Badai Belum Berlalu

Kita tetap perlu realistis, yakni Covid-19 belum berlalu, bahkan belum menunjukan penurunan kurva.

Badai Belum Berlalu
Sumber gambar: antaranews.com

MONDAYREVIEW.COM – Seorang maestro musik Indonesia, almarhum Chrisye mempunyai sebuah lagu yang dinyanyikan berjudul badai pasti berlalu. Judul sederhana namun mempunyai makna yang dalam. Yakni sebuah badai bagaimanapun besarnya pasti akan berlalu. Setelah itu akan terganti oleh langit yang cerah. Maknanya sebanyak apapun kesulitan yang kita alami dalam hidup, suatu ketika akan berlalu juga. Maka kita tidak boleh putus asa saat diuji oleh Tuhan, melainkan harus tetap yakin bahwa setiap ujian ada akhirnya.

Lagu ini cocok dengan kondisi kita hari ini, dimana seluruh dunia sedang diuji oleh makhluk kasat mata yang berbahaya, yakni covid-19. Di satu sisi, kita harus menanamkan optimisme dalam pikiran, bahwa covid-19 pasti cepat atau lambat akan berakhir. Namun di sisi lain kita tetap perlu realistis, yakni Covid-19 belum berlalu, bahkan belum menunjukan penurunan kurva. Alih-alih mengatakan badai pasti berlalu, realitasnya adalah badai belum berlalu. Persoalannya adalah, kita tidak tahu kapan badai akan berlalu.

Pada masa awal Covid-19 masuk ke Indonesia, para ahli dan akademisi memprediksi bahwa Covid-19 akan berakhir sekitar bulan Juli. Alih-alih menurun dan berakhir, sampai September ini jumlah positif Covid-19 mencapai rekor baru, yakni 3000 lebih orang per hari. Hal ini tidak aneh mengingat masyarakat yang sudah beraktifitas seperti sebelum Covid-19 kembali. Masalahnya adalah tidak adanya kesadaran dan ketegasan pemerintah terhadap protocol kesehatan.

Setiap hari juga terjadi peningkatan jumlah masyarakat yang melakukan rapid test dan swab test. Hal ini membuat semakin banyak yang ketahuan mengidap corona. Inilah yang menjadi salah satu alasan kenapa jumlah penderita covid-19 setiap hari meningkat. Melihat fenomena seperti sekarang menyerah bukanlah pilihan. Kita tetap tidak boleh kehilangan harapan, sesulit apapun kondisi yang kita alami sekarang. Kita juga tidak boleh menghentikan program pemulihan ekonomi nasional yang sedang berjalan.

Yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah pengetatan dan penegasan kembali kebijakan protocol kesehatan. Kita sulit mengharapkan kesadaran masyarakat tumbuh tanpa adanya pengawasan pemerintah. Seharusnya kondisi hari ini dikembalikan seperti masa-masa awal PSBB, tanpa harus menutup tempat-tempat yang sudah kembali dibuka. Setidaknya razia masker bisa digalakan kembali dengan denda atau tilang bagi yang tidak menggunakannya. Aparat juga harus melakukan sidak ke tempat-tempat seperti pasar dalam frekuensi yang sering.

Tempat-tempat yang belum dibuka sebaiknya jangan dulu dibuka mengingat perkembangan covid-19. Misalnya sekolah dan bioskop, sebaiknya jangan sampai dibuka. Memang banyak dorongan dan tekanan untuk membuka kembali sekolah dan bioskop. Bahkan pembukaan bioskop hampir bisa dipastikan akan direalisasikan pada pertengahan September ini. Kita bisa memahami bahwa para pelaku bisnis dan juga para karyawannya memerlukan pemasukan dari beroperasinya bioskop.

Di sini lagi-lagi pemerintah harus berperan, jikalau mau tak mau bioskop akan dibuka, maka protocol kesehatan harus ketat. Lebih bagus jika tidak dibuka sampai kurva mulai menurun. Yang jelas, kebijakan new normal tidak bisa lagi diandalkan. New normal membuat semuanya seakan-akan sudah normal. Yang lebih baik adalah kebijakan beradaptasi di tengah pandemic, karena lebih menyadarkan masyarakat bahwa kita masih dalam kondisi pandemic walaupun sudah diizinkan beraktifitas kembali.