Kontraksi Ekonomi : Indonesia Harus Jaga Sikap Optimis
Pandemi menghantam. Ekonomi dunia meradang. Tak terkecuali Indonesia. Tak cukup sekali koreksi harus dilakukan atas proyeksi ekonomi. Hingga di paruh kedua Juni 2020 ini Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun ini. Yang sebelumnya berada di kisaran 2,3 persen hingga minus 0,4 persen kini menjadi sekitar satu persen hingga terkontraksi 0,4 persen.

MONDAYREVIEW.COM – Prihatin tak berarti harus mengubur sikap optimis. Tanpa mengingkari realitas betapa sulitnya ekonomi yang dihantam pandemi kita harus tegak lurus di garis konstitusi. Mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
Pandemi menghantam. Ekonomi dunia meradang. Tak terkecuali Indonesia. Tak cukup sekali koreksi harus dilakukan atas proyeksi ekonomi. Hingga di paruh kedua Juni 2020 ini Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun ini. Yang sebelumnya berada di kisaran 2,3 persen hingga minus 0,4 persen kini menjadi sekitar satu persen hingga terkontraksi 0,4 persen.
Tidak aneh memang. Pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia juga dilakukan oleh berbagai lembaga seperti World Bank nol persen, OECD terkontraksi 2,8 persen hingga 3,9 persen, serta ADB minus satu persen yang tadinya tumbuh 2,5 persen.
Jika ekonomi sebuah negara minus itu artinya kegiatan ekonomi yang menjadi motor pertumbuhan lebih kecil dari tahun sebelumnya. Indikatornya adalah kenaikan pendapatan nasional dan pendapatan per-kapita, jumlah tenaga kerja yang lebih besar dari pengangguran, serta berkurangnya tingkat kemiskinan.
Jika kondisi dari indikator-indikator tersebut menurun dibanding periode sebelumnya, maka negara tersebut bukannya mengalami pertumbuhan ekonomi namun justru kemunduran ekonomi.
Indikator tersebut adalah kenaikan pendapatan nasional dan pendapatan per-kapita, jumlah tenaga kerja yang lebih besar dari pengangguran, serta berkurangnya tingkat kemiskinan. Jika kondisi dari indikator-indikator tersebut menurun dibanding periode sebelumnya, maka negara tersebut bukannya mengalami pertumbuhan ekonomi namun justru kemunduran ekonomi.
Ekonomi Indonesia dikatakan minus jika jumlah total output dari kegiatan ekonomi di Indonesia selama 1 tahun penuh 2020 diprediksi lebih kecil dibandingkan tahun 2019. Pertumbuhan ekonomi dapat dijadikan sebagai patokan yang melihat kemajuan suatu negara dan bagaimana hasil dari pembangunan yang dilakukan selama periode tersebut.
Pertumbuhan ekonomi juga menggambarkan bagaimana kemakmuran rakyat karena dilihat berdasarkan pendapatan per-kapita atau pendapatan rata-rata dari penduduk sebuah negara. Sebelum pandemi pendapatan penduduk Indonesia relatif meningkat.
Dengan output ekonomi yang berkurang, tentu akan berdampak pada turunnya aktivitas ekonomi. Sehingga apa yang bisa dikerjakan dalam dunia ekonomi semakin sedikit. Perlu diingat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini masih ditopang oleh sektor konsumsi khususnya konsumsi rumah-tangga.
Bagaimana dampaknya bagi dunia usaha? Dengan kegiatan ekonomi yang semakin sempit, maka perusahaan tidak bisa menjalankan usahanya seperti biasanya. Semakin sempit kegiatan bisnis akan memaksa perusahaan melakukan penyesuaian.
Dampak negatifnya perusahaan akan melakukan PHK. Nah ujungnya jika badai PHK datang maka angka kemiskinan kan naik. Angka pengangguran naik, karena pengangguran naik, pendapatan masyarakat berkurang.
Secara agregat akan berdampak pada semakin banyaknya masyarakat yang jatuh dalam kategori miskin, artinya jumlah penduduk miskin bertambah. Padahal baru tahun lalu Indonesia dapat menekan angka kemiskinan hingga di bawah 10% atau menjadi satu digit.
Sedangkan pendapat lain dari Simon Kuznets menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah keadaan dimana suatu negara mampu meningkatkan output (hasil produksi ekonomi) berdasarkan kemajuan teknologi yang diiringi dengan penyesuaian ideologi.
Hal ini menunjukkan adanya tiga komponen yang berkaitan satu sama lain dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yaitu peningkatan produksi negara, kemajuan teknologi untuk meningkatkan produktivitas, dan penyesuaian ideologi yang terbuka dalam menerima teknologi baru.
Dengan mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi, pemerintah dapat membuat perencanaan mengenai penerimaan negara dan rencana pembangunan yang akan dilakukan.
Pertumbuhan ekonomi yang kurang baik dapat dijadikan landasan untuk menerima bantuan dana dari pihak internasional, seperti Bank Dunia atau negara lain.
Sedangkan bagi para pelaku sektor usaha atau perusahaan, tingkat pertumbuhan ekonomi dapat dijadikan dasar dalam membuat rencana pengembangan produk dan sumber daya yang dimiliki perusahaan.
Dalam mengukur pertumbuhan ekonomi kita tidak terlepas dari GDP dan GNP. Dimana GDP (Gross Domestic Product) atau Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan ukuran moneter dari nilai pasar keseluruhan produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi dalam suatu negara selama satu tahun.
Sementara GNP (Gross National Product) atau Produk Nasional Bruto (PNB) secara sederhana dapat dipahami sebagai nilai pasar keseluruhan produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga negara baik di dalam maupun di luar negeri dalam satu tahun.
Seperti otot tubuh kita kontraksi ekonomi yang saat ini berada dalam tekanan kelak akan menjadi daya pendorong kelentingan untuk maju melesat ke depan. Tak ada pilihan bagi Indonesia untuk selalu menjaga sikap optimis.