengar cerita Nabi tersebut penjahat kambuhan ini mulai rajin mengikuti majlis-majlis ilmu yang di selenggarakan hampir setiap hari. Suatu ketika, saat Ia mengikuti majlis imu mendengar Nabi Saw bersabda: ”Barang siapa meninggalkan sesuatu ketika masih haram, ia akan memperolehnya sesudah menjadi halal”
Sabda Nabi Saw tersebut selalu terngiang di telinganya dan penjahat kambuhan itu ingin bertobat. Namun nafsu hendak mencurinya kadang-kadang datang lagi dan tak dapat dihilangkan sama sekali.
Pada suatu malam yang gelap dan dingin iapun merencanakan melakukan kebiasaannya mencuri. Ia mengendap-ngendap memasuki rumah seorang janda yang cantik dan kaya yang sudah lama ditinggal mati suaminya.
Setelah berada di dalam rumah, ia melihat makanan yang lezat-lezat di atas meja makan dan Ia pun berniat untuk menyantapnya. Saat akan menyantapnya suara Nabi Saw kembali terngiang di telinganya:”jangan kau lakukan, sebab makanan itu masih haram bagimu.Tinggalkan nanti kamu akan mendapatkannya setelah menjadi halal”. Suara ghaib itupun di patuhinya.
Kemudian, Ia membuka lemari. Dilihatnya banyak sekali perhiasan yang mahal-mahal. Ia bermaksud untuk mengambilnya. Namun, kembali ucapan Nabi Saw menggema di telinganya:”urungkan niat burukmu itu supaya kamu memperolehnya setelah halal nanti”. Suara ghaib itupun di patuhinya kembali.
Ketika Ia memasuki kamar Janda muda yang cantik tersebut. Nafsu birahinya membuncah dan Ia bertekad hendak memperkosanya. Tetapi ketika ia mau melaksanakan hajatnya seolah Nabi Saw memperingatkannya: ”Barang siapa meninggalkan sesuatu ketika masih haram, ia akan memperolehnya sesudah menjadi halal”. Kali ini pun batal melampiakan keinginannya. Kemudian ia pulang sebelum syaithon membujuknya kembali.
Keesokan harinya, penjahat kambuhan itu pergi ke mesjid untuk ikut berjamaah sholat subuh bersama Nabi Saw. Setelah selesai shalat, Ia duduk terpisah dari jamaah lain karena merasa dirinya masih banyak dosa.
Secara tiba-tiba janda muda yang cantik dan kaya itu masuk ke mesjid dan menghampiri Nabi Saw. Kemudian Ia berkata kepadanya:” Ya Rasulullah. Tadi malam, rupanya ada pejahat yang menyantroni rumah saya. Tetapi ia keluar dari rumah saya tanpa mengambil apapun milik saya. Meskipun begitu saya merasa takut ya Rasulullah, saya khawatir nanti malam masuk lagi kerumah padahal saya di rumah sendirian” .
Kemudian Nabi Saw bertanya:”mengapa engkau sendirian?”. “Suami saya sudah meninggal dunia, ya Rasulullah” jawab janda tersebut.
“Kalau begitu, kamu harus bersuami lagi. Maukah kau kunikahkan” tanya Rasulullah. Janda itupun mengangguk tanda setuju dengan tawaran Rasulullah.
Kermudian Nabi Saw mencari siapa di antara yang hadir pada pagi hari itu yang belum punya istri. Pilihan Rasulullah jatuh pada penjahat kambuhan itu. Lalu Ia dipanggil dan ditanya tentang kesediaanya menjadi pendamping hidup janda muda yang cantik dan kaya itu.
Betapa girangnya lelaki itu, karena selama ini begitu sulit ia mencari seorang wanita yang bersedia menjadi istrinya mengingat kelakukannya yang buruk dan panjang tangan.
Dengan niat yang tulus untuk kembali kepada kehidupan yang suci dan dengan kesabarannya mematuhi sabda Nabi Saw: ”Barang siapa meninggalkan sesuatu ketika masih haram, ia akan memperolehnya sesudah menjadi halal”. Akhirnya, Lelaki itu dinikahkan secara resmi dengan janda muda yang cantik dan kaya oleh Rasulullah Saw.
Kisah ini adalah tamsil, merupakan riwayat yang cukup populer dikalangan kaum sufi yang diperuntukan untuk melatih kesabaran didalam menjaga kesucian diri.
Kesabaran merupakan amalan yang sangat berat dilakukan tetapi hasilnya menjadi kenikmatan yang abadi dan lestari. Pepatah Arab mengungkapkan:”Sabar itu pahit rasanya seperti jadam. Tetapi hasilnya manis melebihi madu”. Wallohu’alam bil showab.
Referensi
Nasiruddin,2007, Kisah Orang-orang Sabar, Republika, Jakarta