Beban Berat Bernama Stunting

TAK cuma soal Covid-19, musuh kita saat ini juga masalah stunting. Itulah kenapa Sekretariat Wakil Presiden sampai harus kembali mengingatkan amanat Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin tentang program percepatan penurunan stunting. Persoaalan ini tak bisa ditawar-tawar.
Suprayoga Hadi adalah Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Sekretariat Wakil Presiden, dalam Webinar Sosialisasi Dana Alokasi Khusus, Dana Isentif Daerah dan APBD Tahun Anggaran 2022 untuk Perceparan Pencegahan Stunting, pada Senin (24/5) di Jakarta, dia mengatakan Pandemi Covid-19 jadi disrupsi program percepatan penurunan stunting.
Suprayoga menuturkan, tuntutan karantina wilayah, physical distancing, kenaikan kemiskinan yang menyebabkan daya beli menurun dan lain sebagainya, jadi penyebab target-target penurunan stunting kacau balau.
“Dalam kondisi disrupsi karena Covid-19, kita pahami arahan Presiden dan Wakil Presiden tetap menegaskan walau dalam kondisi pandemik, percepatan penurunan stunting harus tetap dilakukan dan diprioritaskan. Amanat Presiden dan Wakil Presiden tak bisa ditawar lagi,” ujar Suprayoga.
Suprayoga lantas menjelaskan, jika komitmen pemerintah pusat itu diharapkan dapat diikuti komitmen setiap daerah. Karena itu, kata dia, komitmen pemerintah pusat diharapkan diikuti komitmen setiap darah, baik gubernur, bupati, walikota, hingga tingkat kelurahan dan desa.
“Kita harapkan komiten tinggi pemimpin daerah, agar sumber daya terbatas dapat dioptimalkan melalui koordinasi dan konvergensi,” ujarnya.
Untuk mengoptimalkan upaya tersebut, Setwapres satu dua bulan kedepan, menurut Suprayoga, aka mengundang para kepala daerah untuk mendeklarasikan bersama Wakil Presiden mengenai komitmen bersama penurunan stunting.
Ya, di era pandemi Covid-19 persoalan status gizi anak-anak Indonesia yang belum mengalami peningkatan yang signifikan. Sebaliknya kita sedang terancam dengan tingginya angka anak yang bertubuh pendek (stunting) dan kurus (wasting) serta ‘beban ganda’ malnutrisi dimana terjadinya kekurangan dan kelebihan gizi.
Sejatinya, persoalan kesehatan gizi, atau kemudian menjadi sunting, telah jadi momok menakutkan tidak saja bagi Indonesia, namun juga dunia. Stunting terjadi gara-gara seorang bayi tidak tumbuh secara optimal akibat asupan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan tidak terjaga dengan baik.
Pakar gizi dari Insitut Pertanian Bogor, Prof. Ali Khamsan menuturkan, stunting merupakan satu dari tiga masalah gizi yang dialami bangsa kita. Penyebabnya, kata dia, adalah kekurangan zat gizi mikro seperti zat besi dan seng.
“Stunting satu dari tiga masalah gizi yang dialami bangsa kita. Dua masalah lainnya adalah meningkatnya penyebaran penyakit tidak menular seperti hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung. Hal ini disebabkan oleh gizi lebih dan kekurangan zat gizi mikro seperti zat besi dan seng. Ketiganya disebut triple load of malnutrition, ”jelas Prof Ali Khomsan, di laman resmi Institut Pertanian Bogor, Rabu (13/1/2021).
Mengacu pada ketentuan WHO, stunting adalah gangguan tumbuh kembang yang dialami anak di bawah umur 5 tahun (balita) akibat gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai. Menurut WHO, anak-anak dapat didefinisikan terkena stunting jika tinggi badan anak untuk rata-rata normal usianya lebih dari dua deviasi standar di bawah median standar pertumbuhan Anak WHO atau jika tinggi badannya hanya sekitar 8,5-11,75 cm.
Stunting kerap tidak disadari oleh banyak orangtua, setelah anak berusia 2 tahun barulah sadar dan terlihat nyata jika balita mengalami persoalan. Karena itu, penting untuk mengetahui kenapa stunting bisa terjadi pada anak kita.
Menurut UNICEF, ada dua penyebab terjadinya stunting; penyebab langsung dan tidak langsung. Untuk penyebab langsung, meliputi asupan makanan dan keadaan kesehatan. Sedangkan penyebab tidak langsung meliputi ketersediaan dan pola kosumsi rumah tangga, pola pengasuhan anak, sanitasi lingkungan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Faktor-faktor tersebut ditentukan oleh sumber daya manusia, ekonomi dan organisasi melalui faktor pendidikan. Penyebab paling mendasar dari tumbuh kembang anak adalah masalah politik, ideologi, dan sosial ekonomi yang dilandasi potensi sumber daya yang dimiliki.
Karena jadi tugas berat, maka Indonesia saat ini perlu terus mendorong konvergensi program penurunan stunting. Sehingga persoralan stunting tak bisa diatasi oleh orang perorang, lembaga perlembaga, kementrian per kementrian. Sebaliknya, stunting adalah persoalan bersama yang harus diselesaikan secara bersama, semua sektor.
Stranas Percepatan Pencegahan Stunting harus betul-betul dijalankan semua pihak. Menyasar berbagai penyebab langsung maupun tidak langsung persoalan stunting. Jika tidak begitu, maka jangan harap kita beraih bonus demografi di kemudian hari.