Anak Muda dan Dunia Pertanian
Perlahan-lahan anak-anak muda tak ada yang ingin menjadi petani dan lebih memilih untuk menjadi karyawan atau profesi yang lebih bergengsi.

MONDAYREVIEW.COM – Indonesia adalah negara agraris, sebuah ungkapan yang sangat klise dan membosankan untuk didengar. Hal ini karena realitasnya perlahan-lahan sawah dan ladang digusur untuk kepentingan pembangunan. Perlahan-lahan anak-anak muda tak ada yang ingin menjadi petani dan lebih memilih untuk menjadi karyawan atau profesi yang lebih bergengsi. Tinggal generasi orang tua yang masih memilih jalan bertani untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Itupun dengan harapan anaknya tidak mengikuti jejaknya sebagai petani.
Institut Pertanian Bogor masih menjadi kampus paling terkemuka untuk mahasiswa pertanian di Indonesia. Namun secara kuantitas, tidak banyak lulusan IPB yang berkarir di dunia pertanian. Justru banyak yang diserap oleh dunia perbankan. Hal ini memunculkan sebuah guyon bahwa IPB adalah Institut Perbankan Bogor. Banyak pula yang diserap oleh perusahaan dan birokrasi. Lantas bagaimana masa depan dunia pertanian Indonesia jika lembaga pendidikan yang diharapkan memasok SDM berkualitas di bidang pertanian saja belum maksimal?
Untungnya dunia pertanian tidak ditinggalkan sepenuhnya oleh anak muda. Diam-diam ada anak muda kreatif yang masih menaruh perhatian terhadap dunia yang mulai ditinggalkan ini. Young Organic Festival merupakan event untuk meningkatkan minat pertanian di kalangan anak muda. Event ini ditutup oleh Presiden Joko Widodo yang memberikan pesan kepada anak muda bahwa bertani itu merupakan pekerjaan mulia. Seperti namanya, dalam event ini dipamerkan beragam produk organik yang dihasilkan oleh petani-petani muda. Mereka juga memamerkan platform IT untuk memudahkan pemasaran produk pertanian.
Tentu saja agar anak muda tertarik dengan dunia pertanian, yang pertama kali diubah adalah citra pertanian itu sendiri. Citra petani yang harus selalu berkubang lumpur harus diubah menjadi pertanian berbasis high tech. Citra petani yang miskin karena hanya bisa menjual produknya ke tengkulak juga harus diubah dengan pemasaran via teknologi dan juga branding produk pertanian yang menarik. Semua ini mesti dicapai dengan kolaborasi antar anak muda juga membutuhkan dukungan konkret dari pemerintah. Pemerintah mesti memperbanyak program-program pertanian yang melibatkan anak muda.
Pada tahun 2019, Kementerian Pertanian bekerja sama dengan OKP-OKP tingkat nasional mengadakan program gempita, yakni masing-masing OKP diberikan lahan untuk digarap, bibit jagung dan alat pertanian seperti traktor. Program ini bisa menjadi sarana kaderisasi petani-petani muda di tengah banyak yang tidak mau untuk menjadi petani. Program semacam ini mesti terus dilakukan sebagai wujud konkret dukungan pemerintah terhadap regenerasi petani.
Pemerintah juga harus memberikan dukungan terhadap penelitian-penelitian yang berkaitan dengan pengembangan pertanian yang dilakukan oleh peneliti di Indonesia. Terakhir yang harus didukung adalah upaya peningkatan inovasi pertanian seperti pembuatan aplikasi pemasaran produk pertanian. Dr. Marlock pemerhati pendidikan kejuruan memberikan syarat agar istilah petani diganti di kalangan anak muda menjadi agropreneur. Hal ini akan membuat anak muda berminat untuk bertani karena tidak dibatasi sebagai pengelola lahan saja, namun juga sekaligus pengusaha produk-produk pertanian.