Azyumardi Azra: Pembiaran Intoleran Bermanipulasi Narasi Menimbulkan Intoleransi Dalam Keberagaman Indonesia
Dalam alam demokrasi saat ini, proses toleransi dan inklusi sosial di Indonesia dinilai mengalami sisi kemajuan, walaupun demikian ada beberapa hal yang masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi bangsa Indonesia saat ini.

MONITORDAY.COM - Dalam alam demokrasi saat ini, proses toleransi dan inklusi sosial di Indonesia dinilai mengalami sisi kemajuan, walaupun demikian ada beberapa hal yang masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi bangsa Indonesia saat ini.
Kondisi ini diungkapkan oleh Guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus tokoh ilmuwan Islam Indonesia, Prof.Dr Azyumardi Azra, MA saat menjadi pemateri dalam acara Festival HAM Indonesia di Wonosobo Jawa Tengah, Selasa, 13 November 2018.
"Saya kira akademisi harus tampil di depan untuk suarakan kebenaran," katanya, dalam keterangan media yang diterima Monitorday.com.
Untuk mewujudkan toleransi yang menyeluruh kepada segenap lapisan masyarakat, menurutnya posisi Pemerintah harus lebih asertif. Dalam advokasi dan isue toleransi, lembaga atau masyarakat sipil yang bergerak dalam ranah ini juga harus terkonsolidasikan.
Karena dia berpandangan saat ini ada disorientasi di kalangan LSM dalam menyikapi hal tersebut. Ini dikarenakan ada beberapa tugas yang menjadi garapan lembaga masyarakat sipil telah dikerjakan oleh Negara.
"Masyarakat sipil yang tergabung dalam lembaga advokasi atau yang lainnya harus diperkuat. Posisi negara pun harus semakin asertif dalam menegakkan keberagamaan," tuturnya
Terkait keberagaman, Azyumardi menyebutkan bahwa saat ini jauh lebih baik, karena sudah masuk dalam politic of recignition.
"Kita jauh lebih beruntung, karena saat ini terkait perbedaan agama dan budaya sudah terakui oleh Negara. Sebagai contoh kawan-kawan penghayat sekarang sudah bisa dicantumkan dan terakomodir statusnya dalam KTP. Tetapi masih banyak hal yang harus diperjuangkan," ujarnya.
Oleh karenanya, Azyumardi menegaskan bahwa sudah saatnya negara berdiri tegak untuk tidak mengakomodir kehadiran paham intoleran di Indonesia yang memiliki keberagaman dari seluruh aspek budaya dan sosial dalam masyarakatnya.
"Paham intoleransi ini berkembang karena selama bertahun - tahun kelompok intoleran ini dibiarkan melakukan manipulasi-manipulasi narasi kepada masyarakat," tegasnya.
Dia mencontohkan, dalam kasus polemik pembakaran bendera yang dilakukan oknum Banser NU di Garut beberapa waktu lalu. Dimana narasi yang dibangun kepada masyarakat adalah bahwa yang dibakar adalah bendera tauhid.
"Narasi yang ingin dibangun kan jelas, bahwa Banser NU membakar bendera Tauhid. Sehingga hal ini memunculkan kemarahan ummat kepada banser NU. Alhamdulillah, hal ini bisa diselesaikan cepat secara hukum dan pendekatan keagamaan antar pimpinan agama," ungkapnya.
Artinya, bagi Azyumardi, manipulasi narasi seperti itu tidak boleh dibiarkan berkembang. Karena jika terjadi, maka tidak menutup kemungkinan bisa menimbulkan konflik sesama antar masyarakat dan umat beragama.