Perlindungan Anak yang Berhadapan dengan Hukum Dinilai Kurang Koordinasi

Isu perlindungan Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) perlu dikoordinasikan dengan baik sehingga tercipta keterpaduan, kerjasama, dan hubungan kerja yang baik antara semua pihak sehingga diharapkan Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dapat terlaksana dengan optimal.

Perlindungan Anak yang Berhadapan dengan Hukum Dinilai Kurang Koordinasi
Ilustrasi Anak Berhadapan Dengan Hukum (ABH)

MONITORDAY.COM – Upaya perlindungan Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) dinilai masih belum maksimal. Persoalannya adalah kurangnya koordinasi dan kerjasama semua pemangku kepentingan.

“Selama ini kita masih berjalan sendiri-sendiri dengan permasalahannya tanpa dapat diatasi padahal dalam pelaksanaan UU SPPA yang optimal membutuhkan koordinasi dan kerjasama semua pemangku kepentingan, termasuk masyarakat," tutur Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak Berhadapan dengan Hukum dan Stigmatisasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Hasan dalam siaran persnya, Minggu (26/5).

Menurutnya, banyak hal yang harus diperhatikan, misalnya persepsi yang sama di antara Aparat Penegak Hukum (APH), kesiapan sarana dan prasarana yang mendukung, dan sumber daya manusia yang profesional. Hal yang terpenting adalah komitmen yang tinggi untuk mendukung pelaksanaan UU SPPA.

Lebih lanjut, Hasan menjelaskan tugas dan fungsi Kemen PPPA salah satunya mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan dengan melakukan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan.

“Untuk daerah, kami memfasilitasi perumusan kebijakan dan fasilitasi koordinasi. Untuk itu, kami memfasilitasi penyusunan Peraturan Gubernur tentang pelaksanaan SPPA agar dapat dilaksanakan di daerah,” ujarnya.

Hasan menambahkan, peraturan Gubernur ini akan memuat tentang kewajiban dinas dan masyarakat untuk melakukan upaya (1) Pencegahan agar anak tidak berhadapan dengan hukum, dan (2) Penanganan ABH, baik sebagai anak yang berkonflik dengan hukum, anak korban, maupun anak saksi.

“Peraturan Gubernur tentang SPPA merupakan wujud komitmen kuat dari dinas/instansi vertikal dan masyarakat untuk melindungi ABH, serta meminimalisasi terjadinya ABH secara berkelanjutan, terencana, dan terpadu," terangnya.

Peraturan Gubernur ini juga, Hasan melanjutkan, harus disesuaikan dengan kearifan lokal Aceh, misalnya dengan adanya lembaga khusus Mahkamah Syariah Aceh dan Mahkamah Syariah kabupaten/kota.

"Oleh karena itu, Peraturan Gubernur ini diharapkan dapat memberikan perlindungan dan memperoleh perlakuan yang lebih berkenaan dengan kekhususannya, serta memperoleh layanan yang dibutuhkan ABH,” tutup Hasan.