Karomah Sejati Para Wali

Karomah Sejati Para Wali
Syaikh Abdul Qodir Al Jaelani

MONITORDAY.COM - Wali dalam bahasa Arab mempunyai jamak Aulia mempunyai beberapa pengertian. Dalam QS. Al Maidah: 51, wali diartikan sebagai pemimpin, pelindung atau teman setia. Dalam QS. Yunus: 62, wali diartikan sebagai orang-orang yang istimewa di mata Allah SWT. 

Dalam sebuah hadits qudsi dari Abu Hurairah, ia menuturkan, 'Rasulullah Saw. bersabda,
Allah SWT berfirman, Siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku umumkan perang kepadanya, dan hamba-Ku tidak bisa mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku wajibkan. Jika hamba-Ku terus-menerus mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan sunnah, maka Aku mencintai dia.

Jika Aku sudah mencintainya, Akulah pendengarannya yang ia jadikan untuk mendengar, dan pandangannya yang ia jadikan untuk memandang, dan tangannya yang ia jadikan untuk memukul, dan kakinya yang dijadikannya untuk berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, pasti Kuberi, dan jika meminta perlindungan kepada-Ku, pasti Ku lindungi." (HR Bukhari).

Salah satu ciri khas wali adalah karomah. Karomah didefinisikan sebagai keajaiban yang dialami selain Nabi. Karena hanya Nabi yang mendapat mukjizat, maka wali mendapat karomah. Ada banyak gambaran dari karomah. Misalnya bisa berjalan di atas air. Ada juga karomah bepergian dari Indonesia ke Mekkah dalam waktu sekejap. 

Namun benarkah karomah harus selalu berbentuk keajaiban? Ustadz Yendri Junaidi dosen STIT Rahmah El Yunusiyah Padang Panjang menceritakan soal karamah terbesar Syaikh Abdul Qadir Al Jailani. 

Syekh Mikhlaf al-‘Aliy menceritakan, suatu ketika Syekh Abdul Qadir al-Jailani berkata di depan murid-muridnya, “Hari Jumat besok aku akan menampakkan pada kalian karamah terbesarku.”
Tentu saja berita ini segera menyebar pada seluruh muridnya dan masyarakat luas. Mereka sangat penasaran menyaksikan langsung apa karamah terbesar yang dimiliki Syekh Abdul Qadir yang memang dikenal sebagai seorang wali dan dikaruniai banyak sekali karamah.
Hari Jumat pun tiba. Masyarakat berbondong-bondong datang ke masjid. Tentu saja niat mereka kali ini bukan lagi sekedar menunaikan kewajiban Jumat, melainkan juga ingin menyaksikan apa karamah terbesar Syekh Abdul Qadir.
Setelah menyelesaikan rangkaian ibadah Jumat, Syekh Abdul Qadir naik mimbar. Ia bertanya pada semua hadirin, “Apakah kalian sudah melihat karamahku?” Mereka menjawab, “Kami tidak melihat apapun.”
Beliau berkata, “Sekarang aku ingin bertanya pada kalian, dan tolong jawab dengan jujur. Apakah kalian pernah melihatku meninggalkan shalat fardhu?”
Mereka menjawab, “Tidak pernah.”
“Pernahkah kalian melihatku meninggalkan puasa Ramadhan?”
“Tidak.”
“Pernahkah melihatku berbohong? Pernahkah kalian melihatku mengambil hak orang lain? Pernahkah kalian melihatku bergunjing?”
“Tidak.”
“Apakah shalat yang aku kerjakan berbeda dengan shalat yang Rasulullah kerjakan?”
“Tidak”.
“Apakah khutbahku berbeda dengan khutbah Rasulullah?”
“Tidak.”
“Itulah sesungguhnya karamah terbesarku ; istiqamah.”
الاستقامة أكبر كرامة
"Istiqamah adalah karamah terbesar."