Amirsyah Tambunan Ajak Pimpinan Ormas Tolak RUU Haluan Ideologi Pancasila
Jika pembahasan RUU HIP akan dilanjutkan, para Angggota DPR RI dengan sengaja melanggar konstitusi dan mengkhianati kesepakatan luhur bangsa tentang Pancasila.dengan cara mengubah isi dan ruh Pancasila yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.

MONITORDAY. COM - Wakil Sekjen MUI Pusat sekaligus Sekjen Asosiasi Dosen Indonesia (ADI) Pusat, Dr Amirsyah Tambunan mengajak seluruh Pimpinan Ormas yang setia pada Pancasila untuk bersama-sama menolak Rancangan Undang-
"Saya menghimbau pimpinan Ormas yang setia pada Pancasila untuk bersama-sama menolak RUU HIP ini. Semoga Allah memberikan kekuatan kepada umat dan bangsa menegakkan kedaulatan Negara menonak RUU HIP dan mengawal Pancasila dan UUD 1945," tegas Alumni PPSA 17 Lemhannas Tahun 2011 ini di Jakarta, Jumat (29/05/20).
Lebih lanjut Amirsyah menegaskan bahwa RUU HIP harus ditolak. Sebab dikatakannya, Pancasila yang ada saat ini sudah jelas dan tegas. Karena itu, dikatakannya, jika pembahasan RUU HIP akan dilanjutkan, para Angggota DPR RI dengan sengaja melanggar konstitusi dan mengkhianati kesepakatan luhur bangsa tentang Pancasila.dengan cara mengubah isi dan ruh Pancasila yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.
Menurut Amirsyah terdapat banyak alasan kenapa RUU HIP harus ditolak. Pertama, alasan untuk membentuk UU HIP tidak jelas alasan konstitusionalnya. Misalnya dalam konsideran RUU HIP disebutkan bahwa UU HIP perlu dibentuk sebab belum ada UU dalam bentuk Haluan Ideologi Pancasila sebagai landasan hukum untuk menjadi pedoman bagi kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai kerangka landasan konstusi dalam berpikir dan bertindak bagi penyelenggara negara dan masyarakat guna mencapai tujuan bernegara sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945.
Padahal, lanjut Amirsyah, setelah 74 tahun Indonesia merdeka Pancasila yang ada saat ini telah menjadi perekat seluruh kekuatan bangsa. Selama ini Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum negara”
"Pertanyaan apakah hukum yang selama ini tidak sesuai dengan Pancasila ? Bukankah semua pejabat negara disumpah untuk setia dan melaksanakan Pancasila ? Sungguh secara konsitusi Pancasila yang ada saat ini telah menjadi jiwa dan semangat serta sumber pembentukan hukum," ujarnya.
Kedua, Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi posisinya lebih tinggi dari UU adalah dasar bagi tata kelola sekaligus penunjuk arah atau haluan pembangunan Negara Indonesia. UUD 1945 dilahirkan dari Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara. Batang tubuh UUD 1945 seluruhnya merupakan pengejawantahan dari nilai-nila jiwa dan semangat Pancasila dalam bentuk UU sebagai landasan hukum bagi mencapai tujuan bernegara.
"Oleh sebab itu, UUD 1945 yang berlaku saat ini telah menjadi HALUAN IDEOLOGI PANCASILA," pungkas Amirsyah.
Ketiga, kehadiran UU HIP dapat menimbulkan gagal paham terhadap tata hukum nasional. Secara hirarki, UU HIP memang seharusnya ada di bawah UUD 1945. Konsideran untuk membentuk UU HIP adalah berupa Ketetapan—Ketetapan MPR, sehingga UU HIP boleh diartikan sebagai derivasi dari Ketetapan-Ketetapan MPR tersebut.
Namun dilihat dari objek hukumnya, yaitu Pancasila yang akan diundangkan sebagai haluan ideologi, nantinya UU HIP dapat dipandang sebagai “Makna Pancasila”. Maka, dalam penerapan, kedudukannya bisa setara dengan UUD 1945. Bahkan dapat pula berada di atas UUD 1945, karena UU HIP dapat dimaknai sebagai Pancasila itu sendiri. Dengan demikian, lanjut Amirsyah mengatakan, UU HIP akan menjadi sumber dari segala sumber hukum negara dan UUD 1945 pun harus tunduk pada UU HIP.
"Ini bukti kegagalan kita memahami Konstitusi yang berlaku selama ini," tegasnya.
Keempat, RUU HIP ini tidak jelas landasan filosofisnya kaitannya dengan TAP MPR. Di dalam konsideran tidak disebutkan legalitas Pancasila sebagai dasar falsafah negara. Yang demikian ini mengakibatkan ketidakjelasan tentang Pancasila yang menjadi objek yang akan diundangkan. Secara filosofis Pancasila kaitannya dengan dasar falsafah negara harus merujuk pada alenia ke 4 Pembukaan UUD 1945. Hal ini dipertegas dalam Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998 pada Pasal 1.
Dasar hukum Berlakunya Pancasila dan UUD 1945 saat ini, adalah Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Oleh karena itu, Dekrit Presiden 5 Juli 1959 wajib masuk dalam konsideran. Yang demikian, agar jelas dan teranglah Pancasila yang mana yang dimaksud oleh RUU HIP itu.
"Perdebatan-perdebatan akademik dan demokratis di dalam Majelis Konstituante menjelang lahirnya Dekrit 5 Juli 1959, akan juga memberi keterangan yang lebih jelas tentang Pancasila yang dapat diterima semua golongan dari bangsa ini. Maka, mengabaikan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dalam melahirkan UU apa pun soal Pancasila adalah cacat hukum, tidak sah dan akan berujung pada kekacauan memahami sejarah," jelasnya.
Kelima, secara historis bahwa konsideran penting yang menjadi dasar pertimbangan lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 itu sehingga diterima oleh semua kalangan, adalah : “…bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut.”
"Jadi, negara ini lahir atas dasar kesepakatan. Landasan falsafah negara merupakan kesepakatan bersama; menjadi titik temu (kalimatun sawa') merupakan common platform, bagi semua aliran politik yang ada. Jadi menurut saya landasan falsafah negaranya adalah Ke Tuhanan Yang Maha Esa," pungkas Amirsyah.