Arkeologi Marxis, Dialektika Ideologi dan Sains

All I know is that I am not a Marxist. (Sepanjang yang saya tahu saya bukan seorang Marxis) Begitulah kata Karl Marx di tahun 1882. Nah, mengapa banyak yang menjadi pengikutnya? Meski Marx tak banyak menulis soal arkeologi namun pengaruh teori dan pemikirannya mempengaruhi berbagai disiplin ilmu. Cara pandangnya yang disandarkan pada materialisme historis digunakan oleh banyak pengikut teorinya.

Arkeologi Marxis, Dialektika Ideologi dan Sains
ilustrasi situs arkeologi/ net

MONDAYREVIEW.COM - All I know is that I am not a Marxist. (Sepanjang yang saya tahu saya bukan seorang Marxis) Begitulah kata Karl Marx di tahun 1882. Nah, mengapa banyak yang menjadi pengikutnya? Termasuk sejumlah arkeolog yang meminjam cara pandangnya untuk mengkritisi arkeologi klasik.

Meski Marx tak banyak menulis soal arkeologi namun pengaruh teori dan pemikirannya mempengaruhi berbagai disiplin ilmu. Cara pandangnya yang disandarkan pada materialisme historis digunakan oleh banyak pengikut teorinya.  

Kali ini kita akan sedikit bahas munculnya cabang ilmu arkeologi Marxis. Ada sejarah dialog panjang yang rumit antara Marxisme dan arkeologi yang melibatkan dialektika dalam beragam konteks dan level. Dialektika antara ideology dan sains. Antara teori dan data. Juga antara pendekatan saintifik dengan praktik politik.    

Arkeologi Marxis adalah teori arkeologi yang menafsirkan informasi arkeologi dalam kerangka Marxisme.  Kajian tentang Marxisme lebih banyak dalam ranah filsafat, ekonomi, dan politik. Bukunya yang fenomenal yakni Das Kapital berisi kritik terhadap teori ekonomi klasiknya Adam Smith.

Das Kapital dikenal luas justru setelah Marx meninggal dunia. Dan pengaruh pandangannya ke bidang arkeologi berkembang di masa Stalin. Mungkin penguasa Uni Soviet ingin meneguhkan kebenaran ideologinya dengan mencari akar pembenaran hingga ke masa silam. Era pra-sejarah yang dikaji oleh arkeologi.

Meskipun baik Karl Marx maupun Friedrich Engels tidak menggambarkan bagaimana arkeologi dapat dipahami dalam konsepsi Marxis tentang sejarah, itu dikembangkan oleh para arkeolog di Uni Soviet selama awal abad kedua puluh. Demikian dikutip dari Wikipedia.

Secara khusus, arkeologi mempelajari budaya masa silam, yang sudah berusia tua, baik pada masa prasejarah (sebelum dikenal tulisan), maupun pada masa sejarah (ketika terdapat bukti-bukti tertulis). Pada perkembangannya, arkeologi juga dapat mempelajari budaya masa kini, sebagaimana dipopulerkan dalam kajian budaya bendawi modern (modern material culture).

Karena bergantung pada benda-benda peninggalan masa lalu, maka arkeologi sangat membutuhkan kelestarian benda-benda tersebut sebagai sumber data. Oleh karena itu, kemudian dikembangkan disiplin lain, yaitu pengelolaan sumberdaya arkeologi (Archaeological Resources Management), atau lebih luas lagi adalah pengelolaan sumberdaya budaya (CRM, Culture Resources Management).

Menjadi teori arkeologi yang dominan di negara itu, teori ini kemudian diadopsi oleh para arkeolog di negara lain, terutama Inggris, di mana ia disebarkan oleh arkeolog berpengaruh V. Gordon Childe. Dengan munculnya arkeologi pasca-prosesual pada 1980-an dan 1990-an, bentuk-bentuk arkeologi Marxis sekali lagi dipopulerkan di kalangan komunitas arkeologi.

Meski masih memerlukan klarifikasi arkeologi Marxis telah dicirikan sebagai memiliki "umumnya mengadopsi dasar materialis dan pendekatan prosesual sambil menekankan konteks sejarah-perkembangan data arkeologi.

Teori tersebut berpendapat bahwa masyarakat masa lalu harus diperiksa melalui analisis Marxis, dengan demikian memiliki dasar materialistis.

Menurut teori ini perubahan masyarakat muncul melalui perjuangan kelas.  Meski pernah ada anggapan bahwa masyarakat manusia berkembang melalui serangkaian tahapan, dari komunisme primitif melalui perbudakan, feodalisme dan kemudian kapitalisme. Teori ini mengkritisi tipologi evolusi mutakhir.

Arkeolog Marxis pada umumnya percaya bahwa bipolarisme yang ada antara perdebatan prosesual dan pasca-prosesual adalah oposisi yang melekat dalam produksi pengetahuan dan sesuai dengan pemahaman dialektis tentang dunia.

Banyak arkeolog Marxis percaya bahwa polarisme dalam disiplin antropologis (dan semua disiplin akademis) inilah yang memicu pertanyaan yang memacu kemajuan dalam teori dan pengetahuan arkeologi. Antarmuka dan konflik yang konstan antara ekstrem dari dua alasan bermain heuristik (subjektif vs. objektif) diyakini menghasilkan rekonstruksi masa lalu yang berkelanjutan oleh para sarjana (McGuire 1992, 2008).