Waspada, Ahli Ibadah Tapi Masuk Neraka!

MONITORDAY.COM - Memasuki dan menempati surga Allah Swt adalah cita-cita tertinggi setiap orang beriman, bahwa tidak akan ada yang akan kuat menahan derita siksa Allah Swt di neraka.
Di akhirat nanti, ada tujuh puluh ribu umat Rasulullah Saw yang masuk surga tanpa hisab (perhitungan amal). Mereka akan masuk surga dengan sangat lancar, tidak merasakan beratnya perjalanan hisab yang sangat panjang dan menegangkan dan terhindar dari kegetiran adzab neraka (HR. Bukhari dari Ibn Abbas RA).
Ada juga orang beriman yang masuk surga setelah melewati panjangnya perjalanan hisab. Ada juga orang yang masuk surga setelah mengalami masuk neraka terlebih dahulu, na’udzubillah. Mereka adalah orang beriman yang dosanya melebihi amal salehnya; dan di dalam hatinya tetap tertanam keimanan. Ia akan melalui proses pembersihan dosa di neraka.
Ada pula orang yang masuk surga karena mendapatkan syafaat Rasulullah Saw. Itulah gambaran orang beriman di akhirat nanti dan kaitannya dengan surga Allah Swt. Untuk itu, Allah Swt memerintahkan kita untuk berlomba-lomba mencapai surga Allah tersebut:
“Dan bersegeralah kalian semua (untuk mendapatkan) ampunan dari Tuhan kalian dan (untuk mendapatkan) surga yang luasnya seluas tujuh langit dan bumi, dimana surga itu disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran: 133).
Oleh karena itu, semua orang beriman berlomba-lomba mendapatkan surga-Nya dengan berbagai amal saleh yang dilakukannya sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah Saw.
Ada yang bersegera menuju surga Allah dengan menunaikan berbagai ibadah mahdhah secara konsisten, baik yang wajib maupun yang sunnah. Dengan pelaksanaan ibadah mahdhah ini, ia senantiasa terhubung dalam frekuensi ilahiyyah yang sangat kuat, sehingga ia terus berusaha mempertahankan ibadah mahdhahnya. Sungguh beruntung mereka yang sepanjang hayatnya dapat istiqomah dalam pelaksanaan ibadah mahdhah.
Ada juga orang mukmin yang mengejar surga Allah Swt dengan melakukan berbagai kebaikan dalam bentuk kesalehan sosial seperti: berakhlakul karimah (akhlak yang mulia), membantu orang lain, bersedekah, menjaga lisan agar tidak melukai orang lain, tidak memakan hak orang lain dengan zalim, meringankan beban orang lain dan lain sebagainya.
Ada orang mukmin yang mengejar surga Allah Swt dengan jihad fi sabilillah, menegakkan kalimah Allah dengan turun langsung di medan perang, menuntut ilmu, berbuat baik kepada orang tua, menyayangi dan mengasihi anak yatim serta amalan-amalan lainnya.
Ada juga orang mukmin yang mengejar surga dengan melakukan seluruh amalan tersebut secara integral, dimana ia istiqamah melakukan kesalehan ritual dengan beribadah kepada Allah Swt secara maksimal, ia juga konsisten mempraktekkan kesalehan-kesalehan sosial.
Melaksanakan ibadah mahdah (yang wajib dan sunnah), menginfakkan hartanya di jalan Allah, berjihad dan gugur di medan jihad fi sabilillah, tidak sombong, berkata-kata dengan baik, tidak menyakiti orang lain, menolong orang yang lemah, menegakkan keadilan dan amalan-amalan sosial lainnya yang snagat dianjurkan oleh Islam.
Sikap kesalehan ritual-sosial yang integratif inilah yang benar-benar dilakukan oleh para sahabat mulia Rasulullah Saw, generasi terbaik umat ini. Untuk itu, mereka dikenal sebagai orang-orang yang: “Di malam hari, mereka adalah para ahli ibadah; sedang di siang hari, mereka adalah para ksatria.”
Sebagai pelajaran bagi kita, perlu kita catat, bahwa di zaman Rasulullah Saw, ada juga orang yang sangat banyak melakukan ibadah ritual dan sosial, tetapi Rasulullah Saw. dengan tegas menyatakan bahwa orang tersebut akan menjadi penghuni neraka.
Mengapa? Berikut adalah penjelasannya. Abu Hurairah Ra. meriwayatkan, bahwa: “Seseorang berkata kepada Rasulullah Saw: “Wahai Rasulullah bahwa “Si Anu” dikenal sebagai orang yang (banyak) mendirikan shalat, berpuasa dan bahkan bersedekah. Hanya saja, lisannya menyakiti tetangganya.” Rasulullah Saw. menegaskan: “Dia di neraka!”
Lalu laki-laki itu berkata lagi: “Wahai Rasulullah, “Si Anu” (orang lainnya) dikenal sedikit puasa, jarang sedekah, dan jarang shalat (sunnah)nya. Hanya saja, ia pernah bersedekah dengan beberapa potong keju; dan lisannya tidak menyakiti tetangganya?” Rasulullah menjawab: “Dia di surga” (HR. Ahmad, Al-Hakim, Ibn Hibban dan al-Baihaqi).
Ternyata, kesalehan ritual dengan banyak melakukan ibadah mahdhah tidak akan ada artinya jika disertai dengan kegagalan menjaga lisan, sehingga melukai orang-orang di sekitar kita. Sungguh amalan shaleh dan ibadah orang yang semacam itu, tidak akan ia petik di akhirat nanti. Justru, di hari penghitungan amal nanti, ia akan termasuk orang yang muflis (bangkrut).
Siapakah mereka? Rasulullah Saw. Mengingatkan kita semua dalam sabdanya: “Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut itu?” Para sahabat menjawab: “Orang yang bangkrut di kalangan kami adalah mereka yang tidak memiliki uang (dirham) dan tidak pula memiliki harta benda.”
Rasulullah Saw. (meluruskan pandangan para sahabatnya): “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah mereka yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, pahala puasa dan zakat. Namun, ia juga datang dengan membawa catatan bahwa ia pernah: mencela saudaranya, menuduhnya tanpa bukti (memfitnah), memakan harta orang lain (tanpa hak), menumpahkan darah orang dan memukul orang lain.
Maka (sebagai balasan atas perbuatan buruknya tersebut), kebaikan orang tersebut akan diberikan kepada orang-orang yang ia sakiti. Apabila kebaikan orang tersebut telah habis karena dibagi-bagikan kepada orang-orang yang disakitinya, sedangkan masih ada keburukan yang belum ia tebus, maka diambillah dosa/kesalahan dari orang yang disakitinya itu, lalu dosa itu ditimpakan kepada orang yang menyakitinya. Maka, ia pun dilemparkan ke neraka.” (HR. Muslim).
Betapa merugi, jika ada di antara kita orang yang dengan susah payah mengumpulkan kesalehan ritual selama hidupnya (shalat, puasa, haji dll), tetapi disertai dengan keburukan perilaku kepada sesama kita. Sungguh, dalam hadits di atas Rasulullah Saw. telah mengingatkan kepada kita dengan sangat tegas bahwa agama Islam bukan sekedar agama ritual dan kesalehan pribadi.
Islam adalah agama yang sangat mendorong agar kesalehan ritual dapat berwujud dalam kesalehan sosial berupa akhlak yang baik, sebagai prasyarat amalan saleh kita diterima-Nya. Bahkan, seluruh ibadah ritual kita tidak akan memiliki nilai apapun di hadapan Allah Swt jika tidak berubah kesalehan sosial dan akhlakul karimah. Wallahu ‘Alam