Alasan KPU Belum Tetapkan Jadwal Pemilu 2024

Alasan KPU Belum Tetapkan Jadwal Pemilu 2024
Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi/Net

MONITORDAY.COM - Adanya perbedaan antara usulan KPU dengan pemerintah membuat jadwal Pemilu tahun 2024 hingga saat ini belum ditetapkan. KPU mengusulkan Pemilu digelar pada bulan Februari, sedangkan Pemerintah mengusulkan bulan April atau Mei 2024. 

Beberapa pihak mendesak agar jadwal segera ditetapkan karena berkaitan dengan dimulainya tahapan pelaksanaan dan beberapa hal terkait lainnya. Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi mengungkapkan, perbedaan ini terjadi karena terdapat perbedaan cara pandang dalam melihat tahapan Pemilu. 

Pertama, pemerintah menggunakan cara pandang tata pemerintahan atau govermentality, yakni ingin agar jarak antara Pilpres putaran pertama dengan jadwal pelantikan pasangan Presiden dan Wakil Presiden terpilih tidak terlalu lama. 

"Alasannya karena jarak waktu yang terlalu jauh dikhawatirkan akan menimbulkan turbulensi politik. Alasan kedua, Pemerintah juga ingin fokus pemulihan ekonomi," kata Pramono, dalam diskusi Forum Meja Bundar, bertajuk "Ketidakpastian Tahapan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024", pada Senin (15/11/2021). 

Pramono mengungkapkan, terdapat juga perbedaan tanggapan dari Partai Politik di DPR mengenai usulan pemerintah tersebut. Pihak yang tidak setuju menggunakan cara pandang politik, yakni masa kampanye jangan sampai melewati bulan Ramadan, yang jatuh pada 10 Maret-10 April 2024. 

"Karena sebagian partai mengkhawatirkan akan mengundang maraknya isu SARA apabila masa kampanye dilakukan saat bulan puasa. Dan juga ongkos politik dikhawatirkan akan membengkak," kata Pramono. 

Adapun KPU, mengusulkan jadwal Pemilu digelar Februari 2024, karena KPU sepenuhnya mempertimbangkan aspek-aspek ke kepemiluan. KPU tidak terpaku pada tanggal, namun pada kecukupan alokasi waktu setiap tahapan Pemilu dan Pilkada serentak 2024. 

"Karena itu KPU tawarkan dua opsi. Melalui berbagai simulasi, dua opsi itu merupakan paling memadai secara teknis kepemiluan," lanjut Pramono. 

Beberapa Pertimbangan KPU 

Selain itu, KPU juga mempertimbangkan beberapa hal. Pertama dari aspek Sistem Pemilu, di mana Sistem Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia adalah Two-Round System (TRS): jika tidak ada yang mencapai 50%+1, maka masuk putaran kedua. 

"Tidak ada yang bisa memprediksi berapa Pasangan Capres-Cawapres yang akan berlaga. Karena itu KPU harus mengalokasikan jadwal Pilpres Putaran I dan Putaran II. Serta juga memberi waktu proses rekapitulasi, dan sidang PHPU di MK," ujar Pram. 

Kemudian, secara regulasi, UU Pemilu menyebut secara eksplisit batasan waktu tahapan-tahapan tertentu. Misalnya tahapan Pemilu dimulai sekurang-kurangnya 20 bulan sebelum hari H. Kampanye dimulai sejak 3 hari setelah penetapan Peserta dan berakhir 3 hari sebelum Pemilu. 

Kemudian juga sengketa pencalonan Pilkada di Bawaslu, PT TUN, MA, masing-masing ada batas waktunya. Sementara proses pengadaan logistik terutama surat suara baru bisa dicetak setelah pencalonan selesai. 

"Jadi ini semua berkaitan, yang dalam beberapa hal undang-undang dan peraturan yang ada sekarang telah mengatur batasan waktunya secara rinci," ujar Pram. 

Selanjutnya, KPU juga memperhatikan hak konstitusional baik calon maupun pemilih peserta pemilu. Misalnya soal ambang batas pencalonan Pilkada didasarkan pada hasil Pemilu Legislatif 2024. 

"Ini berbeda dengan Pilpres 2024 yang praktis dukungannya adalah hasil pileg 2019. Nah tentu harus mengalokasikan waktu yang cukup bagi proses perkara di MK sementara sengketa di MK sendiri waktunya sudah diatur," ujar Pram. 

"KPU harus mengalokasikan waktu bagi proses sengketa di MK. Karena setelah Putusan MK lah hasil Pemilu bersifat final. Di sisi lain, Parpol juga perlu waktu untuk proses seleksi internal. Parpol juga perlu komunikasi dengan koalisi Paslon," lanjut dia. 

Terakhir, yang menjadi pertimbangan KPU adalah adalah terkait dengan beban kerja. Menurut Pramono, penyelenggaraan Pemilu 2024 dalam tahun yang sama dengan Pilkada serentak 2024 akan mengakibatkan beban pekerjaan berlipat. 

"Akan ada beberapa irisan tahapan antara Pemilu 2024 dengan Pilkada 2024. Karena itu KPU mengambil jarak yang cukup jauh antara Pemilu 2024 dan Pilkada 2024, agar irisan tidak terlalu tebal," ujar dia. 

"KPU juga menghindari pemungutan suara di bulan puasa agar beban pekerjaan KPU benserta jajaran tidak semakin berlipat," kata Pramono. 

Lebih lanjut, Pramono mengatakan, belum ditetapkannya jadwal pemilu ini tidak akan berpengaruh pada proses tahapan pemilu yang akan dilaksanakan. Karena, jika Pemilu dilaksanakan berdasarkan Opsi I atau 21 Februari 2024, maka tahapan Pemilu baru akan dimulai pada Juni 2022. 

"Sementara jika ditetapkan opsi II atau 15 Mei 2024 maka tahapan Pemilu akan dimulai September 2022. Namun KPU telah memulai proses persiapan, meskipun tahapan pemilu belum dimulai," demikian kata Pramono.