Belajar dari Wabah Pandemi Covid-19

Kita belajar dari keadaan yang terjadi bagi sebagian yang tidak siap akan mengalami kepanikan. (Dr. Amirsyah Tambunan)

Belajar dari Wabah Pandemi Covid-19
Sekjen Asosiasi Dosen Indonesia (ADI) sekaligus Wasekjen MUI Pusat, Dr Amirsyah Tambunan

"Di mana ada kemauan disitu ada jalan"

Pepatah ini masih relevan bila dikaitkan dengan sabda Rasulullah :

اُطْلُبُوا العِلْمَ مِنَ المَهْدِ إِلى اللَّحْدِ

Artinya : “Tuntutlah ilmu sejak dari buaian hingga liang lahat”

Meskipun hadis ini dhoif, akan tetapi bisa dijadikan motivasi agar manusia belajar terus sepanjang zaman dan sepanjang hayat. 

Pandemi Virus Corona atau COVID-19  telah memberikan pembelajaran berharga bagi semua manusia, terutama para ahli agar manusia memperoleh hikmah di balik peristiwa, karena setiap peristiwa ada hikmahnya.

Sejalan dengan firman Allah, QS: Al Baqoroh, Ayat: 269;

يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ

"Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).

Namun sebaliknya ada yang merasakan tekanan berat pada mobilisasi masyarakat di seluruh dunia. Dengan 'penyebaran yang sangat cepat, baik di Asia, Amerika, Timur Tengah dan Eropa telah mengambil kebijakan untuk mencegah perkembangan pandemi agar tidak semakin meluas dengan menetapkan kebijakan mengunci (lockdown) atau  jarak sosial (social distancing). 

Sayangnya bangsa Indonesia tidak sempat memberikan simulasi cara terbaik untuk lockdown dan social  distancing.  Pendek kata kita belajar dari keadaan yang terjadi  bagi sebagian yang tidak siap akan mengalami kepanikan. 

Data menunjukkan dalam dua pekan terakhir, negara-negara yang tergabung dalam OECD mengumumkan larangan kehadiran di sekolah dan universitas. Diperkirakan 421 juta anak-anak harus siap belajar di rumah, karena penutupan sekolah yang diterapkan di 39 negara.

Di Indonesia, atas anjuran social distancing yang dikeluarkan oleh pemerintah, terdapat ‘kesulitan’ di pelbagai sektor sudah tampak nyata. Perusahaan-perusahaan di Indonesia contohnya, turut menetapkan kebijakan bekerja dari rumah guna meminimalisir mobilisasi karyawan perusahaan.

Sektor Pendidikan; hampir seluruh Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi menutup sementara kegiatan belajar dan menginstruksikan peserta didik untuk belajar  dirumah.

Pembelajaran berharga  COVID-19  antara lain memaksa kita untuk pemanfaatan teknologi dan digitalisasi khususnya di Indonesia akibat diberlakukannya kebijakan belajar di rumah. Terdapat banyak argumen yang akan digunakan untuk menganalisis dampak kebijakan yang ditetapkan terkait penanggulangan COVID-19, yaitu;

Pertama, COVID-19 telah mendorong  revolusi industri 4.0 di dunia pendidikan melalui adopsi teknologi atau digitalisasi untuk kebutuhan sarana belajar selama situasi darurat. 

Kedua, pendekatan pembelajaran dengan pemanfaatan teknologi dalam situasi darurat COVID-19 berpotensi mengakibatkan kesenjangan digital dan ketimpangan sosial yang selama ini terjadi di masyarakat.

Ketiga, revolusi Industri 4.0 dipercepat
melalui pengenalan internet, sistem fisik cyber dan media sosial melalui jaringan yang saling menghubungkan negara-negara di dunia. Karena itu 4.0 merupakan salah satu revolusi industri yang paling cepat berkembang setelah revolusi industri ketiga yang dimulai pada 1980-an yang ditandai dengan transformasi teknologi terkomputerisasi.

Keempat, teknologi industri 4.0 juga telah mengaburkan batas antara teknologi dan masyarakat untuk membangun kehidupan manusia yang lebih efisien dan efektif.

Kelima, bagi institusi Pendidikan, sektor swasta, organisasi kemasyarakatan dan lain sebagainya di seluruh dunia menjadi solusi inovatif dalam waktu yang relatif singkat.

Keenam, masyarakat dipaksa untuk belajar cepat dalam pemanfaatan teknologi baik di ruang kelas, kantor, aula pertemuan, telah menjadi kosong.

Ketujuh, masyarakat berpindah pada ruang virtual melalui penggunaan pelbagai platform online, antara lain: Google Classroom, Zoom.us, Edmodo, Schoology, Youtube, e-Learning.

Berangkat hal tersebut diatas telah menjadi pengalaman satu pekan dalam pembelajaran E-lerning terdapat kendala, karena belum menjadi kebiasaan (hebit) dalam  menggunakan media E-Learning merupakan kecepatan  belajar dapat melampaui program yang selama ini dengan sistem Satuan Kredit Semester (SKS). Untuk itu sistem SKS perlu penyesuaian  dengan semboyan "Kampus Merdeka,  Merdeka Belajar"

Di negara-negara dimana fasilitas 5G tersedia seperti Cina, Amerika Serikat dan Jepang, konsep pembelajaran telah dikembangkan dalam bentuk pendidikan digital pelbagai format sehingga dapat mendukung konsep “belajar dimana saja dan kapan saja”.

Bahkan pembelajaran di kelas secara pribadi telah dilengkapi dengan modalitas pembelajaran baru sehingga belajar bisa menjadi kebiasaan yang terintegrasi ke dalam rutinitas sehari-hari.

Demikian pula di Indonesia, kebijakan belajar di rumah selama wabah COVID-19 telah menciptakan lompatan pemanfaatan teknologi – ponsel dan internet- yang awalnya hanya untuk medsos dan relasi sosial, kini menjadi media kegiatan belajar mengajar.

Menurut Data (2017), penggunaan Ponsel Indonesia saat ini terbilang sangat tinggi, yaitu mencapai 142% dari Populasi. Sampai 2019, ponsel terdaftar sebanyak 371 juta dan pengguna internet mencapai 133 juta.

Akan tetapi, dengan beragam program dan aplikasi pembelajaran secara online yang digunakan, tidak dapat dipungkiri bahwa baik tenaga pengajar, orangtua ataupun siswa mengalami keterkejutan budaya (shock culture). Tidak sedikit anak mengalami ketertinggalan proses belajar karena adaptasi teknologi yang masih lamban.

Di negara maju seperti Amerika sekalipun, para guru dan orangtua menghadapi penyesuaian yang cukup berat ketika proses belajar kelas dialihkan ke rumah dengan bantuan teknologi digital yang masih terbatas.

Begitu juga dengan tingkat ketimpangan ekonomi di Indoneia yang masih tinggi, baik masyarakat di perkotaan ataupun di pedesaan akan mempengaruhi anak dalam mengakses fasilitas teknologi saat belajar di rumah.

Dana Goldstein, seorang penulis buku yang berjudul The Teacher Wars, memaparkan sebagian besar rumah tangga di Amerika memiliki internet, tetapi jurang ketimpangan berdasarkan pendapatan, ras dan tingkat pendidikan orang tua tetap berpengaruh signifikan pada kemampuan orangtua dalam mendampingi anak-anaknya belajar di rumah dengan fasilitas teknologi yang terbatas.

Keluarga berpenghasilan rendah lebih cenderung bergantung pada telepon pintar atau smart phone untuk mengakses internet, sehingga anak-anak dalam rumah tangga mudah jenuh, sehingga cara belajar kurang efektif.

Dukungan teknologi melalui pembelajaran digital perlu diperkuat untuk mengadaptasi dan inovasi strategi pembelajaran di Indonesia yang sangat luas dari sabang hingga merauke.

Namun demikian, pemerintah dan Lembaga Pendidikan perlu memastikan bahwa sistem pembelajaran dengan pemanfaatan teknologi dapat dilakukan sebagai alternatif untuk memperkuat media pembelajaran yang tepat guna. PT.   Telkom  salah satu BUMN yang besar dapat memberikan dukungan imprastruktur agar Indonesia maju sesuai  jargon pemerintah "SDM Unggul Indonesia  Maju".

- Dr Amirsyah Tambunan